Karya: Moh. Syahrul Ramadhan
NeverlandHappy Reading
______________________________________Dama berjalan mengekor di belakang ku dengan kepala ditundukkan, kedua tangannya pun di bebani dengan tas milikku dan Friska.
"Bisa cepat, tidak? Lelet sekali." Aku merampas tas milikku dan Friska dari tangan nya. Dama hanya mengangguk sembari memainkan kedua tangan miliknya, kepalanya juga terus saja menunduk membuat aku semakin kesal. "Jam 16.00 nanti aku tunggu dikelas, tidak boleh telat."
"T-tapi, aku ada kelas jam 16.00 nanti." Dama sedikit mengintip dari balik poninya untuk melihat respon yang aku berikan. Aku tersenyum hambar dan menatapnya dengan sinis.
"Kau lupa? Papi yang membayar semua biaya kuliah mu, papi juga sudah repot-repot menampung mu dirumah. Tidak bisakah kau sedikit saja berbalas budi untuk membantu anak semata wayangnya ini?" ucapku dengan lantang dan berhasil menarik perhatian.
Semua pasang mata kini mengarah pada kami, seketika desas-desus mahasiswi memenuhi indra pendengaranku, dan Dama semakin menundukkan kepalanya lebih dalam.
"B-baiklah aku akan usahakan datang secepatnya."
Usai mendengar jawabannya aku langsung melenggang memasuki kelas bersama Friska-kekasihku, dan suara anak-anak terdengar lagi sedang mengejek Dama. Aku tidak menggambil pusing, bahkan aku merasa senang setiap kali tahu atau melihat anak itu di bully.Kantuk menguasai tubuh ku, mata ku rasanya sudah dipenuhi dengan pasir-pasir kasar yang membuat ku ingin sekali memejamkan mata. Belum lagi dosen yang menerangkan didepan kelas terdengan seperti sedang membacakan dongeng tidur. Sangat membosankan. Aku memilih membaringkan kepala ku diatas meja dengan tangan ku sebagai bantal.
"Bhakti, bangun." Suara lembut mengagetkanku. Ah ternyata Friska, aku menyapukan pandanga ku keseisi kelas yang sudah kosong melompong.
"Hmm, ayo pulang." Aku berdiri, sejenak kurentangkan otot-otot lengan dan belakangku agar lebih rileks.
Tanganku merangkul bahu Friska dan langsung ditepis dengan cepat, aku menoleh kesamping dan terkejut saat mendapati Dama lah yang sekarang sedang bersamaku.
"M-maaf, aku tidak-"
Aku langsung berjalan, tidak ingin mendengar kelanjutan dari kalimat Dama yang jujur membuat aku merasa malu. Bagaimana bisa aku bisa salah orang begini?Aku dan Dama tidak memiliki hubungan sama sekali. Kami hanya sekedar tinggal seatap rumah karena kemurahan hati dari papi. Dama adalah anak dari sahabat papi yang beberapa bulan lalu meninggal. Dan papi dengan senang hati 'merawat' Dama. Bahkan perlakuannya cenderung lebih menyanyangi Dama, begitu juga dengan mami. Aku seperti anak angkat dan Dama adalah anak emas.
Mulai dari situ timbul rasa dengki dihatiku, Dama seolah sudah merampas hak ku. Aku bahkan menunjukan ketidaksukaan ku terhadap Dama dengan terang-terangan didepan papi dan mami. Namun, lagi-lagi mereka lebih membela Dama dibandingkan aku.
"Loh, Dama bukan nya ada kelas sore, ya? Kok sudah pulang?" tanya mami saat aku dan Dama sampai dirumah. Aku mendengus tidak suka. Lihat, bahkan Dama lah yang disapa pertama kali. "Pasti gara-gara, Bhaktiar, ya?" Mami beralih melihatku.
"Kenapa selalu Bhaktiar, sih, mi?"
"Jadi siapa lagi?"
Aku tak menggubris dan pergi ke arah kamar. Lebih baik aku tidur daripada harus terlibat perdebatan lagi dengan mami karena gadis itu.
***
Hujan deras mengurung aku dan Dama di halte. Ini semua gara-gara Dama. Mami menyita mobil ku karena anak itu. Sedari kemarin aku sudah sangat benci dengan gadis ini, tidak! Dari awal mucul dirumah lebih tepatnya. Si pembawa sial dalam kehidupan ku.
"INI SEMUA GARA-GARA KAU! KAU PEMBAWA SIAL!" teriak ku pada Dama. Wanita itu hanya menunduk tanpa membela dirinya. Setidaknya itu lebih baik. Bibirnya membiru dan mukanya menjadi pucat. Aku yakin ia pasti kedinginan. Ah, apa peduliku.
"Sebentar lagi aku pergi" ucapnya dengan senyuman manis yang mengembang dibibirnya. Tunggu, manis?! Tidak! Tidak! Seperti nya aku salah. Bibirnya sangat pucat, tidak ada manis-manis nya.
Hujan pun mereda, langit juga sudah mulai gelap. Bus tidak ada, dan taksi? Lupakan soal itu. Aku tidak lagi memegang uang seperti dulu. Mau tidak mau kami harus berjalan hingga rumah.
Jalanan yang basah karena hujan membuat aku berjalan tidak nyaman. Banyak kubangan air yang membuat aku memanjangkan langkah kakiku. Sungguh, ini semua karena Dama. Wanita pembawa sial!
Suara sirine mobil polisi dan klakson mobil tiba-tiba terdengar sangat jelas dan nyaring dari belakang. Aku yang terkejut tidak sempat membalik badan untuk menengok apa yang terjadi. Tubuhku terdorong hingga aku terpental dan mendarat di trotoar jalan.
Barulah aku sadar ternyata polisi sepertinya sedang mengejar penjahat. Dan Dama ... DAMA!Jantung ku berdegup kuat serta akal yang melayang-layang. Aku tidak tahu apa yang terjadi, semangat dalam tubuhku seperti diambil.
Sekadar berdiripun tidak mampu.
Mobil polisi tadi menutup pandangan, aku tidak bisa melihat keadaan Dama. Apa dia baik-baik saja?"Teman anda sudah meninggal!" beritahu salah satu polisi yang sudah mengangkat tubuh Dama yang bersimbah darah berjalan menghampiri ku. Jantung ku seakan berhenti berpacu. Ini tidak mungkin! Ini mimpi?
Puing-puing peristiwa ku dan Dama melintas begitu saja di kepalaku. Tidak ada memori manis. Semua sikap ku sama kepadanya. Kasar.
---o0o---
Jangan lupa vote dan komen nya:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mini Historia: Broken
Short StoryTentang mereka, manusia-manusia kuat yang masih bisa tersenyum walaupun hati nya sangat rapuh dan di rendahkan oleh orang-orang sekitar. ------------------------ Story by: Member GBM