Nenek bernama Anneke S. ini sedang diam di koridor dengan pakaian kuning dan sneakers. Dan topi Yankees hitam berdiri kokoh di atas kepalanya.
Baru kali ini aku ngeliat nenek nenek kayak gini. Kenapa ya dia ga pake kaus metallica sama sepatu boots. Gaul abis.
"Mona Aghnia.." ucapnya.
"Eh, sebenarnya Mona Agatha, bu.. Eh, nek.." ucapku gugup. Sedetik kemudian aku ingin membunuh diriku sendiri. Dia ini setan, Mon!
"Aku tidak bicara padamu, nona muda" ucapnya. Agak kesal mungkin ya? Bodo amat. Emangnya aku juga ga kesel apa diteror nenek nenek kebanyakan nonton pokemon gini?
"Iya deh.. Selamat siang" jawabku. Walaupun aku ingin segera pergi, tapi kakiku tidak bisa digerakkan sama sekali.
"Aku bicara pada dirimu... Yang sebenarnya." katanya. Aku menatapnya. Heran. Bingung. Pengen ke wc. Oke, abaikan yang terakhir.
"Bersama 1 orang lagi, hidupmu akan lebih baik" ucapnya. Nada datar tanpa ekspresi.
"Apa maksudmu?" tanyaku.
"Tanyakan hal yang lebih penting, gadis kecil" ucapnya.
"Apa takdirku.. Yang sebenarnya?" tanyaku lagi.
"Pernah kau dengar mitologi.. Dewa yang membelah manusia menjadi dua badan." tanyanya. Aku menggeleng.
"Dahulu kala, laki laki dan perempuan hidup dalam satu tubuh, dengan 4 mata, 4 tangan, 4 kaki, 2 hidung dan sebaganya. Termasuk organ organ dalamnya. Tapi kemudian sang dewa, Dewa Zeus membelahnya. Menjadi laki laki dan perempuan dalam dua badan. Karena itu setiap manusia kini sedang berusaha mencari belahan jiwanya,, yang satu lagi." jelasnya. Aku hanya mendengarkan.
"Dan....?" tanyaku lanjut.
"Temuilah orang itu" jawabnya.
"Gimana caranya? Siapa dia? Dan apa maksudmu menyuruhku begitu? Aku bahkan nggak kenal nenek?!" ucapku kesal.
Dia diam. Tidak menjawab dan mengatakan hal lain,,
"Kau akan berhasil menemukan orang itu. Tapi kau akan gagal menyelamatkan orang terpenting dalam hidupmu." katanya lagi.
"Hah..? Nenek bicara apa, sih? Aku nggak ngerti ini! Apa maksudmu?" tanyaku.
Tapi sebelum dia menjawab, dia sudah menghilang meninggalkanku.
Akupun melanjutkan perjalanan menuju teman temanku.
"Hei lama sekali!" ujar Meidy sambil membereskan potongan kain dimejanya.
"Maaf maaf maaf hahaha" ucapku.
"Bagaimana?" tanya Anton.
"Begitulah.." jawabku singkat. Aku lelah sekarang.
"Oke deh. Jawaban yang membantu sekali" ucap Kenji.
Aku duduk dan membuka hpku. Mengecek semua sosial mediaku. Banyak sekali e-mail dan mention yang masuk di akunku.
Semua isinya hanya menanyakan 'dimana aku' dan tentang 'sekolah yang mencariku'
"Bullshit" ucapku kesal sambil melempar hpku ke meja. Rusak aja sekalian, gapapa kok. Isinya cuma pesan pesan menjijikan.
"Kau kenapa sih? Ada masalah?" ujar Kenji.
"Nggak apa apa kok. Lupakan saja, aku lelah. Selamat malam" ucapku sambil meluruskan kakiku
"Selamat siang juga" ucap Anton.
Aku memejamkan mata. Dan tiga detik kemudian, aku tertidur..
Malam hari. Omaigatdemshit gue lama amat tidur! sompret abis ga ada yang bangunin lagi.
Aku mencuci muka. Aku masih di Paradise On Earth. Aku berjalan keluar.
Ketika masuk ke ruangan lain, aku mendapati Anton sedang menggambar sesuatu.
"Hei, sedang apa kau?" tanyaku sambil duduk di sampingnya.
"Mencuci baju, seperti biasa" jawabnya sambil terus menggambar, tidak memandangku. Yah,, cowok yang romantis sekali.
Aku melihat gambarnya. Gaun berwarna hitam yang bagus banget. Dengan hiasan kepala menjuntai ke bawah. Rasanya mungkin seperti Aphrodit jika mengenakannya.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Anton.
"Tidak ada.." jawabku. Tidak yakin harus berkata apa.
"Kau nggak pandai bohong"
Aku ingin berkata 'bukan apa apa' tapi yang keluar malah, "hmm-mm"
Tapi kalau aku ceritakan, apa dia akan percaya? atau menganggapku gila mulai sekarang?
"Oke deh, mungkin terlalu privasi ya?" katanya.
"Eh, nggak kok!" ucapku langsung.
Akhirnya aku menceritakan semuanya. Tentang nenek dan kata katanya itu. Tapi tentu saja aku nggak menceritakan soal kegagalannya.
Agak aneh juga kan kalau misalnya aku bilang 'hai, Anton! aku bakalan ketemu belahan jiwaku, loh! tapi ngomong ngomong aku bakal gagal nih nyelamatin orang penting'. Galucu banget.
"Kayaknya kamu akan..." ucapnya terpotong. Tidak dilanjutkan.
"Akan apa?" tanyaku bingung.
.
.
.