03 Research

375 46 8
                                    

Jeon Jungkook terbiasa berjalan memakai kecepatan 'anak teknik' yang konon melangkah lebih cepat dan lebih lebar dari manusia pada umumnya. Seperti sekarang ini, ketika ia mengambil cappuccino-nya di Starbucks sebrang Alumni Hall kampusnya untuk bertemu kedua kalinya dengan partner proyek sayembaranya. Sebenarnya ia tidak begitu menyukai coffee shop yang selalu ramai seperti ini. Namun tempatnya yang dekat dan familiar membuatnya setuju. Pun ia masih merasa sungkan untuk mengusulkan tempat lain kepada kakak kelasnya.

Dan di sinilah ia. Sedikit tergopoh dengan ransel berisi laptop dan diktat di bahu kiri, dan tabung gambar sepanjang A1 di bahu kanan. Rambut ikalnya yang mulai panjang terlihat berantakan terusap angin namun ia hiraukan. Pandangannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan. Ia lalu tersenyum ketika melihat bagian sudut café.

Jung Hoseok menyesap teh hijaunya perlahan. Memakai kemeja putih berkerah rapi dengan bomber hitam sebagai luaran. Tangan kanannya mengetukkan pinsil 2B ke atas meja sedangkan tangan kirinya menyangga dagu. Ia sedang fokus dengan beberapa lembar fotokopian TOR (terms of reference) sayembara yang tergeletak sembarangan di atas meja.

"Apa aku terlambat?"

Suara yang sehalus beledu memecahkan kegiatan lelaki yang sedang asik melamun. Jung Hoseok harus membiasakan diri dengan suara madu Jeon Jungkook.

"Oh, santai saja. Aku yang sengaja datang lebih cepat. Supaya dapat spot duduk di sini. Aku tidak nyaman jika terlalu banyak dilewati orang. Tidak nyaman pada orang in general sebenarnya. Semoga kau tidak keberatan?" jelas Hoseok panjang lebar sambil membereskan alat tulisnya yang berserakan di atas meja untuk memberikan ruang untuk Jungkook―ia mendengar gumaman terima kasih dan mendapat anggukan sopan dengan seulas senyum dari juniornya. Seharusnya Jung Hoseok bereaksi biasa saja untuk sebuah senyum yang terlalu simpul seperti itu.

Oh, senyum yang bodoh.

"Aku juga tidak suka yang terlalu ramai. Sudut ini benar-benar blind spot. Terima kasih lagi, Senior Jung."

"Oh ayolah, panggil aku Hoseok saja. Kita hanya berbeda dua tahun, jangan buat aku terkesan terlalu tua." Hoseok memasang wajah berlagak kesal sambil menyeruput teh hijaunya lagi―yang segera dibalas dengan gelakan tawa dari lelaki di hadapannya. Tawa yang membuat kedua matanya menghilang dan melengkung seperti bulan sabit tertidur.

Oh, tawa yang bodoh.

"Baiklah, Hoseok." Lanjut Jungkook sambil tersenyum manis. Lesung pipinya tercetak dalam. Pemuda itu menggelar Canson extra blanc berukuran A5-nya, mengeluarkan kotak alat tulisnya yang juga sebesar buku sketsanya. Menatanya sedemikian rupa di atas meja. Menggeser kopinya ke sisi kanannya dan melipat tisu di samping cangkirnya.

Tidak menyadari ada sepasang mata yang terlalu fokus mengamatinya dalam diam.

"Oke, kita mulai dari mana nih brainstorming-nya? Hoseok? Hey, man, you okay?"

Oh, lesung pipi bodoh.

*

Sudah empat jam mereka berdua duduk di sudut Starbucks seberang kampus Hanyang. Ada empat cangkir kosong dan dua tumpuk piring dengan remahan cake yang diletakkan di sisi meja dengan menyedihkan. Sayembara yang dijelaskan singkat oleh Prof. Kang sebenarnya sama sekali bukan perkara mudah. Jung dan Jeon harus membawa nama kampus dalam gelaran sayembara terbuka untuk merevitalisasi Seoul Forest. Menyerahkan desain 120 hektar tanah dengan aneka flora dan fauna, danau, serta bangunan penunjang kepada dua mahasiswa berprestasi dari Departemen Arsitektur termasuk tindakan berlebihan―ini menurut Jung dan Jeon sendiri―oh, mereka menghabiskan lima belas menit untuk mengumpati kebijakan jurusan yang seperti mengumpankan keduanya ke kandang macan.

Ayolah, mereka bukan anak planologi atau spesialis lansekap.

Mereka berakhir membuka jurnal bersama sambil mencorat-coret denah keseluruhan taman kota terbesar di Seoul tersebut. Membagi area mana yang akan dikerjakan siapa sambil mengkritisi desain pintu masuk Hyde Park-nya Decimus Burton di London, atau menggunjingkan konsep 'grand promenade' sebagai fitur paling esensial untuk taman di kota metropolitan milik Frederick Law Olmsted yang ia terapkan di Central Park New York.

Terlalu banyak ilmu baru yang belum dipahami. Terlalu banyak yang harus dibahas.

Rasanya seperti baru setengah jam ketika mereka mulai membahas tema desain karena sudah diduga, ciri khas desain mereka yang berbeda membuat keduanya terlalu larut mencari jalan tengah tanpa harus membuat salah satu ego terluka.

"Dibuat lengkung di façade sebelah kiri menurutku akan lebih estetis. Mengikuti pola danau. Jadi kesannya seperti satu kesatuan."

"Jeon, kau memang mau membuatku sakit kepala." Jung Hoseok memijit pelipisnya pelan.

"Ayolah, Jung, biomorfik tidak semengerikan itu." Jungkook menyendok blueberry cheesecake dari atas piring di hadapannya. Gerakannya diikuti Hoseok. Mereka berbagi satu cake dalam satu piring seperti teman lama―padahal mereka merasa tidak enak saja pada pramusaji yang berjalan malang-melintang karena sudah duduk di café terlalu lama―yang sebenarnya sudah tidak ada uang untuk beli kudapan untuk masing-masing. Mereka akhirnya sepakat jika lusa akan bertemu di taman kampus saja dengan membawa bekal sendiri. Keputusan yang telat memang, setelah keduanya mengabiskan lebih dari tiga puluh ribu won dalam dua hari.

"Alright memang tidak mengerikan tapi... oh, c'mon man, the shape!"

Jeon Jungkook menyukai ini.

Maksudnya, mengobrol dengan Jung Hoseok secara keseluruhan. Bagaimana kakak kelasnya ini menyampaikan idenya, merumuskan masalah, dan menyampaikan kembali kesimpulannya dari jurnal yang mereka bagi tugaskan. Selalu lugas dan tertata. Nadanya sabar seperti guru taman kanak-kanak dengan bahasan yang terlampau rumit dan terkadang cenderung ke arah filosofis. Tidak heran mengapa Jung Hoseok dinobatkan menjadi mahasiswa berprestasi sekaligus idola satu jurusan―oh, bahkan satu fakultas mengenalnya.

Salah satu karakter hangat yang tidak tergapai, katanya. Kecuali ia mengajakmu berbicara lebih dulu, jangan sentuh Jung Hoseok sembarangan. Karena rasanya ada jurang tak kasat mata antara mahasiswa biasa dan mahasiswa dengan kepadatan agenda harian gila-gilaan sepertinya. Mungkin hanya isu yang dilebih-lebihkan saja supaya sosok senior ini terlihat semakin keren. Karena Jeon Jungkook membuktikannya sore ini. Jung Hoseok hanyalah mahasiswa pada umumnya.

Dengan imajinasi yang tak biasa. Dengan rambut ikal halusnya yang tak biasa. Dengan caranya tersenyum dan tertawa yang tak biasa. Dengan segala penjelasannya akan mata kuliah yang belum Jungkok ambil dengan jelas dan mengayomi tanpa ada rasa menggurui.

Sore itu mereka berpisah ketika matahari sudah jatuh dan tak terlihat lagi. Keduanya berjanji akan bertemu dengan membawa analisis dari masing-masing area yang sudah dibagi dua. Untuk desain, mereka berencana untuk melakukannya sambil berjalan. Karena proses itu memberikan potensi untuk keduanya berargumen lebih lama―mereka memutuskan ini sambil tertawa-tawa, tenang saja.

Jeon Jungkook menyukai ini.

*

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 27, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DISTORTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang