Part 14- i don't want you to go

801 27 0
                                    

3 hari lagi mereka menikah. Sedangkan aku? Aku hanya termenung di balkon kamarku.

Ya. aku sudah pulang ke rumah, melihat keluargaku yang sedang sibuk mengurus acara pernikahan kak Valen, tidak baik rasanya jika aku mementingkan egoku untuk tak pulang ke rumah.

Aku menghirup napas dalam-dalam dan mengeluarkannya perlahan.

"Kamu itu kenapa sih Si? Kan Valen yang mau nikah, kenapa belakangan ini jadi kamu yang terlihat lebih tegang dari pengantin wanita?" Ujar tante Maya yang entah sejak kapan berdiri di sampingku.

"Ya wajarlah adiknya ikut cemas hehe" celetukku.

Tante Maya tersenyum sambil menepuk pantatku dengan keras.

"Ih apaan sih tante, Sisi udah gede. Yang tante tepuk sekarang bukan popok lagi loh. Ini pantat aslinya aku" kataku tak terima atas tepakan dasyatnya itu.

"Haha..iya iya sayang maaf.. taulah yang sekarang udah disayang sama kak Valen, kalian berdua akhir-akhir ini jadi lebih dekat ya?" Tanyanya.

"Hmm.. begitulah, tante tahu? Aku bahagia sekali" jawabku jujur.

Tante Maya menghela napas berat.

"Tante harap juga ayahmu akan segera berubah.."

Suasana menjadi semakin mellow saat ini.

"Ish" tante Maya menepuk pantatku lagi.

Itu membuatku terkejut ditengah kesedihanku.

"Jangan bersedih sayang. Maaf tante ngomong hal yang buat kamu sedih"

"Ish engga kok tante" aku gantian menepuk pantat tante Maya, dengan cepat aku berlari agar terhindar dari kejarannya dan tepukan dasyatnya itu.

Brukk~

"Adaaawww" pekikku pelan.

ternyata yang aku tabrak adalah......

'Ayah'

"Maaf yah" aku menundukan kepala dan langsung meminta maaf.

Jangan marah please. Gumamku.

Ayah hanya pergi melewatiku tanpa sepatah katapun. Huft.. legaa..

***

"Huaaaahhhhh"  aku menggeliat dan bergegas menuju dapur.

"Lapar lapar lapar.." ujarku pelan.

Aku mengusap kedua mataku agak kasar.

wah.. ada roti bakar cokelat kacang?

Aku melihat sekeliling, tapi tak menemukan siapapun. Siapa yang membuatnya? Ah paling tante Maya.

Hihi..tumben sekali.

Dengan sigap dan tanpa aba-aba, aku menghabiskan 2 piring roti bakar cokelat kacang itu dengan lahap. Rasanya tak jauh beda dengan roti bakar ala love caffe( kafenya Enri ).

Uhukk uhuk~

"Kalau makan pelan-pelan" aku memutar kedua bola mataku dan menemukan sosok yang tak asing.

"Eh Enri.." kataku sedikit canggung.

"Ini minumlah" Enri memberikan segelas jus mangga yang masih segar.

"Terima kasih. Apa ini buatanmu juga?" Tanyaku penasaran sambil menunjuk piring kosong bekas roti bakar.

"Kau baru bertanya sekarang?" Jawabnya yang membuatku semakin tak mengerti.

Dan Enri hanya pergi begitu saja? Ck.. apa maksudnya tadi?

"Tunggu!" Dengan setengah berteriak aku berjalan mendekatinya perlahan, sementara ia belum berbalik untuk melihatku.

INNER BEAUTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang