Dalam satu sisi

333 111 245
                                    

Semilir angin menerpa helaian rambut hitam sebatas bahu. Indahnya Senja di ujung mata tak membuat hampanya pergi begitu saja.
Gadis itu hanya terdiam menatap lurus tak bertujuan. Tempat yang menurut banyak orang indah malah membuatnya begitu jengah.

"Kalla ... kita pulang yuk udah sore banget nih" Seorang perempuan berjalan kearah gadis itu dengan santainya, tanpa tau betapa geramnya gadis yang sedari tadi menunggunya untuk membawanya pergi dari sini.

"Dari awal lo ajak gue kesini, gue sama sekali gak berminat. Tapi lo tetep maksa gue. Lo bilang gue bakalan suka, tapi nyatanya nggak sama sekali." Ucap gadis itu bernada dingin.

"Come on Kall, ini tuh tempatnya indah banget. Lo liat deh pemandangan di depan lo, ombak yang menggulung , dan senja yang indahhhh banget." Ucapnya dengan merentangkan kedua tangannya menikmati suara deru ombak dan semilir angin.

"Buat lo, tapi buat gue nggak sama sekali Fan" Ucapnya bernada sangat tidak senang.

"Ayolah Kalla... Pantai seindah ini nggak ngebuat lo nyaman? Lo Aneh banget sih kal sumpah." Gadis yang bernama Zefanya tampak sangat heran dengan Sahabatnya yang sudah ia kenal sedari SMP ini.

"Kalo menurut lo, gue Aneh kenapa lo tetap mau temenan sama gue." Ucapnya Sarkatis.

"Kal buka gitu maksud gue tuh...." belum selesai ia meneruskan, ucapannya sudah dipotong oleh kalla.

"Bawa Gue pergi dari tempat ini! " ucapnya tak terbantahkan.

"Ok, kita pulang sekarang." Hanya itu yang bisa Fanya katakan. Ia tau betul watak sahabatnya itu. Tak ingin semakin merusak mood kalla. Ia segera mendorong kursi roda ke arah parkiran mobil untuk membawanya pulang. Selama di perjalanan hanya ada keheningan saja. Bahkan saat Pak Radi, sopir pribadi kalla sejak lama menanyakan bagaimana rasanya liburan hari ini, sepatah katapun ia tak berucap. hanya fanya yang menjawabnya dengan singkat dengan kata "Lumayan menyenangkan"

•••

Sesampainya ia di rumah, Fanya membantunya sampai Ke kamar bersama Bi Unah.

"Kal, gue balik dulu ya. Kalo ada apa apa lo tinggal telphone gue." Pamitnya pada kalla.

"Oh ya.. bik titip kalla ya, tadi dia belum makan habis ini suruh dia makan kalo gak mau paksa aja." Pesannya pada bik unah.

"Gue bukan anak kecil, Fan. Sebaiknya lo segera pulang besok kita harus sekolah." Ucap kalla

"Idihhhhh ngusir lagi, iya iya gue pulang." Jawabnya pura pura sewot.
Setelah mengingatkan bik unah lagi, Fanya pulang dengan di antar Pak Radi.

Ngomong ngomong soal Kalla, ia adalah sahabat terbaik menurut Fanya, meskipun sekarang sikapnya pada fanya sangat dingin. Namun tak membuat fanya meninggalkan kalla begitu saja. Ia tau betul alasan di balik sikap kalla padanya bahkan ke semua orang.

•••

Dalam Sebuah kamar yang cukup luas, terdapat seorang gadis yang melamun di depan cermin. Ia melihat pantulan dirinya sediri dengan perasaan cemas. "Apa yang ia akan dapatkan hari ini?" pertanyaan yang sama selalu memenuhi otaknya setiap pertama kali dirinya terbangun.

Tak ada pagi yang indah menurutnya, bahkan kalau boleh ia ingin pagi di hapuskan di hidupnya.
Satu satunya orang yang tak lagi bisa menikmati indahnya semesta di pagi hari.

Ya... Gadis itu bernama Kallaira Abigail Zailly. Nama yang cantik selaras dengan Wajahnya. Matanya yang coklat madu dengan di hiasi bulu mata lentik dan senyum yang begitu manis di pandang. Namun sayang tidak ada lagi yang dapan melihat senyum meneduhkannya itu. Sejak saat dimana Kejadian beberapa tahun silam yang merenggut nyawa kedua orang tuanya dan juga kedua Fungsi kakinya. Dia hanya bisa berdiam diri di atas kursi roda dan tak bisa bebas kemana mana. Sangat berbanding terbalik dengan hidupnya dulu. Miris... itu yang slalu ia rasakan setiap melihat dirinya sendiri.

(Tok... Tok...Tok...)

"Non sudah bangun belum?" suara ketukan pintu di susul dengan seruan dari arah luar kamat membuat kalla tersadar dari lamunanya. Ia langsung mengusap air mata yang secara tiba tiba mengalir begitu saja.

"Sudah" Ucapnya sedikit kencang.

"Boleh bibi masuk? Bibi bantu non keluar." Ucap bi unah.

"Tidak perlu, tunggu di luar saja aku bisa sendiri." Tak berapa lama setelah berucap demikian, bi unah mendengar handle pintu di tarik dan terpampang wajah kalla dengan ekspresi yang selalu dingin di atas kursi rodanya.

"Non sarapan dulu bibi sudah masak Nasi goreng sosis sama telur dan susu." Ucap bi unah, baru saja tangannya menempel pada pegangan kursi roda dan berniat mendorongnya kalla sudah terlebih dahulu mencegah.

"Tidak perlu di bantu bi, aku bisa sendiri."

"Non, bibi tau non slalu bisa lakuin apapun sendiri, tapi kali ini biar Bibik bantu non boleh?" bi unah berusa memberi tau tujuannya pada Kalla dengan halus. Ia tak pernah marah atau merasa kesal sedikitpun pada kalla. Gadis yang sudah ia rawat sejak berusia 4 tahun itu. Ia paham betul posisi kalla, kalla hanya rak ingin di anggap lemah oleh siapapun meskipun keadaan dia yg seperti itu. Mendengar penuturan Bi unah kalla hanya mengangguk saja, senyum bi unah terbit setelah mendengar jawaban kalla .

Dulu kamar kalla berada di lantai dua, alasanya karna ia ingin melihat bintang dengan jelas di balkon kamarnya. Ia sangat suka sekali melihat bintang, bahkan saat ia kecil dulu ia selalu teropsesi dengan segala makhluk bersayap. Ia bahkan pernah befkir bagaimana kalau Manusia bisa punya sayap. Mungkin ia akan gemar mengepakkan sayap sayapnya ke negri sebrang menyusul orang tuanya yang saat itu sedang sibuk bekerja. Namum sekarang itu haanyalah mimpi dari seorang anak kecil yang tak lagi bisa ia teruskan. Kamarnya yang sekarang berada dilantai bawah, tentunya untuk memudahkan kalla jika ingin keluar seorang diri.

•••

Waktu tempuh perjalanan dari rumah ke sekolahnya hanya 30 menit jika tidak macet, Gerbang tinggi menjulang sudah tampak di depan matanya. Baginya Terdapat dua makna dalam satu kata "Gerbang" Pintu masuk Mimpinya sekaligus Kesakitannya. Roda kursinya berputar melewati koridor sekolah dengan dorongan pak Radi. Sepanjang itupun Kalla tak mengucapkan apa apa. Pikirannya berkelana tentang apa yang akan terjadi lagi kali ini. Sampai tanpa sadar ia telah sampai di meja kelasnya.

"Non, Sudah sampai di kelas. Pak Radi balik dulu ya, Semanggat belajarnya" ucapnya dengan logat khas jawa yg masih terdengar medhok.

" Iya pak terima Kasih." Ucapnya. Setelah mendengar jawaban kalla tak lantas membuat Pak Radi keluar dari ruang lelasnya. Pria berusia setengah abad itu masih berdiri di tempat semula seakan ingin mengatakan sesuatu yang tertahan. Melihat itu Kalla menaikkan alisnya sebelah.

"Em ... itu non, anu... non sakit ya dari turun mobil tadi sampai masuk kelas non ngelamun terus kenapa? Ada yg sakit?." Tanyanya.
Mendengar itu membuat Kalla sadar bahwa sepanjang Pak Radi mendorongnya ke arah kelas beliau tau jika Kalla sedang melamun.

"Emm ... tidak. Bapak boleh pergi." Ucapnya.

"Ya sudah kalau gitu. Tapi nanti kalu ada apa apa telephone pak Radi ya non." Ucapnya lagi. Kalla hanya menganggukkan kepalanya tanpa menjawab. Melihat itu Pak radi Keluar dari Kelasnya.

Waktu masuk tinggal 30 menit lagi tapi Relia dan Fanya belum terlihat batang hidungnya. Apalagi sekarang hari senin sebentar lagi pasti akan siap siap untuk upacara bendera. Waktu masuknya pun menjadi lebih cepat beberapa menit.
Sambil menunggu Kalla mengeluarkan sebuah buku novel tebal dari tasnya, membaca setiap kata demi kata yang membuatnya terbawa suasana. Meski dalam ruang kelas ini cukup ramai siswa yang lain. Namun tak menyurutkan minatnya dalam membaca.

"Pagi Kalla." Suara seorang laki-laki menyapa pendengaran Kalla, serta merta membuat gadis itu membuang napas pendek.

Dia lagi dia lagi Batinnya.

----o0o----

Hallo guys, ini first time kita kolaborasi menulis. Jadi thanks banget buat yg udah baca, like ataupun share. Kita juga butuh kritik dan saran dari kalian lohhh...

15, Agustus 2020

KallaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang