This work is protected under the copyright laws of the Republic of Indonesia ( Undang - undang Hak Cipta Republik Indonesia No. 28 Tahun 2014 )
===================================
[ SUDAH TERSEDIA DALAM BENTUK BUKU ]
"Dia harus mati di tangan lo, Au...
Langkah kaki itu setengah berlari menelusuri sepanjang bibir pantai. Tidak peduli bagaimana baju dan celananya mulai basah karena terkena ombak, dirinya butuh menenangkan diri dari luka fisik dan batin selalu menghampiri setiap waktu.
Dinginnya udara malam dia hanya memakai baju lengan pendek dan tidak merasakan kedinginan karena sudah setengah basah. Yang jelas air matanya terus mengalir keluar hingga langkah kakinya berhenti di dekat bebatuan, di bawah pohon yang menjadi saksi tempat di mana dia selalu mengeluarkan semua kesedihan.
"Dasar anak nggak berguna! Kau hanya terus menyusahkanku! Bagaimana bisa bawa nampan berisikan tiga gelas teh hangat kau pecahkan?! Apa kau nggak pikir kerugian akan aku alami, huh?!"
"Maaf Ma,tapi kepalaku tadi sangat pusing ...."
"Alasan! Bilang aja kau nggak mau kerja! Jangan jadikan demam kamu itu sebagai alasan! Karena kau sudah kacaukan semua jangan harap kau dapat jatah makan hari ini!"
Menutup wajah menggunakan kedua tangan karena mengingat kejadian beberapa menit lalu membuatnya sedih. Dia benar bodoh kenapa selalu saja menyusahkan Mama dan Abangnya? Bahkan di saat umurnya sudah menginjak 18 tahun.
Suara tangisnya semakin terdengar seakan air laut, pohon, bulan dan bintang menjadi saksi tangisan pilunya. Tidak ada siapa-siapa di sini karena pengunjung pantai tidak akan berjalan terlalu jauh, apalagi hingga ke ujung dan terlebih ini sudah malam. Lampu penerangan tidak akan dipasang sampai sejauh ini dan hanya di tempat ini dia bisa menumpahkan segala kesedihan di hati, hanya di tempat ini dia bisa merasakan ketenangan sebelum kembali lagi ke rumah. Kembali lagi untuk menghadapi betapa tidak suka Mamanya terhadap dirinya.
Menghapus air mata merasakan perutnya terasa lapar dia belum makan sejak waktu lama. Mengingat dia hanya memakan sepotong roti pagi tadi setelah itu kerja hingga hari beranjak malam. Kembali menangis untuk sikap ceroboh sering dilakukannya bahkan hampir setiap hari.
"Aku pikir suara tangisan Mbak kunti."
Menoleh ke belakang dia dikagetkan dengan kehadiran seseorang. Pencahayaan yang kurang dan hanya mengandalkan cahaya bulan, lalu seseorang itu berjalan mendekat baru dia bisa melihat jelas.
"Si, siapa kamu?"
Seorang pria muda dan dia tidak berusaha menjawab cepat pertanyaan dia ajukan.
Lemparan sepotong roti dibungkus membuat tangannya dengan cepat menangkap.
"Ambil. Aku tahu kamu sedang kelaparan sekarang."
Beranjak berdiri menatap pria itu kinerja jantungnya berdebar kencang dia mulai merasakan ketakutan.
"To, tolong jawab siapa kamu?"
"Aku pelanggan yang tadi kamu layani. Yang memesan buah kelapa paling banyak, oh! Mungkin kamu nggak ingat tapi coba diingat lagi siapa pelanggan paling ramai datang? Yang tempati meja ujung sebelah kiri?"
Tentu saja dia tidak bisa mengenal satu per satu wajah yang datang. Tapi hari ini dia bisa mengingat cukup baik pelanggan paling ramai datang. Mereka mencapai lebih dari sepuluh sehingga dia dan Ibunya harus kesulitan mendekatkan meja agar mereka bisa duduk satu meja bersama.
"Sudah ingat?"
Dia mengangguk, "Ka, kamu mengikutiku .... sampai di sini."
Pria itu tersenyum, "Hmm, bisa dibilang iya juga. Aku nggak sengaja dengar obrolan kamu dan Mamamu waktu aku pergi ke toilet. Dan roti kamu pegang aku memberikannya cuma-cuma sudah perhatikan kamu sejak siang tadi, Adik manis. Kupikir alasan dibalik wajah kamu yang pucat karena kamu benar memang sakit."
Menyodorkan kembali roti itu, "Aku nggak akan menerimanya maaf, aku harus kemba —"
"Ambil aja, kamu butuh tenaga untuk kembali kerja atau kamu akan pingsan karena kelaparan. Kamu cantik dan seorang gadis cantik akan semakin cantik kalau nggak menangis seperti ini. Karena aku sudah melihat situasi kamu, bagaimana jika aku memberikan sebuah penawaran untukmu?"
"Maaf tapi aku nggak ngerti ...?"
Pria itu tersenyum lagi, "Aku akan jelaskan sekarang, tapi kamu nggak boleh potong penjelasanku dulu. Kuharap kamu mau menerima tawaran akan aku persiapkan."
"Siapa kamu? Aku nggak kenal ka, kamu tolong jangan bikin aku takut."
"Aku nggak akan macam-macam denganmu Adik manis oh iya, kita belum kenalan."
Menatap tangan itu terulur kepadanya dan dengan rasa takut masih menguasai tapi dia membalas uluran tangan itu.
"Diego Frasamuel, kamu bisa memanggilku dengan panggilan Bang Diego."
Σ>― ♡→
Hi all please, always support my story don't forget readers,
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.