Biarin aja

388 65 31
                                    

Selepas pulang dari Pulau Liberty, Anneth disibukan dengan job barunya. Anneth diajak menjadi model salah satu majalah ternama di Amerika. Dan itu membuat waktu Anneth dan Deven berkurang. Walau begitu, Deven selalu sabar menunggu Anneth pulang, membelikan Anneth coklat hangat lalu mengajaknya ngobrol, sekedar mengajak melepas penat.

"Ini, Nyonya." Deven menyodorkan segelas coklat hangat pada Anneth.

Anneth sedang duduk di kursi panjang, memakai jaket Deven karena lengan bajunya pendek sedangkan udara malam ini dingin sekali.

Anneth tertawa mendengar guyonan Deven, "Apaan sih!"

Deven menunjukan senyum khasnya. "Cepet diminum."

Anneth menggeleng menahan senyum, lalu meminum coklatnya. "Baik banget sih," Pujinya.

"Ini belum setara sama sabarnya kamu waktu itu, Neth."

Kali ini Anneth tidak bisa lagi menahan senyumnya. Deven benar-benar kurang ajar, bisa-bisanya membuat Anneth kelewat senang. Kadang Anneth merasa beruntung karena mampu bertahan di situasi saat itu, kalau tidak, hari ini ia takan mendengar pengakuan manis dari mulut Deven.

"Neth, nanti pas-- eh, masih inget gak ulang tahun aku?"

"Masih lah,"

"Kapan coba?"

"September.. Eh iya kan?"

Deven hampir menyahut karena percaya begitu saja tapi Anneth buru-buru tertawa.

"Bercanda tadi mah, inget lah masa lupa. Kenapa emang?"

"Nanti kita jalan-jalan berdua ya?"

Anneth mengangguk dan mengangkat jempol. "Oke!

.

20 missed call dari Deven.

Anneth menepuk jidat, "Duh lupa ngabarin kalo hari ini ada tambahan."

Anneth buru-buru menelepon Deven, berharap Deven tidak marah karena menungggu terlalu lama.

"Halo?"

"Neth, di mana? Kenapa gak bisa ditelepon? Kan panik."

Anneth tersenyum. Bahkan Deven masih merespon sebaik ini.

"Iya Dev, maaf, tadi hpnya mati. Aku lupa ngabarin kalo hari ini bakal lebih malem."

"Oalah, aku pikir kenapa kan. Sekarang masih sibuk?"

"Enggak kok, kamu nunggu berapa lama?"

"Ah udah, gak usah bahas lagi. Yang penting baik-baik aja kan?"

"Iya, baik-baik aja. Tapi jadi gak enak, pasti nunggu lama. Maaf ya.."

"Gak papa Neth, yang penting nanti jalan-jalan jadi ya!"

Anneth tersenyum. "Iya, pasti jadi. Nanti aku bakal jadi yang pertama ngucapin."

"Hahaha, asikkk."

.

"Neth, kok jadi banyak yang ship lo sama temen kerja lo sih?" Kata Charisa saat Anneth sedang lelah-lelahnya.

Pada saat itu juga Anneth merasa kesal. Ia datang pada Deven, satu-satunya orang yang mampu meyakinkan Anneth bahwa akun-akun shipper itu takan mengganggu mereka.

"Udah, gak papa. Biarin aja, Neth."

"Gimana mau dibiarin? Ini tuh bener-bener gak menghargai kamu sebagai pacar aku!"

"Gak perlu dihargai mereka, cukup kamu aja."

"Dev.." Anneth merengut kesal.

Deven memberikan senyumnya terbaiknya, seolah berkata semua akan baik-baik saja. "Neth, kalo jujur emang aku gak suka liat akun-akun shipper itu. Tapi kita gak bisa ngatur pikiran orang lain, yang bisa kita atur itu ya kita. Jadi percuma kita bilang ke mereka buat jangan ship kamu sama sembarang orang lagi, mereka gak akan ngerti. Lebih baik sekarang kamu lebih percaya sama aku, karena aku juga percaya sama kamu. Itu lebih baik daripada saling kesal gara-gara akun-akun shipper itu."

Anneth mengangguk, "Iya, Dev."

.

"Neth, kenapa gak angkat telepon?" Tanya Deven sehari sebelum ia ulang tahun.

"Kan aku bilang mau live sama temen kerja aku, Dev," Jawab Anneth agak ngegas.

"Ya tapi kan-- ck, Neth, kan aku ini pacar kamu."

"Dev, kamu ngerti gak sih kalo lagi ngelive gimana?"

"Ya minimal kabarin dikit kek, Neth."

Anneth mendengkus kesal. "Kalo kamu mau kayak gini harusnya dari awal aja gak usah ngizinin!"

"Astaga, Anneth.." Deven berdiri dari duduknya, menu sarapan di depannya sudah tak ia hiraukan. Deven tidak bisa sabar kali ini. "Neth! Aku ngizinin kamu karena aku ngehargain kamu, aku percaya kamu!"

Anneth tak mau kalah, "Kalau kamu percaya kenapa masalah kabar aja harus dibikin ribet?!"

Deven diam. Bukan tak punya pembelaan, tapi Anneth saat itu terlihat kesal sekali. Akhirnya Anneth pergi entah kemana, Deven pun tak ada niat untuk mengejarnya.

Deven menghela nafas panjang. Lalu duduk lagi di kursinya. Saat itu pula teman-temannya datang.

"Lah, Anneth mana?"

"Toilet."

"Dih? Muka lo kusut banget!"

Deven menggeleng. Pikirannya masih terus mengulang-ulang bagaimana cara Anneth bicara tadi. Deven benar-benar tak habis pikir.

Idol Junior Love Story 2: Unforgettable MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang