Empat | Rencana

17 2 0
                                    

"Mikaa, aku udah mulai risih banget sama si Keiko, kenapa si dia bisa deket-deket terus sama Kirara? Emangnya siapa dia? Identitasnya aja gak jelas, 'kan?" gerutu Berly dengan raut wajah sebal.

Ia merasa risih pada Keiko karena Keiko menjadi murid teladan, guru-guru menyukainya, bahkan Kirara yang notabenya cewek terkenal di sekolah itu juga menyukai Keiko dan dekat dengannya.

"Iya, aku juga risih banget, si Keiko pake apa sih buat ngedeketin Kirara? Secara. 'kan Kirara itu gak sembarangan deket sama orang, dari kelas sepuluh aja dia cuman deket sama Reina, lah sekarang? Reina aja ditinggalin."

Mika terlihat dengan semangat menimpali ucapan Berly. Ia menjadikan tangannya sebagai pangkuan untuk menopang dagunya dan menatap Berly serius, "Ngeselin banget, 'kan tu anak?" sinis Mika.

"Bener, sama bet ihhh, dia kek agrh! Liat wajahnya aja aku muak, kek anak pembunuh yang ngebunuh ayah aku tiga tahun lalu." Berly tidak sengaja membuka sedikit masa lalunya pada Mika yang akhirnya membuat gadis itu terheran-heran.

"Bunuh? Ayah? Kok kamu gak pernah cerita?" Mika mengernyitkan dahinya, ia beralih menatap jendela kelas kemudian berkata, "Jangan-jangan, orang yang kamu bilang dibunuh sama cewek Jepang itu ... ayah kamu?"

"Hm, dia adalah ayahku, kejadiannya tiga tahun lalu, entah apa urusannya ayah malah berhubungan dengan orang Jepang, kemudian pada suatu malam, ayah ditemukan tewas di sebuah hotel oleh seorang petugas hotel, yang membuat mereka yakin pelakunya orang Jepang karena orang yang terakhir bersama ayah masuk ke hotel itu adalah orang Jepang itu."

Berly mengalihkan pandangannya seraya menjelaskan, pikirannya masih terisi oleh kejadian yang menimpa ayahnya tiga tahun lalu. Sedangkan Mika malah menatap Berly terkejut, gadis itu tidak menyangka Berly mempunyai masa lalu yang seperti itu. Walaupun keduanya sudah berteman sejak lama.

"Lantas, apa yang membuatmu membenci Keiko?" tanya Mika lagi, ia menaik turunkan alisnya seraya menatap Berly penasaran. "Seingatku, wajah orang Jepang yang sering bertemu ayah mirip dengan Keiko. Jadi, aku mencurigai kalau Keiko adalah anak dari pembunuh itu. Apalagi fakta bahwa aku tidak mengetahui latar belakang Keiko dan pembunuh itu juga belum tertangkap."

Berly lagi-lagi menjelaskan dengan nada sendu, matanya berkaca-kaca, membuat Mika yang semula berada di hadapannya beralih ke samping Berly lalu memeluknya erat, "Sabar, jika Keiko benar-benar anak pembunuh itu, aku siap membantumu membalas dendam," bisiknya seraya mengusap-ngusap plean punggung Berly. "Terima kasih." Berly semakin mengeratkan pelukannya, seakan tak ingin kehilangan Mika.

"Wah .. kalian akrab sekali, aku iri, temanku mengkhianatiku demi seseorang yang baru datang di kehidupannya." Tiba-tiba seorang siswi datang ke dalam kelas yang sepi itu, ia menghampiri Mika dan Berly seraya memasang senyum jahat kemudian berkata, "Aku dengar kalian membicarakan Keiko, sepertinya kalian juga membencinya, bagaimana kalau kita bekerja sama?"

Mika dan Berly saling menatap satu sama lain, "Reina?" ucap mereka bersamaan membuat gadis yang diketahui bernama Reina itu tersenyum mengerikan. "Keiko, dia telah merebut sesuatu yang berharga untukku, dia harus merasakan akibatnya." Ucapan Reina membuat Mika dan Berly merinding, wajah Reina terlihat sangat menakutkan saat mengatakannya.

"Jadi, bagaimana? Sepakat?"

Mika dan Berly sama-sama terdiam, mereka tidak tahu harus menjawab apa sekarang, Reina terlihat benar-benar serius ingin menghancurkan Keiko. "Berikan jawaban kalian dalam tiga hari, setelah itu kita sepakat, sampai jumpa." Reina mengucapkan itu sembari pergi berlalu, meninggalkan Berly dan Mika yang masih sama-sama terdiam memantung.

Keduanya saling menatap, "Apa yang harus kita lakukan?" ucap mereka bersamaan. Tanpa mereka sadari, sedari tadi ada seorang gadis dengan ramut hitam legam yang memperhatikan mereka. Tetapi, sepertinya mereka tidak merasakan kehadiran gadis itu di sekitar mereka. 'Aku sudah tau siapa targetku,' batin gadis itu sebelum ia pergi meninggalkan tempat itu.

****

"Bagaimana, sudah selesai?"

"Siap, belum!"

"Dasar gak berguna! Kenapa menyelidiki manusia saja membutuhkan waktu yang lama?! Cepat selesaikan tugasmu sebelum tenggat waktu!"

"Maaf, tapi saya merasakan pergerakan dari lawan, saya sedang berusaha menyelidiki sosok mencurigakan itu, jika sudah selesai saya pasti akan langsung melakukannya."

"Saya pegang ucapanmu"

Sosok itu pergi melegang dari hadapan gadis ini, ia menatap kepergian sosok yang mengingakan tugasnya itu seraya berkata, "Tenang saja, aku pasti bisa dengan mudah menyingkirkan dia yang menghalangi misiku ... untuk menghancurkan bumi." Ia bergumam pelan disusul kikikan kecilnya.

****

"Kirara, kenapa sejak kemarin mereka terus menatapku seperti itu?" bisik Keiko pada seorang gadis di sampingnya—Kirara, "Entah, sepertinya ...." Kirara mengantung kalimatnya yang membuat Keiko penasaran, "Apa?"

"Mereka semakin membencimu, tetap hati-hati, aku tidak ingin kamu terluka," ucap Kirara yang membuat Keiko menagguk pelan. Ada rasa khawatir dalam hatinya, jantungnya selalu berdegup kencang tatkala teman sekelasnya menatapnya. Tatapan itu, entah kenapa Keiko merasa tatapan itu sangat penuh arti. Tetapi ia tidak mengetahui arti di balik itu.

'Tuhan, tolong lindungi aku,' batin Keiko penuh harap. Satu-satunya orang yang bisa Keiko percaya saat ini hanyalah Kirara, Keiko yakin Kirara akan selalu bersamanya dan melindunginya. Setidaknya, itu lah harapan Keiko.

****

"Ibu, aku ingin bertanya, kenapa teman-teman selalu tampak tidak menyukaiku? Apa yang salah dariku? Ibu, aku kesepian, kenapa Ibu harus pergi secepat ini? Ibu, ada banyak hal yang tidak aku mengerti di sini. Ibu ...," lirih Keiko pelan, ia terus menatap foto sang Ibu yang berada di tangannya, ia masih tidak mengerti dengan kehidupanya sekarang.

'Siapa sebenarnya pembunuh ibu dan ayah? Apa alasan mereka dibunuh? Kenapa polisi malah memilih menutup kasus ini? Argh! Kenapa dunia bisa semenyulitkan ini? Aku ingin pergi menuju duniaku,' batin Keiko sembari menatap lekat foto yang ada di tangannya.

Pikirannya melayang, kembali mengingat peristiwa tak diinginkan yang terlihat di depan matanya sendiri.

'Kapan aku bisamemecahkan teka-teki hidupku? Aku mati?' batin Keiko sebelum akhirnya ia menyimpan foto ibunya dan bersiap untuk menenangkan dirinya. Ia terlihat mulai menutup mataya secara perlahan dan menuju alam mimpinya.

Keiko-chanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang