Tatapan Kosong

4 1 0
                                    

Menciptakan sebuah kenyamanan untuk diri sendiri di tengah pergumulan adalah serangkaian pilihan. Dihadapkan oleh pilihan antara bertahan memang untuk bahagia atau untuk terlihat menyenangkan bukan menjadi sebuah masalah, sudah melebur jadi satu. Manusia lain pun sudah tidak peduli tentang hal itu. Yang Gia pikirkan saat ini adalah bagaimana cara menemukan pintu keluar dari lingkaran setan yang begitu saja tercipta di bawah atap rumah nya. 

"Maaaaaaa, udah siap nih. Adek kenapa kok belum beres juga sih?"

"Sabar, adek mu tadi bangunnya agak siang. Kamu siap-siap aja, panasin motor. Adek harus minum susu dulu sama makan roti. Bekal udah dibawa?"

"Ah, aku ini anaknya siapa" ucap Gia sembari menghentakkan kakinya, bentuk protes karena semenjak Sagi duduk di bangku sekolah menengah pertama, menyiapkan segala sesuatu dengan tangannya sendiri adalah sebuah keharusan. 

Setengah jam kemudian, "ayo ih Sagi, aku udah mau telat. Gamau ya kalau anak baru udah telat. Cepetan ih" teriak Gia kesal. 

Tak membutuhkan waktu lama untuk Sagi duduk di atas motor setelah mendengar teriakan Gia. Perjalanan menuju sekolah Sagi mereka tempuh selama 15 menit menggunakan motor keluaran Jepang bermerk Hamoya. Setelah Sagi turun dari motor, Gia melanjutkan perjalanannya kurang lebih 10 menit dari sekolah Sagi, belum termasuk waktu macet. Sampai di sekolah barunya, Gia diarahkan untuk parkir di lapangan sekolah. Selesai dengan susahnya memarkirkan motor, Gia bergegas masuk. Tujuan pertamanya adalah ruang tata usaha. Setelah menemukan ruang tata usaha berkat bantuan bapak satpam sekolah, menanyakan prosedur kegiatan belajar mengajar murid baru adalah hal yang Gia lakukan selanjutnya.

Setelah diberi pengarahan Ibu Finna yang pada saat itu sedang bertugas dan kebetulan merupakan wali kelas Gia yang baru, Gia diantar menuju ruang kelas nya. Saat berjalan di koridor sekolah, seorang siswi berlari kencang dari arah belakang Gia dan Ibu Finna tampak sedang di kejar oleh sesuatu. Ternyata betul saja, tak lama setelah siswi tersebut hilang dari pandangan, terlihat seorang laki-laki dewasa berseragam guru berlari ke arah yang sama dengan siswi yang sudah jauh bahkan tidak terlihat. Gia yang sempat tertegun dan berusaha mencerna keadaan sekolah barunya, disadarkan oleh keberadaan Ibu Finna yang terlihat berjalan lebih jauh dari Gia. Segera Gia mempercepat langkahnya, Gia tidak ingin terlihat sedang tersesat oleh penghuni lama di bangunan ini. 

Saat tiba di depan kelas, Gia disuguhkan pemandangan baru yang benar-benar membuat Gia terkejut. Seorang gadis yang sedang berlutut dengan tangan diacungkan ke langit kelas dan bapak guru yang sedang berkacak pinggang.

"SIAPA SAJA YANG DATANG TELAT TETAPI MENCOBA UNTUK MENGHINDARI SANKSI DAN HUKUMAN DARI ATURAN YANG ADA, AKAN BERSEMEDI SEPERTI JHATE SEHARIAN PENUH. APAKAH KALIAN PAHAM?" 

Hening pun terpaksa menyelimuti seisi kelas. 

Kedatangan Gia membuat keadaan sedikit tidak tegang. Ibu Finna melangkah masuk setelah dipersilahkan oleh Bapak Arif yang mengisi peran guru olahraga di sekolah selama 20 tahun. Setelah memberikan salam, Gia dipersilakan untuk masuk. 

"Silakan perkenalkan diri ya Gia."

Berdiri di samping Jhate membuat Gia merasa tidak enak hati. Akhirnya Gia menggeser sedikit tempat berdirinya. Dan mulai memperkenalkan diri. 

"Halo semuanya, perkenalkan aku Gia. Pindahan dari Public Speaking School Surabaya. Hobi ku main basket, dan tidak suka makan pedas," terdengar suara tawa kecil dari sampingnya "salam kenal ya semuanya. Semoga bisa berteman baik." 

Seseorang dari sampingnya mengulurkan tangan, "salam kenal, Gia." 

Belum sempat membalas uluran tangan Jhate, terdengar seruan Bapak Arif, "JHATE!" 

Gia memberikan sebuah senyuman untuk membalas uluran tangan Jhate dan segera mencari tempat duduk. 

45 menit pertama di sekolah baru, diisi dengan pelajaran Bahasa Inggris. Setelah Ma'am Ayu selesai dengan salam penutup untuk mengakhiri kelas, seseorang dari arah depan terlihat berlari dengan cepat menuju bangku yang kosong sejak pagi tadi. 

"Ah.. Jhate. Kasian juga." Ucap Gia dari dalam hati. 

Tak lama bel pergantian pelajaran pun membuat suasana kelas gaduh.

"Nih tangan, mau di bales ga nih salamannya?" ujar Jhate yang tiba-tiba berlutut disamping meja Gia. 

Bukannya senang, Gia justru melemparkan tatapan kosong ke arah Jhate. 

"Tar istirahat ikut yuk" ajak Jhate. 


_

_

_

_

_

_

That's it for this week!

See you next week!


Sudut PandangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang