decision

144 12 1
                                    

10 AM

[Name] terbangun, pemandangan pertama yang didapatnya adalah netra Akashi yang menatapnya intens.

"Aku terkejut." ujar [Name] lembut, ia tersenyum tipis, "kupikir kau akan langsung pergi."

Akashi mendengus geli. "Jangan harap kau bisa lepas dariku setelah ini."

"Aku tak mau terikat denganmu, Sei." ujar [Name] lembut, ia menatap netra pria itu sendu. "Apapun perasaan yang aku punya, aku tak mau terikat denganmu." lanjutnya.

"Kau seperti akan mati sebentar lagi, jangan banyak drama." ketus Akashi tak peduli, ia memeluk erat tubuh polos [Name].

[Name] terkekeh. "Aku sakit, aku akan mati sebentar lagi."

"[Name], jangan bercanda."

"Midorima dan Shuzo, hanya mereka yang tahu." [Name] menatap kosong sekitarnya. "tapi sepertinya, kalau cuma mereka berdua, pemakamanku tak bisa disusun dengan baik."

Akashi terdiam, ia melepas pelukannya. "Jangan berbohong."

[Name] mengangguk pelan. "Aku sakit, di sini," Ia menunjuk dadanya, tempatnya hatinya berada, "lalu, di sini, karena kau." lanjutnya memegang daerah dekat vaginanya.

"Aku memang kasar tadi, tapi bukan berarti kau akan mati." Akashi mendengus geli.

"Aku pernah hamil anakmu dan keguguran karena kecelakaan," [Name] menatap Akashi dengan dingin. "lalu, aku sakit karena kecelakaan itu, aku akan mati, Sei."

Saat itu juga, Akashi menggotongnya ke rumah sakit. Menciptakan kerusuhan di hotel itu.

Nijimura duduk di ruang tunggu rumah sakit, [Name] sedang diperiksa, di sebelahnya ada Akashi yang sedang dirundung perasaan-perasaan buruk.

"Kau tahu semuanya?" Akashi berbisik lirih.

Nijimura mengangguk pelan. "Malam itu, saat dia di serang, aku yang menemaninya di rumah sakit."

Akashi terdiam, [Name], kesayangannya, diserang orang-orang suruhan Momoi saat mengandung benihnya, dan ia tak bisa melakukan apapun. Tidak, ia bahkan tak tahu apapun.

"[Name] menangis sepanjang malam, ia takut kau akan datang dan membunuhnya karena tak bisa menjaga kandungannya." lanjut Nijimura.

"Tapi aku tak datang, aku bahkan tak tahu." Akashi mendengus geli, ia benci dengan dirinya sendiri. Selama dia hidup, kejadian ini adalah penyesalan terbesarnya.

Nijimura tersenyum tipis. "[Name] sangat membencimu saat itu, tapi sepertinya sekarang tidak."

"Kau pikir dia memaafkanku?" Akashi menatap Nijimura heran.

"Dari awal, dia hanya berusaha membencimu, tapi dia tidak bisa." Nijimura memandang Akashi sendu. Adik kelasnya ini, terlihat begitu putus asa. "Yang kita bicarakan ini [Name], jika dia benar-benar membencimu, kau pasti sudah mati dari hari pertama kalian bertemu."

Akashi terkekeh pelan, itu benar. 

[Name] bukan perempuan lemah di novel romansa, ia disukai oleh banyak pria bukan karena sikapnya yang lemah lembut.

[Name] itu luar biasa, tanpa bantuan Akashi sekalipun, ia bisa mendapatkan apapun yang ia mau dengan tangannya sendiri.

"Terima kasih, Nijimura." bisik Akashi.

Nijimura tertawa pelan. Ia memberikan sebuah bungkusan ke tangan Akashi. "Berikan itu pada [Name], dia butuh yang manis-manis."

"Strawberry cake?" Akashi menatap Nijimura heran.

Nijimura mengangguk pelan. "Jaga [Name], aku tak mau merebutnya darimu, okay." 

Pria itu berjalan meninggalkan Akashi dengan air mata yang berlinang di matanya.

Ne, [Name], sehat-sehat, ya. Aku tak mau datang ke pemakamanmu dekat-dekat ini.

"Shuzo sialan," [Name] tertawa, ia menatap Akashi yang sedang sibuk memotong kuenya. Ia tersenyum lebar.

Maaf, Shuzo, pada akhirnya yang kuinginkan dan kubutuhkan memang hanya Sei.

Punten, ending yang dipaksakan akhirnya terbit xoxo

Sankyuu guys <3

❝truth whisper [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang