"Dokter Kim."
Seokjin sedang berjalan keluar instalasi untuk makan siang, tetapi Jimin yang bertugas di ruang resepsionis instalasi gawar darurat tiba-tiba mendekat dan memanggilnya dengan suara pelan.
"Kenapa memanggilku dengan suara sepelan itu?" tanya Seokjin.
"Saya ingin bicara serius dengan Anda," jawab Jimin dengan ekspresi serius.
"Kalau begitu akan saya dengarkan dengan sungguh-sungguh."
"Jangan di sini, kita bicara di tempat sepi dan kedap suara saja."
"Baiklah."
Seokjin pun mengikuti Jimin masuk ke bagian terpencil di ruang resepsionis instalasi gawat darurat yang merupakan tempat paling kedap suara di instalasi gawat darurat. Sampai di ruangan tersebut, Jimin mengambilkan kursi putar untuk Seokjin dan duduk di kursinya sendiri setelah Seokjin duduk. Tentunya masih dengan ekspresi yang serius.
"Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan serius."
Meski Jimin berkata kalau ia punya hal yang ingin dibicarakan dengan serius, entah kenapa ia tidak bisa mengatakan hal tersebut sambil menatap mata Seokjin.
"Pembicaraan yang serius? Jangan-jangan.... Anda ingin mengatakan, 'Tiba-tiba saja seorang dokter bernama Kim Seokjin memenuhi pikiran saya, merasuki hati saya dan membuat saya terus-menerus memikirkannya. Lalu tiba-tiba saja saya mulai menikmati waktu yang kami lalui bersama, dan selama saya bersamanya, pandangan saya hanya mengikuti Kim Seokjin seorang,' begitu. Benar kan, Park Jimin-ssi yang musim semi tahun ini berencana menikah dengan mengenakan tuxedo?"
Seokjin membuat pembicaraan serius Jimin terdengar kurang serius dengan menyampaikan perkataan yang mungkin akan diucapkannya secara sembarangan dan penuh canda. Namun Jimin terkejut bukan main dan langsung memelototi Seokjin dengan mata yang seakan melompat ke luar. Seolah menunjukkan bahwa perkataan Seokjin tersebut tepat sasaran.
"Oh, bagaimana kau bisa tahu? Pasti Perawat Kim memberi tahumu, kan? Sialan, padahal aku menyuruhnya tutup mulut sampai aku mengatakannya langsung padamu!" kata Jimin sambil memelototi Perawat Kim yang terlihat dari celah pintu ruang yang informasi yang terbuka.
Jangankan merasa senang karena dugaan yang ia sampaikan tepat sasaran bagaikan seorang peramal hebat. Seokjin justru merasa terkejut bukan main begitu mendengar tanggapan Jimin. Sebab itu adalah hal tidak terduga yang tidak menyenangkan, seperti dahi yang dijatuhi kotoran burung merpati yang sedang terbang.
"Park Jimin-ssi."
"Ya?"
"Apa kau mau mendua sebelum naik ke pelaminan?" tanya Seokjin sambil menatap Jimin dengan sorot mata setajam kapak.
"Aku tidak mendua..."
"Secara teknis... tanpa disadari... tindakan Jimin-ssi untuk mendua... bisa disamarkan dengan sempurna. Kau sudah tahu, kan? Dengan kemampuan amputasiku, aku bisa saja memotong satu kakimu dengan sempurna."
Begitu Seokjin berbisik dengan suara pelan dan menakutkan, Jimin langsung menatap Seokjin dengan wajah pucat seperti orang yang terkena gangguan pencernaan.
"Jangan main-main kalau kau mau menikah dengan kaki yang masih utuh sepasang. Aku tidak mau kalau hubungan baik kita selama ini menjadi buruk," ancam Seokjin dengan ekspresi mirip yang Medusa.
Wajah Jimin pun langsung mengeras dan berubah menjadi merah padam.
"Jangankan mendua, dengan satu orang saja tidak jadi!" kata Jimin dengan ekspresi menderita.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way You Look At Me | KOOKJIN [END]
Fanfiction"Kau masih bisa selamat. Aku akan menyelamatkanmu, jadi kuatkanlah dirimu. Jangan menyerah." Pria itu berbisik tanpa henti sambil melakukan CPR. "Aku akan menyelamatkanmu. Aku bilang aku pasti akan menyelamatkanmu." =============================== ...