HELP! 2 [END]

148 7 2
                                    

Aku buat 2 chap. karena 1 chap ngga cukup. hehe.

Happy reading...

***


Reyna POV.


Haruskah aku bernapas lega?

Apa kali ini Tuhan benar-benar menolongku?

Aku menoleh kesamping kanan. Mendapati seorang laki-laki dengan baju hitam polos serta celana bahan berwana abu-abu seperti rok-ku.

Apakah aku mengenalnya? Maka jawabannya tidak.

Dia lelaki yg aku tidak ketahui namanya. Dia adalah penolongku.

Apakah dia malaikat kiriman Tuhan?

"Sudah sampai." dia memandangku. Kutatap matanya.

"Kenapa kamu menolongku? Bukankah kita tidak saling kenal?"

Dia tidak menjawab. Hanya tersenyum. Senyum yg rasanya sangat lembut.

"Ayo aku antar masuk ke rumahmu."

Dia keluar dari mobil. Berjalan memutar dan membukakan pintu samping tempat dudukku.

Meraih tanganku dan menuntunku menuju rumah.

"Siapa namamu?" tanyaku pelan.

"Aryano. Arya." jawabnya.

"Non..." satpam rumahku terheran melihatku pulang bersama seorang lelaki dengan keadaan sembab dan berantakan.

Arya memapah tubuhku hingga kedepan pintu. Lalu memencet bel rumah.

"Sia--pa.."

"Reyn?!" Aku terbelalak. Mama. Kenapa Mama dirumah? Bukankah kemarim Mama mengatakan akan ke Kalimantan mengurus beberapa proyek?

"Ada apa, Ma..." Papa! Astaga. Apa yg harus aku lakukan.

"Om, Tante. Biarkan Rey masuk. Saya akan menjelaskan apa yg terjadi." Arya sigap ketika orangtuaku ingin menanyakan apa yg terjadi.

Mama mengambil alih tubuhku. Memapahku kedalam dan membaringkanku disofa.

"Ma.. ma.." ucapku tersendat.

"Sstt..." Mama menyuruhku diam. Menyelimuti tubuhku dengan selimut yg biasa tersedia diujung sofa.

"Ekhem.. Jadi Om Tante, perkenalkan saya Arya teman Rey di sekolah." Arya membuka percakapan.

"Tolong jelaskan apa yg terjadi pada anak saya," ucap Papa tak sabar.

Dengan jelas Arya menjelaskan apa yg telah menimpaku. Aku terisak dipelukan Mama.

"Brengsek!" Papa menggebrak meja kaca yg membatasi sofa.

"Ma-maafin Reyn.. Ma.. Pa.." isakku.

"Kenapa kamu ngga bilang kalau hal seperti itu terjadi padamu, nak?" tanya Mama dengan suara parau.

"Re-reyn, ngga mau bikin Mama sama Papa kecewa.. Re-reyn.. hiks..."

"Ssttt... Mama tidak akan marah padamu. Maafkan Mama yg terlalu sibuk hingga jarang memperhatikanmu. Maafkan Mama.." Mama terisak. Aku yg tak kuasa pun semakin menangis. Sakit rasanya melihat Mama menangis seperti ini.

"Akan kubuat dia mendekam dipenjara seumur hidup karena berani menyentuh anakku!" Papa segera bangkit dan berjalan menuju kamar tidur Mama dan Papa.

"Maafin Reyn, Mama."

"ssstt... Reyn ngga salah sayang. Reyn ngga salah. Mama yg salah karena gagal melindungi Reyn."

"Mama ngga salah, Mama adalah Mama terbaik bagi Reyn."

***

Satu minggu kemudian.

Pengadilan.

Author POV.

"Menurut penjelasan dari pihak korban serta bukti yg mengarah kepada pihak pelaku/terdakwa. Maka saya tetapkan pelaku/terdakwa melanggar pasal 76E UU 35/2014. Dengan Hukuman penjara 20 Tahun."

TOK! TOK! TOK!

"Mama" Reyn memeluk Mamanya yg terisak.

"Papa sudah mengurus kepindahan sekolahmu." ucap Papa nya seraya mengecup kening Reyn. Reyn hanya mengangguk.

Lalu, matanya tak sengaja melihat sosok yg ia kenal.

"Mama, Reyn ingin menemui seseorang sebentar. Bolehkah?"

"Ya. Jangan jauh-jauh. Mama sama Papa tunggu dimobil." Reyn hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu berlari kearah pintu keluar.

"Arya!"

"Huffttt..." Reyn menarik napas setelah mengejar Arya yg berjalan cepat kearah mobil yg dia pakai.

"Hei, ada apa?" Arya menepuk-nepuk pelan punggung Reyn yg masih terlihat mengatur napas.

"Kenapa tidak bilang jika kamu kemari?" tanya Reyn setelah napasnya teratur.

"Aku hanya ingin memastikan Pak Didi mendapatkan balasan yg setimpal." jawab Arya.

"Lagian, aku tidak memiliki nomor ponselmu." kekeh Arya.

Reyn menggaruk kepalanya yg tidak gatal.

"Iya, juga. Nanti aku kasih deh." Reyn ikut terkekeh.

"Ngomong-ngomong, makasi ya untuk semuanya. Coba aja ngga ada kamu. Pasti aku semakin rusak." Reyn tersenyum tulus.

"Tidak usah terima kasih. Aku hanya melakukannya sebagai teman."

"Ayo aku traktir kamu." ajak Reyn.

"Boleh."

"Aku ijin Mama Papaku dulu, oke."

Masih dengan berdiri berhadap-hadapan. Reyn menelpon sang Mama, memberitahukan jika ia bersama Arya dan akan mengajak Arya makan untuk mengucapkan rasa terima kasih.

"Ayo. Akan aku tunjukkan cafe favoritku." ucap Reyn.

Mereka berdua menaiki mobil yg dibawa Arya. Pergi meninggalkan pelataran parkir pengadilan.

***

Mobil Arya terparkir disalah satu Cafe terkenal dikalangan pelajar.

Mereka mendapatakan kursi dilantai dua tepat disebelah kaca yg memamerkan betapa padatnya lalu lintas.

Makanan yg mereka pesan telah datang. Mereka pun makan dengan lahap tanpa ada yg berbicara.

"Reyn, boleh aku mengatakan sesuatu?" Arya bersuara setelah makanan dihadapannya habis.

"Ya, katakanlah." jawab Reyn, yg langsung meletakkan garpu dan sendoknya diatas piring dan mengelap bibirnya menggunakan tissu yg tersedia diatas meja.

"Bukan aku ingin menyinggungmu. Tapi aku harus mengatakan ini." Arya menarik napas pelan sebelum melanjutkan. "Jika kamu sedang ada masalah atau ada sesuatu yg menimpamu, minta tolonglah pada siapapun yg ada disekitarmu. Tidak peduli mau kamu dimanapun, jika terjadi sesuatu katakanlah pada seseorang yg bisa menolongmu. Jangan diam dan menunggu seseorang menyelamatkanmu sepertiku. Karena tidak semua orang akan berperilaku sepertiku. Mungkin kamu beruntung kali ini, tp tidak untuk lain kali bagaimana? Kamu harus berani. Jangan diam. Lakukan apa yg bisa kamu lakukan. Kamu paham apa yg kumaksud kan?"

Reyn mengangguk dan tersenyum.

"Sepertinya aku menyukaimu, Ar." ucap Reyn sepontan.

Arya terbelalak. "Kau gila??"

"Hei! Tentu saja tidak!"

"Lalu kenapa mengatakan hal seperti itu?"

"Seperti itu yg bagaimana? Aku menyukaimu?"

"Ya."

"Tapi aku benar-benar menyukaimu. Love you Arya."

"Amit-amit!"

Reyn tertawa terbahak-bahak hingga beberapa penunjung Cafe melihat kearah mereka berdua.

Tamat.



HELP! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang