"PLEASE, biarin gue rampungin satu paragraph lagi," ucapku desperate.
Orang yang bersangkutan hanya menatapku tajam. Kepercayaanya padaku sepertinya sudah hilang. Kata siapa persahabatan antar cowok itu loyal? Persahabatan kami melibatkan unsur win-win dan itu membuatku ingin mencekiknya hingga sekarat.
Tatapannya berubah ke laptop biru jagoanku. Oh, tidak.
"Gue gak sebrengsek itu mau ambil laptop lo," ujarnya tersinggung.
Fiuh, setidaknya dia masih memiliki akal sehat. "Gue udah sahabatan sama lo semenjak lo pindah ke rumah gue waktu sekolah dasar, setidaknya gue bisa nebak satu-dua hal yang lo pikirin sama mata dibalik kacamata lo itu," sinisku.
"Yah setidaknya gue tadi pengen nutup laptop lo secara tiba-tiba biar autosave-nya gak jalan, dan lo mokad," ucapnya, lalu dia membuat gestur menyebalkan andalannya, mengangkat bahu dan memutar bola mata.
Waah, kenapa si brengsek ini tidak bisa kupukul? Bahkan bunda dan ayah sangat menyayanginya dirumah.
Yep, karena si brengsek ini saudara jauhku. Sangat-sangat jauh. Bahkan tidak ada di akar keluarga kami. Setelah sekian lama menumpang di rumahku, sekarang dia resmi pindah ke rumah yang dibangun di tanah peninggalan orang tuanya.
Baguslah, setidaknya aku bisa menggarap sisa novelku dengan tenang. Sisi tidak bagusnya adalah aku harus memantau bocah mata empat ini setiap waktu oleh bundaku.
"Jadi, gimana Bar, rasanya mau hidup sendiri?" tanyaku. Bara mendengus.
"Miserable, was-was, dan sisanya pengen mukul lo tepat di ulu hati,"
"Lo udah sepakat ya mau minta pertolongan gue buat bantu pindahan,"
"Perlu banget ya gue nemenin lo garap fantasi lo di café kek begini? Paranoid gue makin kambuh kalo deket-deket sama lo emang," ucap Bara tertahan. Aku hanya memutar bola mata dan melanjutkan ketikanku di laptop. Sedangkan Bara makin terlihat makin geram dan kesal.
Hei, jangan salahkan aku, di café ini crush-ku sering update Instagram untuk bertemu dengan seseorang yang bernama 'Edgar'. Awalnya kupikir dia adik atau kakaknya. Namun setelah aku tahu dia hanya dua bersaudara lalu nama Kakak lelaki-nya adalah 'Toma' dan sama sekali tidak ada embel-embel e-d-g-a-r pada namanya.
Kecurigaanku semakin menjadi-jadi.
Jadi untuk memastikannya, aku mulai mengunjungi café ini, dan karena café ini searah dengan rumah Bara yang baru. Setidaknya aku bisa membuat alibi.
What? Jangan berpikir yang aneh-aneh. Aku tidak melakukan stalking. Tunggu dulu? Kenapa aku membuat alasan kepada diriku sendiri? Argh. Kepalaku tiba-tiba berdenyut.
Brak!
"WHAT!"
Aku mendongak karena Bara berdiri lalu memekik kaget dan memukul meja café, beruntung pengunjung sedang sepi dan hanya ada kami berdua, kebodohan Bara tidak mengganggu banyak orang.
Namun tatapan Bara terkunci ke dua orang siswi berseragam sekolahku yang sedang berjalan menuju pintu masuk café dari parkiran motor.
Dia tinggi, kulitnya sunkissed namun cerah, rambutnya hitam pendek sebahu dan tatapan matanya tajam dengan mata coklat terang. Di belakang cewek itu muncul seseorang yang familiar, dengan rambut ombre berwarna merah, lalu bulu mata yang tebal, dan mata coklat tua.
CHANDRIKA!
"WHAT!" ujarku tak percaya dan ikut berdiri. Bara menatapku aneh.
"Apa-apaan!? Lo kenal mereka juga?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Noticeable
Teen FictionDi sekolah, si cantik yang selalu ranking dua, sebel sama cowok slengean yang sukanya tidur tapi terus-terusan dapet ranking satu. Sebagai pelariannya, dia membaca novel karya penulis muda dengan nama pena "Nath-Aiver"