BAB VI - Kenalan

3 1 0
                                    

Kamis pagi, dengan santai Kinan menggoes sepedanya. Cuaca hari ini cerah, namun cahaya matahari tak terlalu menyengat, dilihatnya sekitar jalanan masih sangat lengang. Ini masih jam 6 lebih 15 menit, anak sekolah rata-rata baru akan berangkat pukul setengah 7. Namun, karena Kinan tidak ingin terlambat, maka dari itu dia usahakan berangkat pagi.

"Zara, loh kamu tumben nggak dianter?" disapanya Zara yang saat itu sedang jalan menuju gerbang sekolah selepas dirinya turun dari bus.

"Iya nih Nan, ayahku lagi dinas di luar kota jadi nggak bisa bareng. Kakakku juga nggak bisa nganter hari ini, yaudah deh terpaksa naik bus." Dilihatnya Zara sedikit menghembuskan nafas beratnya, mungkin dia sedikit kesal karena itu.

Kinan hanya menganggukan kepalanya, pasalnya Zara salah satu temannya ini selalu diantar oleh ayahnya, selain karena jarak tempat kerja ayah Zara yang dekat dengan sekolahnya tetapi juga karena Zara belum boleh di ijinkan naik sepeda motor sebelum umurnya. Rumah Zara ke sekolah lumayan memerlukan waktu sedikit lama, kurang lebih sekitar setengah jam. Itu artinya Zara harus berangkat lebih pagi jika menggunakan kendaraan umum.

"Oh iya Nan, kamu milih ekskul apa kemarin?" tanya Zara tiba-tiba.

"Aku milih basket, aku udah lama juga berkecimpung di sana jadi ya udah aku milih itu aja, trus biar bisa berkembang lagi skill-ku, lumayan kan kalo misalnya ada even-even basket aku bisa ikut juga, kalo kamu Zar?" jawab Kinan detail.

"Aku kemarin ngisi taekwondo, tapi aku juga daftar jadi Osis," jawab Zara.

"Wah sama dong kaya Melva, dia mau daftar Osis juga. Bareng aja kalian."

"Iya udah bilang juga kok sama Melva, entar bareng."

"By the way, kenapa kamu nggak ikut daftar Osis juga?" tanya Zara penasaran.

"Nggak lah zar, fokus satu aja. Aku juga nggak terlalu minat sekarang, walau dulu aku di SMP pernah ikut Osis," jawab Kinan mantap.

"Oh gitu.., bukan karena ngehindarin Kak Niko kan?" Zara menganggukan kepala dan tersenyum jail.

"Apaan sih Zar, nggak lah." Lalu Kinan meninggalkan Zara ditempatnya. Zara pun segera menyusulnya.
"Eh tungguin Nan, malah ninggalin lagi." Merekapun masuk ke kelas.

Siang harinya, seorang anak laki-laki tengah memeriksa pendaftaran ekstrakurikuler dan organisasi di sebuah ruangan. Ditengah memeriksa matanya tertuju pada sebuah kertas yang tertera nama dan terpampang sebuah foto.

"Kinan Ayuna Maharani, nama yang bagus." Setelah itu senyumnya pun mengembang.

Sekarang Kinan dan teman-temannya sedang berkumpul di sebuah meja makan di pojok kanan di kantin sekolahnya, dengan menikmati semangkok bakso dan es teh mereka bercengkerama membicarakan banyak hal. Dari kebiasaan mereka dirumah, kegiatan mereka dulu saat di SMP, dan hal menarik lainnya termasuk masalah percintaan mereka. Lucunya dari mereka semua belum pernah ada yang merasakan pacaran. Ada yang karena malas menjalin hubungan sampai keoverptotektifan kakak dan orangtuanya, mereka semua memiliki permasalahan masing-masing.

"Gila aja abangku protektif banget, masa iya padahal itu temen cowok aja loh yang main bukan pacar, abangku udah pidato panjang lebar katanya entar aku disakitin, ditinggal kalo misal aku njalin hubungan sama dia ataupun terlalu bergantung dan berharap sama dia, padahal aku cuma nganggep temen aku itu jelas temen nggak lebih, temenku juga dinasehatin panjang lebar. Alhasil itu temenku nggak mau main lagi kerumah, ngeselin emang itu abangku," adu Adel panjang lebar. Teman-temannya hanya tertawa terbahak-bahak mendengarkan penderitaan Adel.

"Syukur abangku nggak gitu banget walaupun ngelarang." Kinan mengucapkannya sembari masih menahan tawa.

Adel yang hanya menyaksikannya pun hanya mengerucutkan bibir.

Tali TemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang