Setelah 4 tahun, gue kembali menjejakkan diri lagi ke rumah.
Setelah 4 tahun, rumah ini kembali ramai.
Setelah 4 tahun, rumah ini akan menyisakan gue seorang diri.
Hari ini, 15 Mei 2019. Tapak kaki gue yang dingin mencium senyapnya lantai marmer setelah sekian tahun gue gak pernah kembali. Cici yang melihat guepun langsung menghambur dengan pakaian lengkapnya berwarna putih.
"Terima kasih, sudah pulang ya sayang." dekapnya dengan erat.
Gue kembali menjadi gatau harus apa sekarang ini. Dari balik punggung tua yang menjadi penghubung gue. Tatapan menghakimi itu langsung menyorot tepat menusuk di bola mata.
Seakan mereka berkata
"Oh, akhirnya dia pulang."
"Oh, anak durhaka yang tidak tahu diri ternyata."
"Oh, bisa pulang juga dia."
Gue gak pernah mengerti atau mungkin cuman pikiran-pikiran aneh yang suka overthinking. Gue selalu beranggapan, mereka akan tetap menghakimi gue apapun yang gue lakukan.
Karena sekarang, gue menjadi penyebab kedua orang tua gue pergi.
*****
Gue kini sudah lengkap dengan semua pakaian putih dan berbagai atribut lainnya. Sebagai anak satu-satunya dari keluarga ini, gue mau tidak mau harus menyambut semua tamu yang ada di rumah duka ini didampingi Cici.
Karena cuman beliau yang sudi menemani gue.
Semua pelukan, semua ucapan duka, semua ucapan menguatkan itu sungguh gak berasa bagi gue. Gue gatau. Gatau sama sekali harus bereaksi seperti apa.
Mama meninggal harusnya gue bersedih. Layaknya anak yang ditinggal orang tuanya, harusnya gue menangis. Tapi gak ada setetes air pun yang keluar dari mata gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Auzora
General FictionMimpi. Gue pernah bertanya-tanya apakah hal yang ingin gue capai juga termasuk mimpi? Bahkan sekalipun itu sulit, bisakah gue menyebutnya itu mimpi? Ataupun akan hal kecil yang sedekat itu gue gapai juga bisa disebut dengan mimpi? Satu hal, sederhan...