2. Lust

1.7K 133 41
                                    






















































Jisoo tersentak, pemuda berparas manis itu terbangun begitu saja dari tidurnya.

Dengan cepat mendudukan tubuhnya, tatapan remaja bermata rusa itu langsung mengedar kearah sekitarnya. Mendapati dirinya berada disebuah kamar yang tak ia kenali.

Jisoo dengan cepat memeriksa kondisi tubuhnya ketika ingatan tentang dirinya bersama Choi Hansol diatap sekolah sekilas teringat.

Oh tidak...

Pemuda manis itu menunduk dan menghela nafas lega karena merasa tak ada satupun yang salah dari tubuhnya.
Tapi tangan mungilnya dengan cepat membenarkan kerah kemeja sekolahnya yang terbuka karena dua kancing kemejanya yang terlepas.

Jisoo menghembuskan nafas panjang. "Choi Hansol sialan!"

Remaja laki-laki yang lahir di Amerika itu mengumpat pelan, menyadari jika yang melakukan ini padanya pasti memang pemuda berparas Eropa itu.

Ia turun dari atas ranjang dan melangkah perlahan, mencoba mencari tahu dimana pintu keluar kamar ini. Remaja mungil itu menggigit bibir tipisnya kecil ketika sampai didepan sebuah pintu berwarna coklat.

Sayup-sayup dari luar dapat didengarnya beberapa orang tengah berbincang, lebih tepatnya mungkin beberapa pria, karena suara yang terdengar hampir semuanya bernada rendah dan berat.

"Dia ada di kamarku."

Jisoo memejamkan matanya, tidak salah lagi, itu suara Vernon.

Tatapannya mengedar untuk kembali mencermati kamar itu, Jisoo menggeleng mendapati betapa luasnya kamar itu. Secara keseluruhan kamar itu bercat warna abu-abu dengan tirai tipis berwarna putih tergantung disetiap jendela kaca tinggi di kamar itu.

"Jangan berbohong, Hansol. Bagaimana mungkin kau bisa semudah itu membawanya kemari?"

Jisoo menegang ketika mengenali suara itu, pemilik suara berat itu sudah pasti Choi Seungcheol.

Ya Tuhan, tidak mungkin bukan Jisoo sekarang berada di kediaman Choi bersaudara. Untuk apa Vernon membawanya kemari?

Jisoo panik, apalagi ketika membayangkan ia harus terperangkap disini untuk menghadapi Vernon dan kakak-kakaknya.

Oh tidak, itu tidak bagus!

Jisoo langsung berbalik, memutari ruangan luas itu dan menemukan sepatunya ada ditepi ranjang.

Remaja bertubuh mungil itu dengan cepat mengenakan sepatunya, menalikannya dengan kuat.

Ia melongok kearah luar jendela dan bersyukur karena ini bukan di lantai dua. Dengan sedikit kesusahan anak laki-laki yang memiliki paras cantik itu membuka kunci jendela dan dengan begitu hati-hati mendorong jendela kaca tinggi itu agar terbuka.

Jisoo membawa tubuhnya naik ke kusen dan ketika ia sudah yakin, pemuda manis itu melompat dan menapak dengan mulus diatas paving beton yang berada dibawah jendela itu.

Remaja mungil itu memegangi dadanya yang serasa ingin meledak, belum dengan jantungnya yang terus-terusan berdetak dengan kencang.

"Aku benar-benar konyol jika mati karena ini semua." Umpat Jisoo dengan berbisik. Ia memegangi kerah kemeja sekolahnya dan menutup perlahan jendela dibelakangnya.

Setelah memastikan jika ia memang tak membawa barang apapun karena sepertinya ranselnya ada pada Vernon, Jisoo akhirnya memilih mengabaikannya.

Walaupun ia juga sedikit merutuk karena dalam ranselnya terdapat dompet dan juga ponselnya, Jisoo hanya berharap ia dapat kembali memiliki ranselnya nanti.

Our Lovely PleasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang