Chapter 2.

24 1 0
                                    

Gea kesiangan. Tidak. Gea telat! Ban mobilnya mendadak bocor dalam perjalanannya menuju ke sekolah. Beruntung Pak Yanto, supir yang mengantarnya pagi itu sigap sekali mencari tukang ojek terdekat untuknya. Meski tetap saja, bel sekolahnya telah berbunyi 15 menit lalu. Atau lebih? Entahlah, Gea tidak peduli. Ini hari pertamanya masuk sekolah setelah Masa Orientasi Siswa yang menurutnya konyol itu, dan dia justru terlambat. Bagus sekali, awal yang sial untuk memulai minggu ini, batinnya.

Disinilah ia sekarang, mengantri untuk mengisi buku tebal berisi catatan khusus untuk siswa yang terlambat di ruang guru dengan napas yang masih belum teratur, hasilnya berlari dari gerbang sekolah. Berharap masih belum terlalu terlambat, meski sia-sia. Buktinya ia tetap berada disini, dibarisan paling belakang, bersama 4 murid lain.

"Kalian ini, baru hari pertama ajaran baru sudah telat. Semangat yang luar biasa sekali." Kata seorang guru yang berdiri angkuh didepan mereka, dengan tangan terlipat kebelakang. Kepalanya botak setengah, dengan kumis setebal kemoceng yang entah tak Gea hapal namanya.

Ah, Pak Toni ternyata, gumamnya dalam hati, setelah membaca tanda pengenal yang menggantung dibagian dada kanannya. Ketika gilirannya mengisi buku besar itu, barulah ia tahu ternyata yang terlambat seluruhannya adalah murid seangkatannya. Pantas saja si kumis kemoceng ini sarkas sekali bicaranya.

Setelahnya seperti yang telah Gea duga, mereka akan diceramahi mengenai kesiplinan siswa yang akan menjadi kebiasaan baik hingga mereka dewasa. Setelahnya mereka semua disebar di area sekolah yang terdapat tanaman disana. Ada yang didekat parkiran, taman sekolah dan area dekat kantin. Tugas mereka adalah membersihkan dedaunan kering yang berasal dari pohon besar yang ada didekatnya, mencabuti rumput liar yang berbeda jenis dengan rumput taman yang sengaja ditanam disana, atau apapun, yang penting area tersebut menjadi rapi, bersih dan enak dipandang. Tentu saja enak dipandang sesuai standar Pak Toni yang banyak maunya.

Gea dititah untuk membersihkan taman sekolah bersama satu murid laki-laki yang sedari tadi wajahnya sudah ogah-ogahan sekali. Ia sedang sibuk mencabuti rumput-rumput asing yang ada disana ketika tau-tau lengan pemuda itu menyenggol lengannya pelan.

"Kusut amat muka lo kaya keset welcome depan, belom sarapan lo ya?" katanya sambil memunguti dedaunan kering didepannya. Gea hanya melirik sekilas tanpa minat.

Sadar bahwa pertanyaannya diabaikan, ia berujar lagi, "Ooh...ternyata belom sarapan."

Tak lama ia berucap lagi, "Lo telat kenapa? Ooh..gara-gara ngasih makan kambing. Kambing siapa? Ooh...kambing tetangga. Kambingnya ada berapa emangnya kok lo bisa ampe telat gitu? Ooh...selusin. Kok bisa lo yang ngasih makan, emang-"

"Gila ya lo ngomong sendiri?" potong Gea yang mulai jengah dengan kelakuan cowok aneh disebelahnya.

"Berisik tahu nggak? Nggak jelas lagi." Ujarnya sambil mengalihkan tatapannya dari pemuda itu, memilih melanjutkan aktivitasnya mencabuti rumput.

"Ya lo diajakin ngomong nggak nyaut. Emang gue angin apa dicuekin?" jawabnya.

"Lo ngomong sama gue?"

"Nggak, nih sama daon. Ya sama lo lah," jawabnya tengil sambil memajukan dedaunan kering dalam genggaman tangannya kedepan wajah Gea. Gea memundurkan wajahnya, risih. Setelahnya ia bangkit dari posisi jongkoknya dan berjalan pindah kebagian ujung taman. Menjauh dari si cowok aneh, tanpa melihatnya.

Sadar bahwa dia diabaikan, cowok aneh itu justru menyusulnya, ikut berjongkok disebelahnya lagi. Gea hanya melirik sekilas. Terserahlah, batinnya. Ia hanya ingin segera menyelesaikan pekerjaannya dan kembali ke kelas, sebentar lagi jam pelajaran pertama akan selesai.

"Jadi, lo kelas apa? MIPA juga?" Tanya cowok itu lagi. Gea menarik napas lelah, lantas memutuskan menjawabnya, sebelum cowok ini menganggunya lagi.

"Iya."

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 18, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

EglantineWhere stories live. Discover now