Cinta datang secepat kilat dan pergi secepat angin tanpa hembusan. Hati yang dingin dan mata yang tak berbinar ketika tidak melihatnya ada disisimu lagi. Mata yang seperti tertusuk ketika melihat orang yang dicintai kita bersama orang lain. Tak ada pelipur lara dan duka seperti tempo hari, hari ini adalah hari baru. Hidup harus tetap dijalani, pahit memang. Tapi anggaplah semua ini jalan dari takdirmu. Terimalah, maka kau harus yakin. Bahwa kau bisa mengubah takdirmu kelak...
****"Oh aku kira ada apa, kau itu berlebihan. Menjerit seperti ada sesuatu yang menakutkan" ujar Arfan santai sambil berlalu meninggalkan Sisi.
Sisi memijat keningnya pelan, tangannya masih memegang celana dalam biru milik Arfan.
"Aku tanya kepadamu, apakah kau tahu ini milik siapa?" Sisi memperjelas pertanyaannya, karena Arfan tak kunjung merespon pertanyaan Sisi.
"Aku TIDAK TAHU" respon Arfan singkat sambil menegaskan kata 'tidak tahu' Arfan pergi begitu saja tanpa mendengar panggilan dari Sisi.
***
Sisi pov'Alangkah terkejutnya aku, ketika ingin berendam di bathup ternyata ada sesuatu yang menyelam di balik air dan busa itu. Warnanya biru, yang tak lain adalah celana dalam. Ih.. akupun tak tahu ini milik siapa, yang berjenis kelamin laki-laki kan hanya ayah dan kak Enri, masa Enri masuk ke kamar mandiku? Tidak mungkin kan?
"Valencia harusnya kau tidak perlu ke kantor! Cukup hanya aku saja yang bekerja, kau di rumah" terdengar suara gaduh di depan kamarku. Aku yang masih tertegun atas kepergian Ana, langsung melangkahkan kaki ke sumber suara itu.
"Mau berapa lama lagi kita masih tinggal bareng gini sama ayah? Aku mau kita mandiri, punya rumah sendiri. Kalau cuma kamu yang kerja, impianku gak akan terwujud Enri" tukas kak Valencia.
Aku sudah berada di pintu kamarku, memperhatikan kak Valencia dan Enri yang sedang berdebat tentang masa depan. Merasa sedang ada yang memperhatikan, Enri mengarahkan pandangannya padaku. Sontak aku langsung menuduk dan kembali masuk ke kamar. Huh.. padahal penasaran kelanjutan masalah mereka, eh kenapa aku jadi kepo sama urusan rumah tangga orang lain? Hish.
Wajar deh kalau kak Valen mau punya rumah sendiri, secara jarang banget gitu ada pasangan suami istri yang masih tinggal bareng sama orang tuanya. Sedangkan Enri? Enri itu lelaki matre yang tak memikirkan gengsi dan perasaan sang istri.
"Apa yang sedang kau pikirkan?" Suara barito milik seseorang membuyarkan pikiranku.
Laki-laki bertubuh tegap dengan tangan yang sedang sibuk merapikan dasi tiba-tiba sudah berada diambang pintu kamarku yang sedikit terbuka.
"Ti--tidak" ujarku gugup, aku menoleh ke arahnya dan menatapnya sebentar. Dengan jas putihnya yang sudah melekat di tubuh proporsionalnya, membuat dia semakin keren dan tampan. Huft!
Enri mengangkat kepalanya dan tersenyum tipis ke arahku, sedangkan aku hanya menunduk dan memainkan ujung bajuku. Aku tak mau Enri tau, bahwa aku sedang memikirkannya dan kak Valen.
"Kau tak usah khawatir, aku akan segera pindah dan hidup berdua dengan istriku.. butuh waktu untuk mengumpulkan banyak uang agar sebuah kastil mewah dapat dibangun" ungkap Enri dengan helaan napasnya yang berat.
Mungkin dia pusing dengan permintaan kak Valencia.
"Kastil mewah?" Ujarku heran.
"Apa Valen mau tinggal di rumah yg sederhana? Setelah bertahun-tahun ia selalu hidup dalam kemewahan?" Ungkap Enri terang-terangan.
"Apa tak sebaiknya tunggu kak Valen melahirkan dulu? Aku khawatir jika kau tak ada atau lembur, kak Valen harus sendirian di rumah" saranku.
"Saranmu bagus untuk dijadikan alasan agar tetap satu atap denganku"Enri terkekeh pelan.

KAMU SEDANG MEMBACA
INNER BEAUTY
Romance"Sisi" "oh.. nama yang bagus. maaf ya saya tadi ga tau kamu adiknya Valencia" "dia emang suka ga sopan gitu, wajar aja kalau kamu kira dia bukan adik aku" "Govin Elden Avas" "Sial" "maksudmu?" nama yang tak ingin aku sebut bahkan seumur hidupku. Ay...