16

5.2K 462 23
                                    


Wiyyah mengalihkan perhatian saat mendengar suara tangisan di halaman depan taman kanak-kanak. Di sana, ada dua orang guru wanita, satpam dan seorang pria berpakaian rapi serta berperawakan tinggi. Seorang anak laki-laki tengah menangis dan berteriak-teriak kencang.

Mungkin tidak ingin di tinggal Daddy-nya.

Pria itu membujuk berkali-kali sambil tersenyum tipis menanggapi kenakalan Putranya. Terlihat sangat dewasa menghadapi putra kecilnya.

"Nanti Daddy jemput lagi, yah. Jagoan enggak boleh gitu, dong," bujuknya sambil menyeka air mata putranya. Salah satu guru yang memang masih gadis itu menatap takjub pada pria itu. Pastinya setelah tahu jika pria itu adalah single Dad.

Gadis mana yang tidak jatuh hati pada sosok pria yang begitu penyayang pada anak-anaknya. Bukannya, jika anak begitu di sayang, istri akan merasa sangat bahagia. Sangat sedikit peluang bagi pria akan menyakiti pasangan hidupnya jika betul-betul sayang pada anak-anaknya.

"Sandi mau ikut, Daddy!" Bentaknya lagi lalu menghentak-hentakkan kakinya keras. Wajahnya mengerut dan bibir manyun yang ia buat-buat nampak lucu.
Polesan bedak juga bagai coretan-coretan tipis di wajahnya.
Hiasan ala kakek nenek saat ingin berangkat ke sekolah.

Kekuatan anak laki-laki memang beda dengan anak perempuan. Lihat saja, tanahnya sampai lari masuk gara-gara hentakan kaki Sandi. Jika mampu menjerit mungkin tanah itu akan berteriak. 'jangan sakiti aku anak nakal'

Tapi, sayangnya, tanah hanya mampu membisu dan pasrah.

Mungkin karena efek sudah hujan makanya tanahnya lembek bagian playstisin.

"Sekolah dulu. Biar bisa jadi anak yang pintar. Nanti, Daddy nurutin satu permintaan Sandi. Daddy janji akan turutin permintaan Sandi. Mau?"

Tiba-tiba bocah itu diam.
Air matanya seolah lari masuk. Tiba-tiba mengering. Atau jangan-jangan, sejak tadi, dia hanya akting?

Entahlah.

"Beneran?"

"Iya, jagoan Daddy. Beneran."

"Janji?"

"Iya, Janji."

"Oke, deh." Sandi berlalu setelah itu. Masuk ke dalam kelas dan tidak menghiraukan dua guru yang masih berdiri kikuk di hadapan Daddy-nya. Niat hati ingin membujuk dan mengantar masuk, eh, eh, eh, malah di tinggal.

Pria itu tiba-tiba menggaruk tengkuknya. Lalu tersenyum tipis dan menatap sekeliling. Tiba-tiba matanya menangkap sosok wanita bercadar yang sedang membekap mulut. Sepertinya, menertawakan sikap Sandi yang bisa di bilang aneh.

Wiyyah yang sadar sedang di pandangi seperti itu, langsung menghentikan tawanya kemudian segera membuang pandangan ke arah lain secepat mungkin.

Pernah melihat pria yang hanya dengan tatapan matanya yang berkedut serta senyumnya yang terukir tipis, bisa membuat hati wanita menjadi berdesir aneh?

Wiyyah sampai merutuki dirinya sendiri karena telah tertangkap basah.
Ia menjadi tidak nyaman sekarang dan akhirnya menyalahkan dirinya sendiri.
Kenapa dirinya sampai terlena dengan tangisan Sandi hingga drama anak dan Ayah itu berakhir lucu?

Wiyyah benar-benar merasa malu.
Seharusnya, ia menundukkan pandangan.
Menjaga matanya agar tidak memandang sesuatu yang tidak pantas.

Ah! Wiyyah kesal pada dirinya sendiri.

Pria itu berlalu setelah berpamitan.
Dari mata wanita itu, ia tahu siapa pemiliknya.

Walaupun sudah begitu lama, tapi, iris mata itu masih jelas dalam ingatannya.

....

Pukul 11.30 anak-anak sudah berhamburan keluar usai membaca doa.
Tak lupa mereka juga mencium satu persatu tangan guru-gurunya yang memang telah berbaris rapi agar anak-anak tetap antri sebagaimana mestinya.

Wiyyah memang sengaja menunggu hingga Zahira usai belajar. Para orang tua murid juga mulai berdatangan dan memang memiliki tempat yang nyaman jika waktu istirahat dan jam makan anak-anak.

Jadi, jika waktu pulang tiba, hampir semua anak-anak tidak lagi menunggu orang tuanya tiba baru mereka pulang.

Setiap pekan, orang tua murid juga di arahkan untuk mengikuti kajian-kajian islami agar apa yang di didik kan pada anak-anak, akan di terapkan di rumah juga. Bukan hanya di sekolah lalu berbeda lagi saat mereka pulang.

Dengan begitu, sekolah dan rumah adalah tempat yang nyaman bagi anak-anak.

"Tuh, kan. Daddy telat lagi, jemputnya." Sandi bersedekap dada dengan raut wajah kesal.

Anak-anak yang lain memang sudah satu persatu meninggalkan sekolah. Zahira juga sudah menyapa Umminya.dengan raut wajah begitu ceria.

"Ummi," sapa Zahira lalu menghambur ke pelukan Wiyyah.

Wiyyah segera menangkap tubuh putrinya lalu memeluknya erat.

Semua tak luput dari perhatian Sandi. Anak kecil itu menelan ludah. Seolah melihat minuman segar yang dapat melepaskan dahaganya.

Ia melangkah mendekat lalu menarik-narik ujung jilbab Wiyyah yang sudah hendak beranjak meninggalkan tempat wali murid menunggu.

Wiyyah menoleh begitu pula Zahira.

Namun, saat Wiyyah bertanya, Sandi malah menggeleng-geleng lalu kembali ke tempat semula ia berdiri.
Wajahnya nampak lesu dan tatapan matanya seolah berkaca-kaca.

Sebenarnya, Wiyyah merasa kasihan.
Tapi, bingung juga ingin berbuat apa.
Sebisa mungkin ia menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan gosip.

Pasalnya, ia juga baru tahu setelah di ceritakan oleh sesama wali murid tadi, jika Daddy-nya Sandi itu seorang duda. Dan, melihat reaksi para single mom, Wiyyah merasa Daddy-nya Sandi jadi rebutan para Single Mom. Walaupun mereka tidak mengatakan, tapi, melihat cara mereka berbicara, jelas dapat terbaca.

Mengagumi ketampanan dan juga pekerjaan yang ia geluti. Katanya, Daddy Sandi juga seorang Arsitek.

"Sandi, masuk dalam dulu aja, yah. Sekalian nunggu Daddy-nya datang."

Bocah kecil itu hanya menggeleng dengan bibir manyun. Enggan beranjak walaupun orang yang ia tunggu belum juga menampakkan diri hingga setengah jam kemudian.

_____________🍁🍁🍁🍁🍁

Tayang lebih awal di KBMApp yah teman-teman.

Silahkan mampir ke sana.
Masih dengan nama yang sama dan judul yang sama.

Jangan lupa follow dan subscribe yah, teman-teman.

Maduku, Nerakmu!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang