Sebuah Kenangan Pahit #2

7 0 0
                                    

Suara sirine mulai terdengar. Semakin lama semakin jelas. Dua orang berbaju putih yang turun dari ambulan dengan sigap melakukan tugasnya. Tak luput mobil polisi ikut datang bersamaan dengan datangnya mobil ambulan.

Polisi itu mulai mengamankan sekitar dan seorang polwan menghampiri ku dan memelukku, ia berusaha menenangkan ku bahwa semua akan baik baik saja.

Aku melihat tubuh itu mulai dibawa untuk masuk kedalam ambulan. Aku mengangguk ketika ditanya apakah aku ikut dengan ambulan atau tidak.

Aku ikut bersama polwan yang tadi memelukku. Di dalam perjalanan menuju rumah sakit aku terus menggenggam tangannya menggenggam dan menciumi tangannya.

Air mata ku tidak bisa berhenti. Aku terus menangis. Polwan itu mengusap usapkan pundakku agar aku tenang.

Ya Allah aku takut. Aku takut kehilangan dia, aku takut kehilangan genggaman ini aku takut kehilangan tubuh ini. Tolong selamatkan dia, Aku mencintai dia, Aku menyayangi dia. Dia yang disukai Ibuku. Dengan bersamanya hidup ku bahagia. Aku takut kehilangan dia Ya Allah.

Batin ku terus saja berdoa. Tak lama kami sampai di depan rumah sakit besar. Aku turun bersama semua orang dan segera membawanya ke UGD untuk mendapatkan pertolongan.

Aku masih saja menggenggam tangannya hingga seorang suster mencegahku untuk masuk kedalam sebuah ruangan.

Aku melemas aku tersungkur dilantai. Polwan itu mulai memelukku dan kembali menenangkanku agar aku tenang.

Betapa sakitnya hati ini betapa perihnya yang aku rasakan. Sesak dan sangat menyakitkan. Aku menangis hingga beberapa orang menghampiriku.

Seorang wanita paruh bayah dengan tiba tiba memelukku. Aku semakin terisak dipelukan wanita ini.

"Shean bagaimana Sha?" Tanya Bunda Shean

Aku menggeleng dan menatap kearah sebuah ruangan.

Aku melihat sekitar. Ada seorang wanita paruh baya yang sangat aku ingin memeluknya.

"Bubun. Shean Bubun. Syasha takut Bun. Syasha takut Shean kenapa kenapa" ucapku dalam dekapan Ibu.

"Tenang nak, tenang, berdoa bahwa semua akan baik baik saja" ucap Ibubun ku.

Tak lama terdengar sebuah pintu terbuka. Wanita cantik berjas putih keluar dari ruangan itu.

Aku menghampiri wanita cantik itu. Aku menghapirinya dan bertanya bagaimana keadaan Tunangan ku.

"Maaf, Allah berkehendak lain. Dia pamit" ucap wanita itu.

Aku menangis sekencang kencangnya. Aku melihat Bunda Shean menangis dengan kencang dipelukan anak Pertamanya.

Kepalaku pusing sekali, penglihatan ku semakin lama semakin kabur. Aku mendengar Kakakku memanggil namaku. Aku lemas dan semua terlihat gelap.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rindu yang TerlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang