Arga melangkahkan kakinya perlahan memasuki bandara internasional Soekarno Hatta seraya menyeret koper besar di tangan kirinya. Jaket abu-abu pemberian Yuka dari awal-awalmereka pacaran dulu melekat di tubuhnya, dengan kaos berwarna biru tua di dalamnya, dipadu celana jeans biru yang membalut kakinya. Hari ini, dia akan berangkat ke Rusia, meninggalkan kekasihnya di Kota Bandung. Setidaknya dia ingin membawa barang pemberian Yuka bersamanya.
Setelah beberapa menit menunggu di ruang tunggu, akhirnya Arga bisa masuk ke dalam pesawat yang akan mengantarkannya ke kota tujuannya. Arga segera meraih ponselnya setelah ia duduk di kursinya di atas pesawat. Dilihatnya pesan terakhirnya pada Yuka yang dikirimkannya hampir dua jam yang lalu.
"Aku udah otewe ke bandara ya, sayang..." tulisnya tadi
Tapi sampai saat ini, dia masih belum menerima balasan apapun dari Yuka.
Arga putuskan untuk menelepon Yuka sekedar untuk pamit. Karena dia tak tau pasti berapa jam lagi tepatnya sampai dia bisa menghubungi Yuka lagi. Lama telepon itu berdering sampai akhirnya ia bisa kembali mendengar suara Yuka.
"Kamu nggakpapa?" tanya Arga segera setelah mendengar sapaan 'halo' yang datar dari Yuka.
"Iya, aku nggakpapa kok," jawab Yuka. Tak ada pertanyaan dari Yuka untuknya, bahkan untuk sekedar memastikan apakah Arga sudah tiba di bandara.
Sebegitu kesalkah Yuka padanya? Bahkan hingga di hari terakhirnya di Indonesia?
Bahkan sebelum hari ini, Arga sudah merasakannya. Yuka telah berubah. Kehangatan yang dulu mereka miliki seolah tak lagi ada. Tapi Arga sadar, dia juga yang menjadi penyebabnya. Pilihan yang diambilnya pasti telah menyakiti Yuka sedemikian rupa. Dan kini dia akan meninggalkan Yuka dalam keadaan seperti ini. Bagaimana jika nanti, setelah melakukan prosedur aborsi yang telah dia rencanakan dan jadwalkan, terjadi sesuatu pada Yuka? Arga pasti akan sangat menyesalinya. Pasti tidak akan pernah bisa dia memaafkan dirinya sendiri.
"Aku udah mau berangkat sebentar lagi," ucap Arga pelan.
Ingin rasanya dia membujuk Yuka, merayu Yuka, menjanjikan segala hal agar Yuka tenang, agar Yuka kembali hangat padanya seperti dulu. Seperti Yuka yang selama ini begitu mencintainya. Tapi dia menyadari, Yuka sedang tak ingin mendengar apapun darinya.
"Iya..." jawaban Yuka terdengar. "Safe flight, ya," pesannya.
"Ka..." panggil Arga ragu-ragu.
"Hmm..." jawab Yuka, yang terdengar ogah-ogahan.
"Maafin aku, ya... untuk segalanya..." ucap Arga. Ada penyesalan yang dalam di dalam nada suaranya.
Tpi tak ada jawaban dari Yuka.
Mungkin memang tak sanggup kekasihnya itu memaafkan Arga, yang sudah memanfaatkan dirinya dari segala sisi, dan kemudian memilih meninggalkannya di saat yang genting seperti sekarang ini. Seakan semua yang terjadi tak pernah ada artinya. Walaupun kepergiannya hanya untuk sementara waktu saja. Namun justru tepat di waktu yang tidak seharusnya.
"Sesampai di sana aku bakal langsung kabarin kamu. Kapan aku bisa pulang nanti, aku bakal temuin kamu segera... Kalo ada apa-apa kamu langsung kabarin aku, ya?" pinta Arga.
"Nggak usah khawatir," hanya itu jawaban Yuka. Yang sesungguhnya sama sekali tak bisa melunturkan rasa khawatir dalam hati Arga.
"Ka... Apa aku harus batalin berangkat? Apa aku harus meninggalkan beasiswa itu?" tanya Arga akhirnya.
Pertanyaan yang selama beberapa waktu ini hanya berani ia pikirkan, akhirnya hari ini terucap juga oleh bibirnya. Selama ini Arga terlalu takut, kalau-kalau Yuka menyetujui ini, lantas siapkah dia kehilangan segala yang telah dia rencanakan, demi Yuka? Demi perempuan yang dicintainya? Yang telah rela memberikan segalanya untuknya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Into Love
RomanceCinta masa muda telah menjerumuskan Yukana ke dalam noda hitam yang kelam. Hamil di usia 17 tahun tidak pernah ada dalam rencana hidupnya. Tapi itulah yang dialaminya. Terlebih ketika Arga, sang kekasih, menolak menikahi Yuka dengan alasan masih har...