8. Kosan Orang

3.1K 439 33
                                    

Teruntuk saya, kepengurusan olim saya pending dulu karena saya akan direpotkan dengan Masa Orientasi Mahasiswa Baru (MoMaBa) atau biasa saya sebut ospek.

Divisi saya memang yang paling santai sekarang, ditambah saya sudah melakukan revisi setelah rapat kedua waktu itu. Saya bersyukur Bang Jon memasukkan saya ke divisi ini. Mungkin lain kali kalau saya terpaksa harus jadi koordinator lagi saya nggak akan pikir ulang untuk pilih divisi konsum.

Tapi,

saya tetap akan memperjuangkan untuk tidak menjadi koordinator sama sekali. Jujur saya udah nggak suka ngurusin kepanitiaan. Saya pengen santai.

Ospek maba di kampus saya berlangsung 4 hari, senin sampai kamis dari jam 5 pagi sampai jam 5 sore. Jangan tanya ngapain aja, yang jelas banyak ngeboseninnya.

Kalau maba harus sudah tiba jam 5 pagi, lain lagi dengan panitianya. Di fakultas saya ada peraturan yang mengharuskan panitia datang jam 4.30 alias shalat subuh berjamaah di fakultas. Telat 5 menit denda lima ribu, tiap tambah 5 menit lagi dendanya dikuadratkan. Bisa dihitung sendirilah ya rugi bandarnya kayak apa.

Demi terhindar dari denda tanpa merepotkan orang rumah saya memutuskan untuk menginap di kosan teman saya selama ospek. Saya dan Rena numpang di kosan Niken yang jaraknya sama kampus cuma butuh 5 menit jalan kaki. Sebenarnya saya dan Niken nggak begitu akrab, cuma teman sesama BEM aja, tapi karena 'mendesak' jadi saya berusaha menjadi sok kenal sok deket aja sama dia. Daripada tidur di jalan.

Sebenarnya juga saya mau ngekos mulai semester 5 nanti. Saya udah booking satu kamar di belakang gedung Fakultas Ekonomi yang kurang lebih 15 menit jalan kaki buat sampai fakultas saya. Tapi penghuninya belum keluar kosan, baru banget lulus kemarin, jadi belum bisa saya tempati.

Banyak alasan saya memilih kos. Tapi poin utamanya adalah saya yang udah nggak betah di rumah.

Saya merasa di beberapa waktu rumah sudah bukan lagi terasa seperti rumah.

Semakin bertambahnya usia, semakin jelas kalian tau apa yang harus kalian selamatkan terlebih dulu. Saya percaya itu, dan yang ingin saya selamatkan terlebih dulu adalah mental saya.

Ayah-Ibu saya sempat terkejut perihal keinginan saya ngekos. Mereka merasa jarak rumah saya dengan kampus masih bisa dijangkau dan yang namanya ngekos itu pemborosan. Saya yang sudah menebak mereka akan bilang seperti itu tentu sudah menyiapkan pembelaan.

Sejak tahun lalu saya ikut teman saya menjadi tutor bimbel sekaligus tutor private untuk anak SD sampai SMA kelas 10. Saya punya jadwal tetap untuk mengajar di tempat bimbel tiap jumat sore sampai malam, lalu untuk tutor private dengan 6 murid tetap saya biasanya sabtu seharian. Meskipun begitu saya punya kendali untuk mengatur jadwal mengajar saya sesuai kesibukan saya. Pekerjaan fleksibel ini memang banyak diambil mahasiswa seangkatan saya. Gajinya lumayan, kalau pintar nyimpan uangnya dalam tiga bulan bisa beli ponsel baru, kalau udah setahun kayak saya uangnya bisa buat bayar kosan 6 bulan. Pokoknya menjadi tutor saat masih kuliah adalah keuntungan besar.

Ayah dan ibu saya nggak pernah nanya soal gaji tutor saya, mereka pikir gaji saya kecil yang cuma bisa buat jajan aja makanya uang jajan saya nggak berkurang meskipun saya ngajar.

Mereka nggak tahu aja kalau anaknya nabung.

Saya bilang ke mereka nggak perlu nambahin uang jajan saya, kasih saya kayak yang biasanya aja biar saya yang cari sendiri uang bayar kosannya. Lalu ayah merendahkan saya.

Saya udah biasa dengan sikapnya yang selalu merasa paling hebat dari orang lain, jadi saya cuma iya-iya saja biar menang.

Saya diizinkan ngekos, dengan catatan ayah saya yang bayarin kosan dan saya harus lulus cepat.

[✔️] OLIMPIADE SAINTEK | Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang