APPROVAL

1.7K 147 31
                                    

Kala rumah kosong, bahkan peluk nya pun tak ada disini, rongga hati yang meronta minta diisi kenyamanan semakin berteriak kala rindu semakin menjadi, Lee Felix merindukan sosok kekasihnya yang jauh di sebrang sana mengadu nasib demi meminangnya na...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kala rumah kosong, bahkan peluk nya pun tak ada disini, rongga hati yang meronta minta diisi kenyamanan semakin berteriak kala rindu semakin menjadi, Lee Felix merindukan sosok kekasihnya yang jauh di sebrang sana mengadu nasib demi meminangnya nanti, ingin rasanya menarik tubuh tegap nan nyaman kembali ke dalam dekapan nya, namun apa daya ia tak boleh egois, ini pun demi kebahagiaan nya dengan si kekasih hati.

Bulan demi bulan berlalu, hanya berbalas pesan sesekali melakukan panggilan telepon hingga salah satu dari keduanya terjatuh ke alam tidur, mengisi energi untuk hari esok agar bisa menjadi pribadi yang lebih baik, baik untuk dirinya ataupun orang lain.

Negri perantauan jauh disana, Lee Felix masih setia menunggu Lee Minho di depan rumahnya berharap setiap mobil atau kendaraan yang melintas adalah terkasihnya yang pulang dari perantauan, sudah lima hari ini dirinya di rundung kegalauan, kabarnya tak kunjung ada bahkan sebait pesan tak kunjung di balas, dimanakah gerangan berada? Jelas saja si cantik khawatir akan kabar lelaki-Nya, apakah dia baik baik saja? Ataukah dirinya terluka? Entahlah Felix-pun masih berusaha berfikir positif hingga saat ini.

"Jika dia tak ada kabar selama seminggu, aku akan menyusul ke Jepang!." Ujarnya mantap, mengidahkan tukang pos yang terbengong bengong melihatnya menggerutu sendiri.

"Permisi? Surat." Felix bangkit seraya dirinya menghampiri lelaki paruh bahya yang menyodorkan selembar kertas lengkap dengan kotak kecil.

"Tumben sekali ada surat, terimakasih paman."

"Ya, nak." Selepas perginya pria itu, bokongnya kembali di daratkan di ubin teras rumah, menikmati sepoi angin sejuk yang menerpa wajah cantik tanpa make up nya, lengan nya terulur membuka surat.

Lee Felix, apa kabar?

Aku kekasihmu, kau ingatkan?

Mendongaklah.

Felix mendongak, tepat di depan pagar berdiri lelaki tegap dengan senyuman manis terarah kepadanya, apa ini mimpi? Felix menangis melempar selembar kertas berlari ke arah Minho, membuka pagar dan menubrukan tubuhnya dalam dekapan yang tertua.

Rumah tak lagi kosong, rindu yang menyesakan menguap sudah kala usapan di punggung nya meringankan rasa rindunya, ceruk Felix di hirup dalam dalam harum yang selalu ia rindukan untuk di cium, badan kecil yang selalu ia rindukan untuk di dekap. Pula surai halus yang begitu ia rindukan untuk di usap.

Lee Felix mengabaikan fakta bahwa ini masih di luar, dirinya menangis haru. Kakinya terasa melemas saking senangnya, kecupan ringan ia terima di pipinya seiring dengan air matanya bercucuran keluar. Masa bodoh, ia bahagia sekarang.

"Ayo masuk." Minho merangkul pinggang sempit Felix, memasuki rumah yang muda, membuka pintu harum dua tahun yang lalu masih terasa sama, sudut rumah di pajangi banyak foto mereka berdua, mungkin serindu itu Felix kepadanya.

"Kenapa lima hari ini menghilang? Aku benar benar rindu, dan kenapa kakak mengirimkan surat?." Tengkuknya di garuk pelan, jaketnya di sikap membuat yang muda memekik terkejut, Minho memandang Felix penuh rasa bersalah di tambah tangisan Felix pecah.

Limerence [Harem Felix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang