First

59 4 0
                                    

15 menit sebelum jam istirahat pertama berakhir.

Di jam seperti sekarang ini, suasana di kelasku memang sedang ramai-ramainya.

Di sudut ruangan, beberapa murid laki-laki terlihat sedang bermain gitar. Jujur saja, gaya khas menyanyinya itu cukup terbilang sangat memuakkan.

Ada juga temanku yang sinting seperti Ramadian Tio. Setiap harinya hanya mencari keributan karena sering menjahili para murid perempuan. Alias pembuat onar.

Lalu ada juga kaum gamers. Entah kenapa menurutku mereka ini yang paling berisik. Mulutnya terus komat-kamit melontarkan kata-kata yang tidak bisa dimengerti semua manusia normal seperti aku. Enggak jelas memang.

Di tengah keributan yang luar biasa ini, ada juga murid seperti Yusuf yang memilih untuk tidur dibalik buku yang sengaja ia taruh untuk menutupi bagian wajahnya. Apakah damai? Sepertinya dia akan bermimpi buruk.

Sedangkan beberapa murid perempuan ada yang terlihat sedang bergosip.

Ada yang sedang berhalu ria dengan dunia para Oppa Korea atau dunia K-Pop.

Ada juga yang rela menjaga pintu kelas hanya untuk memastikan ketika ada Bapak atau Ibu guru yang akan mengajar sudah mulai memperlihatkan batang hidungnya dari kejauhan. Biasanya siswi penjaga pintu ini akan berteriak memberi tahu seisi kelas untuk duduk rapih agar tidak terkena omelan. Mulia sekali memang.

Disaat seperti ini aku malah asyik dengan duniaku saja. Walaupun aku ikut bergabung di lingkaran para siswi yang sedang berhalu ria dengan dunia K-Pop, aku masih bisa fokus mengembangkan hobi berkhayalku melalui tulisan fiksi yang aku buat.

Kurang lebih begitulah gambaran suasana di kelasku. Penuh drama. Semoga kalian betah membayangkannya.

"Hana! Ada yang nyariin nih!" Teriak salah satu siswi penjaga pintu.

Tablemate-ku sekaligus sahabatku, Fara yang sadar langsung saja menyiku pelan lenganku.

"Kenapa?" Tanyaku penasaran sambil melepas salah satu earphone yang sedari tadi menyumpal telingaku.

"Ada yang mau ketemu lo di luar." Balas Fara.

"Siapa?" Aku menyernyitkan kedua alisku.

Fara mengedikkan bahunya. "Gue juga kurang tau sih."

Dengan langkah berat, aku bangkit dari kursi nyamanku menuju ke luar kelas.

Saat ku tengok sekilas, memang sedang ada yang menungguku di luar. Jika aku deskripsikan, dia adalah seorang siswa laki-laki berkulit putih, berbadan tinggi tegap dengan style rambut konsisten disisir ke samping, dan sepertinya aku sering melihatnya.

Saat dia melihatku, dengan ramah dia tersenyum lebar. Belum sempat aku membalas senyumannya, aku malah dibuat terkejut. Dia adalah Kavin.

Muhammad Kavin Pratama. Dengan predikatnya sebagai kapten basket di sekolahku, dia sangat populer. Dia juga seorang senior yang hingga sampai saat ini masih aku sukai.

Berbicara soal suka, mungkin hanya aku yang menyukainya. Mengagumi dari jauh, menjadi penggemar rahasia tanpa merugikan siapapun. Bisa dibilang, aku tidak mencoba mendekatinya, aku juga tidak pernah mencoba memberi kode kepadanya, dan bahkan aku tidak pernah melihatnya sedekat ini.

Luar biasa. Selama 1 tahun aku mengaguminya, baru kali ini aku bisa mengobrol dengannya.

Aku tersenyum kecil.
"Kakak cari saya?" Tanyaku penasaran. Perasaan itu muncul kembali. Jantungku berdetak semakin cepat. Semoga saja aku tidak akan salah tingkah berada di depannya.

If it Ain't Broke, Don't Fix itTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang