2.

81 14 4
                                    

Sudah lima tahun aku menjalani kehidupan yang indah ini, setelah lahirnya anak laki-laki yang aku kandung selama 9 bulan. Hidupku indah akan kehadirannya, terkadang aku juga merasa sedih ketika melihat Zender Carel yang sedikit mirip dengan ayah.. maksudku Dexter. Zender anak yang pintar dan mudah bergaul.

"Pih, Zender mau es krim itu, uhuk!" ucapnya menarik-narik celanaku pelan. aku berjongkok menyamakan tingginya.

"boleh, tapi nanti setelah batukmu sembuh," aku megusap kepalanya lembut.

Zender memanyunkan bibirnya tanda ia kecewa. Aku selalu berterima kasih pada Tuhan yang telah menulis skenario hidupku ini, dengan kehadiran buah hatiku Zender, hidupku lebih berwarna dan bahagia. Aku berharap, semoga buah hati ku ini tumbuh menjadi anak yang murah hati dan kuat.

"pih, gendong," manjanya.

Taman ditengah kota ini selalu ramai pada akhir pekan tak jarang aku juga selalu bertemu rekan-rekan kerjaku. Ah iya sedikit cerita, kini aku kerja disebuah perusahaan terkenal dikota ini, walaupun pekerjaanku adalah OB tapi setidaknya, kini aku bekerja diperusahaan bergengsi. hehe.

"haii adik kecil," "ihh kamu lucu banget sih," "mau bawa pulang adiknya dong kak, boleh?"

Yap, aura Zender sangat memikat orang-orang sekitar, ia memiliki aura yang sama seperti Dexter. Bicara soal Dexter, rumornya kini ia sedang berada di US dan rumornya kini ia memiliki pacar seorang model majalah terkenal. Seorang teman SMA ku Revan kebetulan dekat dan masih berkomunikasi dengannya, Revan juga selalu menanyai kabarku.

Walaupun aku sudah tidak peduli dengan sahabat Revan itu, tetapi ia selalu memberikanku kabar baik tentangnya. Tapi tak apa, setidaknya aku menjadi pendengar yang baik buatnya.

"pih, mau pulang,"

Aku tinggal di sebuah kontrakan kecil yang cukup untuk aku dan Zender. Untungnya Zender bukan anak yang selalu minta ini-itu, kadang aku membelikan sebuah mainan tapi tak lama dia bosan. Yang paling dia suka hanya ice cream.

"Pih.. Kok Zender cuma punya Papih?,"

Semenjak ia pandai bicara, ia selalu bertanya tentang hal ini. Kadang aku berfikir, mungkin ia dengar dari beberapa orang tua murid yang kepo tentang Zender

Yaa, hal ini juga pernah terjadi padaku. Saat pertemuan orang tua di sekolah taman kanak-kanak. Mereka bertanya tentang keberadaan ibu Zender. Aku selalu sabar jika mereka menanyakan hal itu, jika aku marah itu tidak benar, mereka hanya bertanya. Sekarang jika mereka menanyai hal yang sama, aku hanya bisa memberikan senyuman terbaikku.

"Kamu masih disini?, aku kira sudah pulang,"

Dia Rayhan, rekanku, hanya saja beda devisi. Devisi dia lebih tinggi dariku. Dia sangat peduli pada Zender, Zender pun merasa nyaman dekat dengannya.

"Besok kita jalan-jalan yuk Zen, kamu mau kemana?," tanya Rayhan

"Zender mau naik roller coaster om," dengan nada bocahnya.

"Hei.. kamu belum dewasa sayang, mana mungkin kamu naik wahana itu?," ucapku

"Huu.. papih selalu pelit, Zen sudah besar, sebentar lagi akan menyusul tinggi papih,"

"Kalau gitu. Coba susul tinggi om,"

Rayhan memang lebih tinggi dariku, tinggiku sejajar dengan pundaknya, dia memliki tinggi sama seperti Dexter.

"Om itu rasaksa,"

"Hahaha. Besok om bakal ajak Zen ketempat yang keren,"

"Aku kira kamu hanya pura-pura. Kamu mau ajak Zender kemana?," tanyaku

ChancesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang