Epiphany

12 2 0
                                    

Karya: Adha Asy-Syifa
atlantis

Happy Reading
--------------------------------------------------------------------------

Pemakaman Sara dihadiri oleh orang-orang yang masih menyayanginya. Bibir Wendy melengkung tipis, memejamkan mata ketika angin bertiup ke arahnya, menerpa kulitnya dengan sentuhannya yang lembut. Ia yakin gadis itu pasti sedang ikut tersenyum bersamanya. Memperhatikan mereka dari tempat yang indah di langit sana.

'Lihatlah. Masih banyak orang-orang yang menyayangimu. Bahkan ayah dan ibu. Mereka tak henti-hentinya mengungkapkan rasa penyesalannya terhadapmu. Lihatlah, Sara. Betapa kebaikanmu dapat mengubah hati orang lain. Tak ada yang sia-sia dari semua usaha yang telah kau lakukan.' Wendy berjongkok di depan makam, tempat peristirahatan terakhir sang adik. Ia meletakkan seikat mawar putih di dekat nisan bertuliskan nama lengkap Sara beserta nama ayah mereka yang juga dipenuhi oleh taburan dan rangkaian bunga. Dia menatap pahit gundukan tanah yang mendekap raga saudarinya itu. Ditangannya terdapat sebuah payung yang menaunginya dari hujan.

"Aku merindukanmu, adikku. Ayah dan Ibu juga. Kami mungkin akan bahagia, tapi rasanya tidak akan lengkap tanpamu." Wendy bergumam sendirian.

"Kami semua sangat merindukanmu. Jangan cemas. Kami akan selalu berdoa dan mengunjungimu setiap waktu." Ia mencium batu nisan tersebut, kemudian bangkit.

Kini hidupnya bagai matahari yang kehilangan cahayanya, bagai lautan kehilangan ombaknya, bagai pagi kehilangan embunnya. Hidup sang sulung begitu hampa dan kosong. Tak berarti tanpa Sara di sisinya.

'Maaf Sara ....' Hanya dengan dua kata itu telah sukses membuat sang kakak dirundung rasa penyesalan yang amat sangat.

Terakhir kata yang ia ucapkan adalah dua kata itu kepada Sara sebelum tubuh gadis itu dikuburkan. Rasanya sejuta maaf pun tak mampu menghilangkan penyesalannya.

Wendy menutup matanya dengan luka batin yang kembali berdarah dan tercabik perih. Perasaannya campur aduk, terombang ambing dari sisi ke sisi. Di satu sudut hatinya yang terdasar, ia terkejut dan tak menyangka bahwa ternyata bukan cuma dirinyalah yang menyimpan rasa sakit itu. Namun, di sudut lain, miris rasanya menemukan fakta bahwa banyak hal yang masih belum ia ketahui dari Sara. Ia mengusap wajahnya yang getir. Seandainya saja mereka tahu perasaan masing-masing. Pertahanannya runtuh dan amblas dalam waktu singkat.

Wendy sontak termenung. Musim hujannya telah pergi. Meninggalkan luka dan kenangan berarti yang tak akan mungkin menghilang sampai kapanpun. Terutama bagi dirinya sendiri. Ia memegang dadanya. Hampa dan Sakit. Masih sama seperti saat ia mengecup kening Sara untuk yang terakhir kali. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Ia kini harus berjuang seorang diri. Tak ada lagi bahu adiknya, tempat ia melepas lelah. Tak ada lagi mata berkilau milik adiknya, tempat ia mencari asa. Separuh hidupnya sudah ikut terbawa mati.

"Maafkan aku," lirihnya. Kedua maniknya memanas. Entah sudah berapa banyak air mata kesedihan yang tumpah hari ini, dan ia tidak perduli dengan hal itu sekalipun air matanya telah habis.

"Tapi aku berjanji selagi aku hidup, aku akan berjuang keras untuk mewujudkan harapanku. Harapan kita." Ia teringat pada sebuah janjinya dulu dengan Sara, membahagiakan kedua orang tuanya. Dan setelahnya ia menengadah menatap langit. Bahkan langitpun menangis untuknya.

'Setelah hujan turun, maka akan muncul pelangi yang ditinggalkannya untuk orang-orang disekitarnya. Namun sayangnya tak semua orang dapat menyadari keindahan tersebut.'

---o0o---

Jangan lupa vote dan komennya😊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mini Historia: BrokenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang