Semarang, 30 November 2015
"Fondation udah, bedak udah, maskara tinggal lipstik. Mmm, kemarin aku udah pake warna pink, Berarti sekarang pakai warna oranye. Tapi apa aku ombre aja ya antara oranye sama pink."
Begitulah kira-kira prolog gadis berparas cantik ini. Nampaknya ia sedang bersolek didepan kaca sambil memikirkan betapa sempurna sekali wajahnya. Dengan mata yang besar dan hidung yang mancung ditambah lagi tubuh yang tinggi dan kulit putih. Sempurna, kata itulah yang satu-satunya terpikirkan orang-orang ketika melihat parasnya.
"Selamat pagi Tiara." Sapa seorang lelaki yang berpapasan dengannya. Tentu sebagai wanita yang anggun Tiara hanya tersenyum sambil menundukkan kepalanya.
"Tiara aku suka banget sama jilbab kamu. Kamu beli dimana sih?"
"Oh iya, ini kemarin dari Tante ku. Oleh-oleh hehe."
"Wah bagus banget tau. Aku nyari yang bahannya halus kaya gini gaada"
"Tiara, mau nanya ini bener kan tugasnya begini atau ada yang salah?"
"Sebentar la ya. Biar ku lihat dulu. Oh yang ini harusnya engga gini, coba kamu lihat lagi pedomannya nanti kalo udah dibenahi lagi ya. Semangat."
Dari cuplikan keseharian Tiara tersebut, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa Tiara merupakan gadis baik hati yang sangat digemari oleh teman-temanya. Terlebih dia juga memiliki otak yang cemerlang yang semakin membuatnya di kagumi oleh teman-temannya.
Pagi hari diruangan yang cukup besar dengan fasilitas yang nyaman. Beberapa air conditioner terlihat menempel di dinding, layar proyektor serta kursi yang tertata dengan rapi siap untuk menunjang perkuliahan.
"Ada yang ingin ditanyakan?" Ucap Tiara kepada mahasiswa semester dua jurusan komunikasi yang ada diruangan tersebut. Para mahasiswa mulai saling berpandangan. Melihat satu dengan yang lainnya. 60 detik berlalu dan Tiara tidak melihat adanya tanda-tanda pertanyaan dari adik tingkatnya tersebut. "Baiklah, karena tidak ada pertanyaan jadi perkuliahan hari ini dicukupkan." Ucap Tiara sembari mengemasi barang-barangnya.
Tiara melangkahkan kaki menuju kepintu ruangan. Setengah jalan seseorang memanggil namanya "Kak Tiara." Ia mengehentikan langkah kakinya, dan menengok ke arah belakang ruangan yang masih penuh dengan mahasiswa. "Iya Aldan, ada pertanyaan?" Aldan yang berada di tengah ruangan pun mulai mengeluarkan pertanyaan.
"Jadi begini kak, sesuai dengan penjelasan kak Tiara mengenai metode kuantitatif pasti kan dibutuhkan yang namanya riset dan penelitian. Oleh karena itu pastinya membutuhkan biaya. Nah pertanyaanku jadi berapa biaya atau jumlah yang harus aku siapkan untuk melamar kak Tiara?". Setelah pertanyaan tersebut dilontarkan oleh Aldan seisi ruangan menyambutnya dengan tawa dan menyorakinya.
Tiara pun hanya tersenyum dan menjawab pertanyaan Aldan tersebut dengan sebuah lelucon "Kuliah dulu ya dan, skripsi dulu." Tiara kemudian melanjutkan langkah kakinya menuju keluar ruangan.
(Suara dering smartphone Tiara)
"Iya, halo gimana, Tha?" Ucap Tiara setelah menerima panggilan dari teleponnya
"Nanti sore jadi kan? Ditempat biasa?"
"Iya jadi dong. Kamu langsung sama Jihan kan?"
"Iyalah, mau sama siapa lagi."
"Oh oke oke, sampai nanti."
Tiara mematikan panggilan teleponnya kemudian berjalan menuju keruangan dosen. Ruangan tersebut berada di lantai satu fakultas ilmu sosial. Tok tok tok. Tiara mengentuk pintu sebelum memasuki ruangan tersebut. Ruangan yang terbagi menjadi 6 bilik tersebut terlihat sangat bersih dengan fasilitas yang membuat tenang jiwa dan raga. Tiara mulai mencari bilik yang bertuliskan Damar Wijaya M.I.Kom
KAMU SEDANG MEMBACA
Lingkar Nisan
Horror"Damar!!!" Teriak Irwan ketika adik lelaki satu-satunya tak sadarkan diri. Permainan yang dilakukan di belakang Irwan membuat Damar harus melunasinya bahkan dengan sukma satu-satunya. Miris. Bulu kudu dipaksa berdiri ngeri setelah permainan tersebut...