(2. Sekolah dan Rindu)"Suka tak selalu tertawa dan duka tak selalu menangis. Sebab, di sana terdapat sejuta alasan di balik semuanya."
~Anala~
Hari yang ditunggu-tunggu telah tiba. Setelah libur akhir semester selama dua minggu berlalu. Kini aktivitas sekolah mulai berjalan lagi.Ana memasuki area sekolah yang tampak sudah ramai. Entah itu dengan motor ataupun orang yang berlalu lalang. Dia rindu dengan suasana seperti ini.
"Drama siap dimulai," gumam Ana dengan senyum yang memiliki sejuta makna.
Menyusuri koridor, menuju ke kelas IX-1. Namun, saat di pertengahan jalan Ana harus berhenti melangkah ketika ada yang memanggilnya.
"Ana!" Suara nyaring yang tak asing lagi dan membuat Ana selalu muak jika berhadapan dengan orang itu.
"Apa?" tanya ada dengan ketus. Ketika dia berbalik badan, tampaklah Raisa dan kedua temannya.
"Galak banget, sih. Orang mau ngucapin 'selamat untuk rangking tiganya," Raisa memberikan senyum sinis yang membuat Ana jijik.
Menepis tangan Raisa yang di ulurkan untuk memberi ucapan. "Gak usah sok akrab. Lihat aja nanti pas UN, siapa yang di atas."
Ana langsung melenggang pergi dari hadapan Raisa dan kedua temannya yang hanya menonton itu.
Raisa menatap malas. "Awas, lo," gumamnya dan berlalu pergi dengan diikuti oleh kedua temannya itu.
Raisa adalah musuh Ana dalam pelajaran. Kali ini dia lebih unggul, meraih posisi rangking pertama.
Bel masuk berbunyi, semua murid langsung terburu-buru ke kelas masing-masing. Ana yang sudah dari tadi duduk di bangkunya dengan rapi, menatap siswa yang masuk dengan berlarian kecil.
Ana dan Raisa duduk di bangku pertama. Ana di jajaran pertama dan Raisa di jajaran ketiga.
Setelah 15 menit berlalu, guru pun datang dengan membawa setumpuk lembar soal.
"Assalamu'alaikum, semua," salam guru itu yang dijawab serempak. "Untuk kali ini, Ibu, akan membahas soal-soal UN tahun sebelumnya." Guru tersebut langsung memberikan soal itu ke masing-masing siswa.
Memulai pembahasan yang didengarkan dengan baik oleh siswa-siswi. Ana dan Raisa selalu saling berlomba-lomba menjawab soal itu. Ketika guru menanyakan jawaban ke siswa-siswi.
Kadang mereka mengacungkan tangan bersamaan. Persaingan terus saja menyelimuti Ana dan Raisa.
Sampai akhirnya pelajaran B. Indonesia berakhir. Guru tersebut pamit dengan tak lupa memberi salam yang dijawab serempak lagi oleh siswa-siswi.
Kini pelajaran dua akan berlangsung, tetapi karena guru yang tidak bisa hadir membuat jadwal matematika menjadi free class.
Sebagian siswa-siswi yang kebanyakan laki-laki, berhamburan keluar. Ke mana lagi jika bukan kantin yang dituju sebagai tempat favorit.
Ana hanya duduk sendiri. Ya, dia tak mempunyai pasangan karena jumlah siswa di kelas berjumlah 43 orang---ganjil. Tidak ada yang mau duduk bersamanya, entah kenapa tak ada yang mau.
Kebetulan Ana duduk dekat jendela. Jadi, dia menatap langit biru. Menutup telinga dari kebisingan kelas, rasanya ia ingin pergi saja di dunia ini. Kadang Ana selalu berpikir, kenapa dia seakan-akan dibenci oleh yang lain.
"Aku kan jahat, wajar aja gak ada yang mau temenan." Ana tertawa hambar dengan pelan.
Meskipun Ana tak menyukai sifat Raisa, tetapi dia juga salut dengannya yang rajin dengan membaca buku. Ya, Ana pun sama, tetapi Raisa lebih rajin rajin darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I'am Tired
Teen Fictionsempurna Satu kata yang selalu diharapkan oleh semua orang. Baik dalam kehidupan, keahlian, dan penampilan. Semuanya selalu berusaha untuk menjadi sempurna. Bagaimana jika kita selalu dituntut untuk menjadi sempurna. Pasti itu akan membuat kita mua...