💘 Jujurlah

82 5 0
                                    

Bab Enam







"Baiklah... Jika tidak ada tambahan lagi dari Profesor Surya. Rapat ini saya sudahi sampai disini. Terima kasih atas partisipasi dan kerja samanya. Selamat siang rekan-rekan." ucap Alana seraya tersenyum pada rekan-rekannya.



Untung saja, mereka dapat memulai rapat ini lebih awal. Hingga tepat jam makan siang meeting ini sudah selesai. Karena jika menurut pada jadwal, meeting ini dimulai pada pukul sebelas lalu diselingi makan siang bersama dan dilanjutkan setelah makan siang. Dan rapat itu bisa dipastikan selesai pukul dua siang.



"Maafkan saya, Pak. Saya tidak bisa menemani anda berkeliling." ucap Alana tidak enak. Prof.Surya pun tersenyum maklum.



"Tidak apa-apa, nak. Anakmu jauh lebih penting. Lagi pula ada dokter Haris yang akan menemani saya. Kamu tidak perlu khawatir." ucapnya menenangkan. Prof.Surya pun menghelus lengan Alana. Memang, beliau beserta istri selalu memperlakukan Alana seperti anak mereka.



"Terima kasih Profesor."



Alana pun mengedarkan matanya mencari mobil perusahaan yang akan mengantarnya pulang. Namun tidak berapa lama, sebuah mobil yang sangat ia kenal berhenti di hadapannya. Si empunya membuka kaca mobilnya, " Ayo masuk...." teriaknya memanggil Alana.



Alana terkesiap, sedikit mengernyit melihat siapa yang meneriakinya. Terlihat pemilik mobil itu menghembuskan nafas malas. Dalam persekian detik sang lelaki itu keluar dari mobilnya.



"Tunggu apa lagi dokter Alana, anda harus segera ke rumah sakit bukan?" geram lelaki itu yang tiba-tiba berdiri disebelah Alana.



Sontak Alana terbelalak, "Iya. Ta-tapi..." belum selesai ia menyelesakan ucapannya. Sebuah tangan mencekal lengan Alana lalu menarik tubuhnya.



"Kami permisi Profesor Surya. Selamat siang..." ucap lelaki itu cepat.



Profesor Surya tersenyum geli, "Oke. Hati-hati...."



Alana ingin sekali berteriak, memukul lelaki itu atau mungkin menendangnya.

Bagaimana bisa ia diperlakukan sangat kasar seperti ini!

Lengannya dicekal, lalu dipaksa masuk ke dalam mobil. Kalau saja tidak ada Profesor Surya dan beberapa karyawan di lobi pasti ia sudah melakukan apa yang harus ia lakukan. Dan tanpa bersalah lelaki itu hanya menyunggingkan senyum polosnya sepanjang perjalanan. Oh Tuhan, lelaki macam apa yang Alana temui kali ini.



"Apa maksudmu melakukan ini tuan tukang paksa?!" pekik Alana memecahkan keheningan yang sangat absurd ini.



Lelaki itu pun hanya terkekeh, "Aku hanya ingin membantumu, dokter..." Ucapnya dengan wajah innocent.



"Apa maksudmu dengan membantu? Membantu dengan menarik paksa seperti itu, aku rasa itu adalah suatu pemaksaan kehendak Pak Rial..." ucapnya ketus. Ia pun melayangkan tatapan tajamnya pada pria yang masih saja tersenyum tidak bersalah itu. Hm... Bukan hanya tersenyum lelaki itu tertawa sekarang. Sontak Alana mengangkat tasnya lalu memukul Rial sekuat tenaga, hal yang ingin ia lakukan sejak tadi.



"Aww...!" pekik Rial meringis, ia pun mengusap lengannya yang terasa nyeri saat ini. "Apa kau ingin membuat kita celaka, dokter?Apa sebegitu tidak sukanya dirimu padaku?" ucap Rial dengan tatapan memelas. Alana pun memutar bola matanya malas.



Alana lebih memilih bungkam, bagaimana mungkin diusianya yang hampir menyentuh kepala tiga ini tingkah lakunya masih kekanak-kanakan. Bahkan Alana yakin sang GM-nya ini sudah berumur lebih dari tiga puluh tahun. Apakah memang sikapnya selalu seperti itu? Entahlah sejak pertama kali mereka bertemu, lelaki itu selalu bersikap aneh. Tidak salah bukan Alana menyimpulkan seperti itu. Lalu bagaimana mungkin lelaki kekanak-kanakan itu bisa menjadi seorang GM perusahaan tambang terbesar di Indonesia ini. Alana menarik napas pelan, mengatur emosi dirinya. Dari pada memikirkan lelaki di sampingnya lebih baik ia mempersiapkan diri untuk bertemu Ziovan nanti.

A Good Man (REPOST) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang