Seorang Peramal Memberiku Hadiah

422 17 1
                                    

Anneke S. Aduh. Mampus deh. Sekedar info aja, kalau udah ketemu dia, pasti hidup kita akan lebih buruk. Nenek ini bagaikan peramal untukku.

Anneke S. adalah orang yang mengetahui takdirku,, dan mengetahui ajalku. Entah dia cuma ngomong asal karena udah tua atau mungkin emang kejadian aslinya akan seperti itu, aku nggak peduli.

Yang ingin aku lakukan adalah berusaha menjalani hidupku sebagai remaja normal. Tidak dihantui kalimat 'kau akan segera mati', walau diucapkan dengan bahasa yang disamarkan.

Aku memandangi Nenek Anneke di luar sana, dia bersandar di pohon pinus sambil menghadapku. Walaupun jaraknya lumayan jauh, tapi aku tahu bahwa pandangan matanya yang tajam itu mengarah kepadaku.

Tangannya mulai bergerak. Jari telunjukknya mengacung ke atas, beberapa detik kemudian menunjuk ke arahku. Aku nggak mengerti apa maksudnya.

Lalu jari jarinya bergerak lagi. Kelima jarinya kini menunjuk. Aku tidak terlalu mengerti kemana dia menunjuk sebenarnya, tapi aku punya firasat bahwa dia menujuk pada secangkit Espresso yang kuminum kemarin sore.

'Apa dia marah karena aku belum menghabiskannya, ya?' entah kebapa aku berpikir kesana. Tapi aku segera menjauh dan hendak membuang sisa kopi itu.

Tindakkanku terhenti ketika aku lihat isinya. Ketika aku melihat pantulan wajahku, entah gimana caranya, tapi aku seolah melihat kejadian hidupku yang akan datang. Dalam kopi itu, aku melihat diriku sedang di atas panggung, kemudian aku memegang banyak piala, dan akhirnya aku sendirian di dalam ruangan.

Aku tidak mengerti. Kemudian aku alihkan pandanganku ke jendela, dan tiba tiba kulihat nenek Anneke berdiri tepat di depan jendela Paradise On Earth.

"Sampai satu akhir tahun, nak" ucapnya.

"Apanya? Akhir tahun apa, sih?" tanyaku. Tapi sebelum dijawab, dia menghilang. Akupun kembali membereskan cangkir dan mencucinya.

Tepat jam 9, Anton bangun dan menghampiriku.

"Selamat pagi.." katanya.

"Oh, hai! Pagi juga!" ucapku tersenyum dan memberinya roti bakar yang baru kubuat.

"Tidak ada yang aneh di dalamnya kan?" ucapnya sambil memperhatikan rotiku.

"Hanya aku masukkan kaus kaki micky mouse, satu sendok semen nuttella dan kubakar empat jam. Apa ada yang aneh?" ucapku asal.

Dia tersenyum dan mengambil sarapannya. Aku melanjutkan bersih bersih. Beberapa menit kemudian, Kenji dan Meidy bangun. Mereka ikut makan juga sementara aku menonton tv.

Jam 12. Teman temanku melanjutkan membuat gaun yang akan kupakai nanti.

------

Hari hari berlalu dengan cepat sekali. Tanpa aku sadar, sekarang sudah tanggal 22.

Aku masih menjalani kegiatan menjadi model di beberapa majalah tiap minggunya. Kenji, Meidy dan Anton juga masih membuatkanku pakaian untuk photoshoot sambil terus mengerjakan gaun untuk kelulusan mereka. Setiap hari mereka tidur dini hari dan bangun pagi pagi untuk kuliah.

Sore ini, sore yang biasanya terjadi. Teman temanku bekerja dan aku membuat teh hangat. Tapi tiba tiba Anton menerima telepon dan......

"......."

"Hah? Serius, Pak?" ucap Anton kaget.

"......."

"Yah.. Masa gitu sih.."

"......."

"Iya deh, terserah bapak aja"

Anton memutuskan teleponnya sepihak. Kami semua memandanginya.

"Teman teman, singkirkan semuanya. Kita mulai gaun yang baru" ucap Anton pasrah pada Kenji dan Meidy.

"HAH?" ucap Kenji kaget.

"APA MAKSUDMU BILANG SEPERTI ITU??" teriak Meidy dan menggebrak mejanya.

"KITA UDAH NGERJAIN INI SETIAP HARI, KURANG TIDUR DAN TIBA TIBA KAU MENYURUH KAMI BERHENTI??" teriak Kenji.

Anton menghela nafas dan berkata, "Lupakan gaun itu, kita mulai yang baru." lalu ia mengeluarkan sketsanya yang baru.

Gaun berwarna hijau tosca dan merah selutut dengan banyak hiasan di pundaknnya.

Kenji dan Meidy melihat sketsanya. Entah kenapa, walaupun di kecewakan mereka tetap menurut untuk membuatnya.

Mereka mulai membereskan semua sampah guntingan kain di meja. Mulai dengan menggunting warna kain yang baru. Dan kembali bekerja dengan segala yang baru. Aku nggak tau gimana perasaan Meidy dan Kenji.

Malam hari telah tiba. Meidy dan Kenji sudah tidur lebih dulu. Hanya aku dan Anton yang masih bangun.

Anton masih bekerja. Menjahit kainnya dan menempelkan berbagai hiasan di sekitarnya. Aku memperhatikannya.

"Hei.." sapaku sambil tersenyum melihatnya.

"Halo" ucapnya singkat sambil terus bekerja.

"Apa yang terjadi tadi sore? Siapa yang menelepon?" tanyaku. Dia tidak menjawab "Eh, maaf, aku lancang, ya?" ujarku cepat cepat.

"Dosenku menelepon.." jawabnya akhirnya, memandangku.

"Lalu..?" tanyaku.
"Dia memintaku segera membuat gaun untuk Natal" lanjutnya.

"Natal? 3 hari lagi? Kenapa tiba tiba sekali?" tanyaku kaget.

"Aku juga nggak ngerti, Mon! Dosenku bilang, aku adalah mahasiswa paling hebat di kampus ini, jadi mungkin dia pikir aku bisa menyelesaikannya dalam 1 jam" jawab Anton.

"Kau memang hebat! Aku sering mengintip presentasimu di kelas dan kau pasti dapat tepuk tangan paling banyak" ujarku meringis. Dia begong memperhatikanku. Mungkin berpikir 'gimana ini anak bisa ngeliat gue?'

Tapi aku tersenyum dan berkata, "yah, tapi biar bagaimanapun, kau bukan robot yang bisa melakukan segalanya dalam sekejap" ujarku "Dan kuharap kau tau apa yang kau lakukan. Semoga kau tidak salah menyuruh Kenji dan Meidy mengerjakan gaun itu" ujarku lagi

Anton menghela nafas.

"Semoga saja" ucap Anton akhirnya.

"Kau pasti akan menjadi desainer paling hebat di dunia.." ucapku sambil tersenyum padanya.

Dia meletakkan jarum dan benangnya di meja. Kemudian memegang tanganku.

"Keluar yuk" ucap Anton.

"Hah...?"
.
.
.

Paradise on EarthTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang