Luka di setiap "Aksara"

215 108 244
                                    

"Pagi," Kalla menjawab seadanya,

Tanpa berminat melihat lawan bicaranya. Dia sudah hapal betul dengan suara serak khas yang barusaja didengarnya. Itu Aksara, lelaki berlensa coklat itu memang biasa bersikap ramah seperti ini padanya. Bahkan kelewat ramah dan Kalla tidak suka itu.

"Nih! Di minum ya," Aksa meletakan sekotak susu kemasan rasa coklat di atas mejanya. Kalla langsung mendongak, mendapati senyum hangat laki-laki itu. "Hai,"

"Gue nggak suka susu,"

Tanpa menanggalkan senyum, Aksa menyedot susu stroberi yang ia pegang dengan tangannya yang lain. Sudah terbiasa dengan sifat gadis itu,

"Tadi aku abis dari minimarket, trus ada promo beli satu, gratis satu. Nggak perlu sungkan, Kal. Aku tau sesuka apa kamu sama susu coklat."

"Gue udah Minum tadi." Balas Kalla, sembari diam-diam melirik cewek-cewek dari deretan bangku pojok yang ia tahu tengah mengawasi dirinya dan Aksa. Sungguh! ia ingin sehari saja, damai tanpa masalah.

"kasih aja sama yang lain,"

Lelaki itu itu menghela napas pendek, lalu melempar tas dibahunya pada bangkunya yang berada tepat dibelakang tempat duduk gadis itu. Aksa seolah tak akan menyerah sebelum Kalla menurutinya. "Aku pengennya kamu yang minum. Simpan aja, diminum nanti waktu istirahat."

Kalla berdecak, "Tolong jangan maksa."

"Kal, apa susahnya sih-"

"Aksa! Eh, ayo ke sekretariat!"
Ucapan Aksa terintrupsi oleh seorang gadis yang tau-tau muncul dari ambang pintu. Kebetulan bangku Kalla dan Aksa dekat dengan pintu, jadi tak sulit baginya mencari laki-laki itu. Gadis berkuncir kuda itu melirik pada Kalla dengan pandangan tak suka, namun dengan cepat beralih menatap Aksa, "Woy, Pak Waketos! Udah gue bilangin kan tadi dichat, kalo nyampe langsung ke sekretariat ! Udah ditungguin Pak Satria tuh! Yuk!"

"Lo duluan aja, Sin. Nanti gue nyusul."
Namanya Sindy. Dia teman satu organisasi Aksa dan cukup dekat dengan lelaki itu. Dari caranya bersikap, Kalla tahu Sindy diam-diam tidak begitu suka dengan dirinya. Yah ... memang siapa yang bisa suka dengan orang sepertinya?

"Lah? Gimana sih! Udah ditunggu yang lain tau!"

"Gue bilang, nanti gue nyusul!" Aksa mengulangi kata-katanya tanpa mau didebat.

Membuat gadis itu terdiam sebal dengan alis tertaut, memicing pada Kalla. Sindy tau apa penyebab Aksa tidak mendengarkannya. Karena memang sudah mengerti kebiasaan lelaki berambut hitam itu. "Kenapa sih betah banget sama tuh cewek cacat?"

Sindy hanya bergumam, namun sepertinya gumamannya terlalu keras karena Aksa segera menoleh kembali padanya dengan tatapan tajam. "Lo bilang apa barus-"

"Terimakasih!" Ucap Kalla berusaha memotong perdebatan antara dua orang berbeda jenis itu.

"Nanti gue minum susunya," Imbuh Kalla. Gadis itu menatapnya seolah mengisyaratkan Aksa untuk tidak memperpanjang masalah pada Sindy.

"Ehm ..." Pemuda berbadan jangkung itu berusaha menormalkan tenggorakkannya yang tiba-tiba terasa terganjal sesuatu. Aksa mengusap tengkuknya pelan, lalu tersenyum, ia mencoba agar tidak terlihat canggung. "Okay, terimakasih kembali."

Aksa berpaling pada Sindy yang terlihat gentar. Meski sekilas, tadi Sindy bisa melihat bagaimana sepercik kemarahan muncul dari wajah lelaki itu. Pasalnya, jarang sekali Aksa marah. Bahkan dari semua laki-laki yang Sindy kenal, Aksa adalah sosok tersabar yang ia tau.

"Aku ... ke sekretariat OSIS dulu kalo gitu, see you Kal!" Lelaki itu tersenyum dahulu pada Kalla, sebelum akhirnya berjalan kearah pintu, mendahului Sindy, "Yuk."

KallaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang