Cerita Tentang Kita (2)

9 3 0
                                    

Hari terus berjalan dan Dita masih menjalin hubungan dengan Tiar. Sepulang sekolah, saat itu aku sudah selesai mengerjakan tugas hingga aku bisa keluar kelas lebih dulu. Aku duduk di pinggir jalan di depan sekolah untuk menunggu Direy dan Nizar yang masih berada di dalam kelas.

Dit, sebenernya aku pengen banget pulang bareng sama kamu. Tapi aku gak punya hak atas diri kamu. Sekarang kamu udah ada yang jagain. Aku serahin semuanya sama Vian. Aku harap Vian bisa jagain kamu lebih baik dari pada aku,” ucapku dalam hati.

Percaya tidak percaya, aku benar-benar mengatakan itu. Bahkan kalimatnya persis seperti itu, mungkin, kurang lebih.

Tak lama, Direy dan Nizar pun datang menghampiriku, lalu kami bertiga pulang dengan berjalan kaki.

Di tengah perjalanan pulang kami, teman sekelasku, Zakaria, memberitahuku bahwa Dita mengalami musibah.

Kenapa dia harus memberitahuku? Apa hubungannya denganku? Dan apa pentingnya buatku?

Well... Karena hampir, atau mungkin memang, seluruh teman sekelas tahu akan Risky yang menyukai Dita. So... Yeah.

“Ki, si Dita kepalanya berdarah,” kata Zakaria.

“Hah?” ucapku terkejut. “Terus, sekarang Dita di mana?” tanyaku gelisah.

“Tuh, di rumah si Debilla,” jawabnya.

Aku dengan segera berlari ke rumah Debilla dengan perasaan cemas, tak peduli dengan orang-orang di sana yang menyorakiku karena bertingkah seperti seorang tokoh utama laki-laki dalam sebuah adegan film komedi romansa.

Sampai di rumah Debilla, aku melihat banyak teman-teman sekelasku yang lain di sana. Tiar pun ada di sana. Tetapi Tiar bertingkah biasa-biasa saja. Aku tidak melihat raut kekhawatiran di wajahnya. Yang aku lihat malah cengiran di wajah tengilnya. Berbeda denganku yang sedari tadi merasa cemas akan keadaan Dita meski aku sendiri belum melihat keadaannya seperti apa.

Dita tengah diobati oleh salah satu saudaraku di sana. Ia menangis.

Dadaku berdebar cukup kencang. Kakiku gemetar ketakutan. Aku tidak tahu kenapa aku bisa merasa sekhawatir ini pada gadis itu. Padahal tidak ada momen yang begitu istimewa di antara kami sebelumnya. Entah apa yang membuatku begitu menyukainya. Andai saja Tuhan mau memberikan sedikit gambaran akan ingatanku saat pertama kali jatuh cinta kepadanya. Mungkin aku tidak akan terlalu gelisah.

Tak lama kemudian, Ayah Dita pun datang untuk menjemput Dita. Dita pulang bersama dengan Ayahnya. Aku, Tiar dan teman-teman yang lain pun pulang ke rumah masing-masing.

Dalam langkahku pulang menuju rumah, aku terdiam dan tenggelam dalam perasaan menyesal, karena aku tidak ada untuk Dita saat Dita sedang kesulitan.

“Rey, sekarang main ke rumah si Nizar, yuk!” ajakku pada Direy.

“Boleh. Yuk,” kata Direy setuju.

Aku dan Direy pulang ke rumah untuk bersiap. Kami berdua pergi ke rumah Nizar secara mendadak. Rumah Nizar terletak di seberang jalan. Rumahnya pun memang tidak jauh dari rumah Dita. Alasanku tiba-tiba mengajak Direy untuk pergi ke rumah Nizar, karena aku sebenarnya hanya ingin melihat Dita. Aku berharap bisa melihat dan bertemu dengan Dita di sana saat dalam perjalanan menuju rumah Nizar..

Aku dan Direy menjadikan niat kami untuk pergi ke rumah Nizar dengan alasan main ke sana. Namun alasanku sebenarnya, aku hanya berharap bisa bertemu dan melihat keadaan Dita. Aku ingin memastikan gadis itu baik-baik saja.

Aku dan Direy sudah berada di depan rumah Dita. Sesekali aku mengedarkan mataku melihat ke arah rumahnya, berharap aku bisa melihat sosok gadis yang kucintai, saat itu. Sampai akhirnya, mataku menangkap sosok gadis yang sedari tadi kucari. Dita sedang duduk berdua dengan satu perempuan lain bernama Arin.

Cerita Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang