Siapa Dia?

19 1 1
                                    

Sepasang iris merah menyala menatapnya dari ruangan yang gelap. Ia tidak tahu pasti, siapa seseorang yang berada di ruangan itu. Yang jelas, ia yakin bahwa orang tersebut bukanlah manusia. 

Dari tempatnya berada, Ia dapat melihat bahwa sepasang mata itu mendekat kearahnya. Sontak saja gadis tersebut memundurkan tubuhnya secara perlahan. Sayangnya, tubuhnya justru terhalang oleh dinding di belakangnya.

Takut, cemas, dan rasa ingin menangis menjadi satu. Namun ia tak kuasa untuk membuka mulutnya. Dan tanpa ia duga, pemilik mata merah tersebut sudah melangkahkan kakinya keluar dari ruangan gelap itu.

Ia menatap ke sekitarnya, tidak ada satupun manusia disana. Yang artinya, tidak ada satupun yang bisa menolong dirinya. Saat tatapannya kembali ke ruangan gelap di depannya, ternyata... pemilik mata itu adalah seorang pria.

Dua taring tajam nampak menyembul dari bibir pria di hadapannya ini. Ia menutup mulutnya seakan tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Pria itu mendekatinya dan sekarang sudah berdiri di depannya dengan jarak yang hanya satu meter.

Perlahan, pria misterius tersebut mencondongkan wajahnya agar lebih dekat dengan lehernya. Ia ingin berteriak, namun tidak bisa. Hingga ia merasakan sepasang taring yang menempel di lehernya dan...

"Akhhh...." Dengan nafas yang memburu dan keringat yang membanjiri wajahnya, Daniella jadi terbangun dari alam bawah sadarnya.

Wanita itu tidak habis pikir, mengapa mimpinya terasa begitu nyata. Daniella lalu menyeka keringat di dahinya, kemudian menyentuh lehernya dengan pelan.

'Apa ini? Kenapa mimpi itu selalu datang?' batinnya.

Yaa, ini bukanlah pertama kalinya Daniella bermimpi seperti ini. Bahkan, mimpi tersebut sudah bersemayam sejak seminggu yang lalu. Entahlah, Daniella sendiri tidak tahu maksud dari mimpi itu. 

Tidak ingin terlalu memikirkannya, Daniella pun memutuskan untuk bangkit dari atas kasurnya. Namun sebelum itu, ia melirik jam kecil yang berada di atas nakas. Masih pukul 4 pagi, yang artinya ia masih memiliki waktu 2 jam lamanya untuk berangkat ke sekolah.

Daniella memilih untuk langsung mandi kemudian segera mengenakan seragam sekolahnya. Serasa usai, ia mendaratkan bokongnya di tepi kasur sambil membuka laptopnya dan mengetikan sesuatu di benda berbentuk persegi tersebut.

Arti dari mimpi yang.... Wanita itu tidak melanjutkan ketikannya dan segera menghapus kembali kata-kata yang berada di kolom pencarian.

Ia menghembuskan nafasnya panjang, tangannya lalu beralih memegang ponsel. Satu kata, Sepi. Tidak ada chat yang masuk, selain chat dari grup.

Membosankan! Begitulah kira-kira kehidupan Daniella. Pergi sekolah, pulang kerumah, bermain laptop dan ponsel hingga larut malam lalu tertidur. Begitulah kegiatannya sehari-hari.

Teman? Jangan tanyakan. Daniella adalah wanita yang pendiam dan sulit untuk berbaur dengan orang asing. Oleh sebab itu, ia tidak memiliki teman sama sekali. Baginya, memiliki seorang teman hanya akan membuang-buang waktunya. 

Dari balik pintunya, tiba-tiba terdengar sebuah ketukan. Tak lama, pintu kamarnya terbuka dan muncullah pria paruh baya di baliknya.

"Sayang, ayo bangun! Kau harus..." Caleb tidak menyelesaikan kata-katanya saat melihat putrinya sudah duduk manis di atas kasur.

"Tumben sekali kau sudah bangun, sebelum Ayahmu ini yang membangunkanmu," lanjut Caleb sambil mendekati putrinya.

Daniella tersenyum manis, "Aku hanya ingin terbiasa bangun tidur lebih awal tanpa harus kau yang membangunkanku, Ayah. Putrimu ini sudah besar sekarang dan harus belajar mandiri."

"Kau benar. Tapi sampai kapanpun, kau akan tetap menjadi putri kecil Ayah." 

Senyuman Daniella semakin mengembang. Ia langsung memeluk pinggang ayahnya yang berdiri di sampingnya.

"Aku tidak tahu, bagaimana jadinya aku tanpamu. Aku sangat menyayangimu, Ayah."

"Ayah lebih menyayangimu, Nak." Caleb kemudian melepaskan tangan Daniella yang melingkar di pinggangnya. 

"Ayo kita sarapan. Kau harus berangkat ke sekolah sebentar lagi."

Daniella mengangguk antusias. Ia lekas berdiri lalu menyematkan kedua tangannya di lengan sang ayah. "Sarapan apa kita pagi ini?"

"Tentu saja sandwich kesukaanmu."

"Benarkah?" Karena sudah tidak sabar untuk menyantap sandwich kesukaannya, Daniella segera menarik tangan Caleb agar cepat menuju ruang makan.

* * * 

Segerombolan wanita dan pria sedang berkumpul tak jauh di hadapannya. Mereka tampak asik mengobrol dan bercanda hingga tak jarang terdengar tawa keras dari arah sana.

Daniella hanya bisa melihat tanpa berniat untuk mendekati mereka. Ia lebih suka menyendiri dengan ponsel sebagai temannya. 

Di saat Daniella sedang bermain ponselnya, ia merasakan bahwa ada seseorang yang duduk di sampingnya. Ia tampak tak perduli dan hanya memfokuskan tatapannya ke benda pipih yang ia genggam.

"Kenapa tidak bergabung bersama mereka?" tanya pria di sampingnya. 

"Aku tidak tertarik," jawab Daniella tanpa mengalihkan pandangannya.

"Mengapa kau suka sekali menyendiri? Apakah kau sedang memiliki masalah?" Kembali pria di sampingnya ini bertanya dan itu membuat Daniella merasa jengkel.

"Bukan urusanmu!!" ketusnya. Tanpa melirik pria tersebut, Daniella putuskan untuk enyah dari sana. Namun saat dirinya hendak melangkah, tangannya justru di tarik hingga tubuhnya terpaksa berbalik dan berhadapan dengan pria itu.

Daniella semakin jengkel di buatnya. Belum lagi cekalan tangan pria tersebut yang tidak bisa ia lepas.

"Lepaskan tanganku!!" desisnya seraya menatap tajam kearah pria asing ini. 

"Ikut denganku!!" Bukannya melepaskan tangan Daniella, pria itu justru menarik tangan wanita tersebut agar mengikuti langkahnya.

"Apa yang kau lakukan? Kubilang, lepaskan!!" Daniella berusaha untuk melepaskan cekalan di tangannya, namun tenaga pria ini sangatlah kuat.

"Lepaskan tanganku, Berengsek!"

"Hans. Namaku Hans.." Bertepatan dengan mengatakan namanya, pria yang bernama Hans itu melepaskan tangan Daniella setelah mereka berada di belakang sekolah, yang mana tak ada satupun manusia yang akan datang kesana.

Daniella mengelus pergelangan tangannya sambil menatap sinis pria itu. Ia kemudian berbalik dan hendak meninggalkan Hans, namun ia urungkan saat Hans menyebut namanya.

"Daniella..." 

"Apa aku mengenalmu?" tanya Daniella yang hanya membalikkan kepalanya. 

Hans tidak menjawabnya, ia justru menampilkan senyum misterius yang membuat Daniella menjadi penasaran sekaligus bertanya-tanya.

Daniella : Princess The Bloodymoon KingdomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang