Partner

1.5K 193 63
                                    


=÷×÷=

Restoran tenda di pinggiran jalan itu cukup ramai, namun tak jadi alasan untuk dirinya menjauh dan meladeni picingan dan dengkusan sebal serta jijik dari setiap pasang mata yang kini seolah tengah mengulitinya.

Ia malah dengan tenang mengeluarkan sebatang rokok yang baru, kemudian menyugar kasar rambutnya yang basah akibat hujan. Sesekali pula mengeluhkan betapa dinginnya suhu udara akibat jatuhnya air langit tersebut.

Hingga akhirnya pesanan mereka datang, hanya dua porsi nasi yang diselimuti telur serta beberapa tetesan saos sambal diatasnya, dan dua gelas air. Bonus sinis keji dari pemilik warung yang menutup hidungnya setelah berdiri beberapa saat di sebelah bocah yang kini duduknya tak dapat tegap.

"Cepat pergi ya kalian." Meski bertutur pelan dan ramah, nyatanya itu adalah sebuah peringatan yang diharap tak diabaikan.

Minho tak acuh. Ia mulai memakan makanan pertamanya setelah keluar penjara.

"Kenapa diam saja?"

Netranya kembali jatuh pada bocah laki-laki yang terlihat sangat menyedihkan tersebut. Tubuhnya kurus kering, dengan mata cekung yang berpendar kosong, serta duduknya yang tak lagi tegak. 

Anak itu tak menjawab, merespon pun tidak. Hanya memandang Minho lurus, tak terbaca. Tangan kurus dan dekilnya tampak gemetar diatas meja.

"Kau bisa bicara atau tidak?"

Bocah laki-laki itu menggerakkan pelan bibirnya, seolah hendak mengatakan sesuatu, namun tak ada satupun kata yang lolos dari bibirnya selain udara kosong.  Minho menghela napas dan membuangnya pelan. Lantas bangkit dari duduknya, menghampiri bocah yang berada dihadapannya.

Ia menggendong tubuh kurus tersebut, rasanya seperti tengah membawa tengkorak, Minho sama sekali tak bisa merasakan beban berat tubuh anak itu. Bahkan dirinya sempat berpikir mungkin bocah ini bisa saja terbang terbawa angin karena saking ringannya.

Minho kembali ke tempat duduknya, memposisikan bocah tersebut diatas pangkuannya, kemudian mulai menyuapkan sesendok kecil nasi pada si bocah laki-laki tersebut.

Dari situ ada sebuah perjanjian yang terbentuk meski tak pernah terucap dari bibirnya, yang mana bocah ini akan menjadi tanggung jawabnya.

=÷×÷=

Angin dari pesisir pantai membelai lembut wajah kusam tak terawatnya, serta turut menyugar rambut gelapnya yang dikeramasi ala kadar. Cukup untuk menyadarkan diri dari kantuk yang masih tersisa.

Air berwarna biru terang dan bening itu terlihat tenang, hanya terdapat beberapa gulung ombak yang membasuh pasir lembab agar sekalian basah. Sangat bertolak belakang dengan keadaan di jalan raya dibelakangnya, bahkan sedari pagi buta bunyi klakson dan decit serta gesekan antara roda mobil dengan aspal telah memekakkan telinga.

Ia seperti berada di antara dua dunia yang berbeda. Bagai hitam dan putih.

Ekor matanya menangkap sebuah gerakan tangan dari seseorang di sebelahnya, itu adalah sebuah lambaian ramah untuk para burung yang tengah berimigrasi. Juga kepada beberapa penghuni laut yang terdampar di pesisir pantai.

Tak ada seruan nyaring dari bibirnya, namun guratan manis dan lebar serta bentuk mata yang membentuk garis lengkung tipis, membuatnya turut menarik sungging kecil.

"Mereka tidak akan peduli dengan sapaan mu," tuturnya pelan, yang kemudian dibawa angin melayang di udara.

Sosok itu menolehkan kepala, senyumnya berubah menjadi kerucut maju, serta delikan dari netra cokelat bata yang kini tertuju padanya.

CRIMINAL | L.Minho & S. Changbin |2| 17+ [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang