Proses menjadi seorang dewasa, tidak pernah mudah bagi setiap manusia muda. Banyak sekali pergumulan dalam hidup yang tak jarang membuat para penghuni jasad dimuka bumi ini mudah untuk merasa lelah, bahkan menyerah.
-
Hari minggu yang selalu menjadi hari favorit bagi semua umat manusia di Indonesia, harus bersedih hati karena salah satu umatnya sangat amat membenci dan menghindari dimana hari para pahlawan bangun kesiangan.
ping.
Gia yang sedang asik membaca buku karya J.K Rowlink sang penulis tersohor sejagad raya mejik itu harus merasakan sedikit rasa kesal akibat dari suara ponselnya yang tanpa permisi masuk dan mengganggu 'rumah' amannya.
"INI HARI MINGGU, KEMARIN SABTU. GIA LUCU, PASTI LAGI BACA BUKU."
"HARI INI NGANGGUR?"
Gia mengerutkan dahinya.
"Selamat pagi, dengan siapa?" jawab Gia dengan perasaan sedikit was-was.
ping.
"HAHAHAHA, MAAF GIA. JHATE AYAM JHATE AYAM" balas sosok misterius dibalik layar ponsel tersebut.
Gia menghela napas. Sesaat kemudian, Gia memutuskan untuk menelpon Jhate.
"Iya, ada apa Jhate?"
Satu detik, dua detik, 3 detik, 4 detik. Belum ada balasan dari seberang.
"Pantun ku bener ga nih? Pasti lagi baca buku ya? Iyain aja dong biar aku ngga jadi sok tau."
Gia memutarkan bola matanya, "iya, mau apa?" tanya Gia sembari menaruh buku bacaannya di atas meja dan memutuskan untuk kembali rebahan.
"Nanti sore ada waktu ngga? Mau ngga nemenin ke Gerafemia? Ada perlu cari bahan nih buat tugas Bu Indra" pinta Jhate dengan sedikit terbata-bata.
"Jam?"
"Sekitar jam 4?"
"Oke."
Gia menutup telpon. Belum sempat menerima pertanyaan tentang alamat rumah, Gia berpikiran bahwa, nomor ponsel saja dia dapat, alamat rumah juga tentu sudah ditangan.
Gia tertawa kecil dan memutuskan untuk tidur siang.
-
Disisi lain, Jhate tampak terlihat sedikit membuka mulutnya. Alih-alih Jhate ingin bertanya sesuatu, Jhate hanya semakin terkagum dengan pembawaan Gia yang superduper cool. Sudah Jhate duga bahwa Jhate tidak akan mendapatkan jawaban lebih selain oke. Untuk alamat? Sudah Jhate dapat dari Opi, teman sebangku Gia. Sekarang yang Jhate lakukan adalah sibuk berkaca, mengganti outfit nya berkali-kali, menyemprotkan parfum ke pakaian yang Jhate pilih, kemudian memilih totebag yang akan Jhate pakai.
"GILA YA TE, ANAK BARU UDAH DIAJAKIN JALAN AJA. TAU DIA STRAIGHT BARU DEH NANGIS-NANGIS" seru Rema yang sejak semalam berada di rumah Jhate untuk mengerjakan tugas dari Bu Indra.
"DOAIN YANG BAIK-BAIK BISA GA SIH. Udah ah mau berangkat aja dulu. Penjaga lilin, tolong jaga lilin ini baik-baik ya" ucap Jhate sambil memberikan sebuah pensil dan menggenggamkannya ditangan Rema. "Baik-baik dimari. Jangan aneh-aneh. Awas aja kalo kasur Jhate ada yang basah!"
"YEEE, APAAN SIH" sahut Rema dengan ekspresi malu.
"BERANGKAT SAYANG!"
-
Gia yang sudah siap dengan kaos hitam, hoodie hijau lumut, dan celana panjang hitam, tengah duduk santai di kursi teras rumah. Bak menunggu sang pangeran menjemputnya dengan kereta kuda.
tin-tin-tin-tin tin-tin-tin-tin (nada susu murni nasional)
Gia beranjak dari kursinya, segera Gia berjalan membuka gerbang rumahnya, menutupnya kembali dan mengambil alih kemudi motor Jhate.
"WIDIW, UDAH RAPI BAE, CEWE APA BUKAN SIH SIAP-SIAPNYA CEPET BANGET" sambut Jhate dengan senyum sumringah.
"Berisik. Udah jam 4, gajadi nih?"
"GA PAMIT?"
"Ga ada orang."
"LAH ITU ADA MOBIL? SENDALNYA JUGA BANYAK TUH?"
"Yaudah, turun ya. Berangkat aja sendiri."
Belum sempat kaki Gia turun menginjak tanah, tangan Jhate sudah dengan sengaja menahan paha Gia untuk tidak menurunkan kakinya.
"AMPUN TUAN PUTRI" seru Jhate yang diiringi Gia kembali duduk di atas motor.
"Bismillah, berangkat yaa. Assalamualaikum, Mama Gia dan Papa Gia."
"Shalom, Mama Gia."
Jhate hanya tersenyum ringan.
-
Selama perjalanan, Jhate lebih banyak bicara. Menunjuk gedung-gedung selama perjalanan dan memberikan penjelasan adalah tugas Jhate selama perjalanan. Gia yang merupakan penduduk baru di Surabaya, hanya bisa menganggukkan kepala. Sesekali Gia berusaha untuk melontarkan pertanyaan, namun kecepatan berbicara dan kepekaan Jhate rupanya tidak mau kalah dengan antusias Gia. Selalu Jhate yang memberikan penjelasan terlebih dulu sebelum Gia merasakan penasaran.
Setibanya di Gerafemia.
"Ayo masuk?"
"Sebenernya..." kalimat Jhate menggantung. Jhate menggenggam dan kemudian menarik tangan Gia ke arah samping Gerafemia.
"Mau ngajakin makan bakso, EITTTSSSSSS JANGAN MARAH DULU."
Gia yang sempat terdiam, kini mulai bergerak mendekati meja makan yang sudah disiapkan bapak penjual bakso untuk para pelanggannya, "pak bakso satu ya, mi putih aja terimakasih."
"Wow..." gumam Jhate. Kali ini perkiraannya meleset. Gia yang diperkirakan akan marah dan minta pulang, ternyata tentang makan bakso malah lebih semangat Gia. Segera Jhate menyusul pergerakan Gia. "1 ya pak, pentol aja. Eh tapi pakai tahu juga, SAMA GORENGAN DEH."
-
Selama Jhate dan Gia makan bakso dengan lahap, ada seseorang yang tengah asik memperhatikan mereka. Jauh diseberang jalan. Memandangi mereka hingga tetes kuah bakso terakhir.
"Lucu ya" ucap Jia dari kejauhan sambil tersenyum.
-
-
-
-
-
-
Hope this can fix everyone's mood who read this today!
God bless.