Chapter II

204 33 2
                                    

Jam dinding menunjukkan pukul 5 pagi itu. Yuka terbangun dengan rasa sakit kepala yang hebat. Juga rasa nyeri yang amat sangat di perut bagian bawah. Ingin rasanya dia bergerak dari tempat tidurnya. Tetapi dia tak sanggup. Yang bisa dilakukannya hanyalah meraih ponselnya yang tergeletak di tepi tempat tidurnya. Dicarinya nama sahabatnya di sana.

Meera.

"Me, aku sakit banget. Kalo kamu punya waktu, jemput aku, ya."

Dikirimkannya pesan itu kepada Meera.

Mungkin seharusnya dia menghubungi Arga di saat-saat seperti ini. Agar lelaki itu juga mengerti apa yang tengah mereka hadapi kini. Tapi tidak. Yuka tidak sanggup menghadapi Arga saat ini. Dia hanya ingin menghindar dari lelaki itu. Juga dari rasa kecewa dan penyesalan yang menghantuinya.

"Aku OTW."

Balasan dari Meera segera tiba.

Yuka tersenyum kecil sambil menahan rasa sakitnya. Dia amat sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Meera. Yang selalu peduli padanya. Selalu siap membantunya kapan saja. Sepertinya, dia tak akan bisa menyimpan rahasia ini dari Meera lebih lama lagi.

Tak butuh waktu lama, Meera pun tiba di kosan Yuka. Dengan sekuat tenaga Yuka berusaha turun dari tempat tidur untuk membuka pintu kamarnya. Meera tak banyak bertanya, melainkan segera memapah Yuka dan membawanya masuk ke dalam mobilnya.

"Kita ke rumah sakit, ya," ucap Meera pada Yuka.

Yuka menggeleng seraya menahan erangan dari mulutnya.

"Nggak, Me... Kita ke apotik aja beli obat penahan sakit. Terus aku istirahat aja di tempat kamu," jawab Yuka.

Meera bingung. "Kamu sesakit ini tapi nggak mau ke rumah sakit?" Tanya Meera setelah melihat airmata yang tampak mulai mengalir dari kedua mata Yuka yang bahkan sudah terlihat sembab.

Diabaikannya sahabatnya yang terus membujuknya untuk tidak ke rumah sakit, dilajukannya mobilnya menuju rumah sakit terdekat.

"Please, Me..." pinta Yuka.

"Ka! Kalo kamu kenapa-napa gimana?" Tanya Meera lagi. "Udahlah, aku anterin kamu ke IGD, ya!" Meera turun dari mobil dan membuka pintu penumpang.

Yuka menggeleng lagi. "Aku udah tau aku kenapa, Me..." jawab Yuka lemah.

"Maksud kamu?"

"Tapi aku nggak bisa ke rumah sakit. Nanti semua orang juga bisa tau aku kenapa..."

"Aku nggak ngerti," sahut Meera. Tangannya masih berusaha untuk menarik Yuka keluar dari mobil.

"Aku... Aku hamil, Me..." ucap Yuka akhirnya.

Meera terdiam mendengar ucapan sahabatnya itu.

"Sama Arga?" tanyanya kemudian dengan ekspresi wajah yang tampak mengeras.

Yuka mengangguk.

"Shit!" maki Meera dengan kesal. "Udah aku bilang seharusnya kamu nggak pacaran sama dia, kan!? Kelihatannya doank baik, taunya bajingan juga!"

"Me..." Yuka memohon agar Meera mengontrol emosinya.

"Oke, oke. Aku tau kita harus kemana," sahut Meera.

Selanjutnya dia menutup pintu penumpang dan mengeluarkan ponsel dari dalam saku celananya panjangnya. Menelepon seseorang. Setelah menutup telepon barulah dia kembali masuk ke dalam mobilnya dan menyetir lagi.

"Kita mau kemana?" Tanya Yuka.

"Ke tempat kenalan papaku," jawab Meera.

Hanya butuh 10 menit dan mereka sudah tiba di sana. Sebuah klinik.

Way Back Into LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang