Seorang laki-laki tengah berlari membelah jalanan kota yang masih dikatakan hidup meskipun sudah menunjukkan jam malam. Tepat pukul dua dini hari, laki-laki itu menjajaki kakinya menuju sebuah gedung tua yang gelap tak berpenghuni. Sesekali ia melihat ke belakang, memastikan tidak ada orang yang akan mengikutinya. Namun naas, sekitar sepuluh orang jauh di belakangnya tampak mengetahui kemana ia pergi. Sepuluh orang itu berlari menuju gedung yang ia tuju.
Tepat di gedung lantai atas atau bagian rooftop, seorang gadis baru saja terbangun dari tidurnya. Ia terkejut mendapati hari yang sudah gelap, ia lebih terkejut lagi ketika melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul dua dini hari lewat beberapa menit.
"Apa aku tertidur lagi?" gumamnya pada diri sendiri. Buru-buru ia membereskan peralatan sekolahnya yang tercecer.
Gadis itu atau Canowly segera menutup rapat tasnya, ia juga tidak lupa untuk memasukkan teropong kesayangannya. Teropong yang selalu ia gunakan untuk melihat bulan purnama dari atas gedung ini.
Sebelum beranjak, Canowly menyempatkan untuk merenggangkan tubuhnya, ia merapatkan almamater sekolah karena angin malam cukup dingin sekarang.
"Sepertinya lain kali aku harus mengajak teman, mengerikan sekali jika harus pulang terlalu larut begini." Canowly mengusap kedua lengannya. Ia mulai menuruni anak tangga satu per satu.
Gedung ini memang tua, tapi masih bisa dibilang bagus. Tangga-tangga yang berada di sini juga tidak terlalu rusak parah. Fasilitas gedung ini yang dulunya adalah hotel juga masih terbilang cukup bagus. Mungkin karena tidak ada lagi pengunjung yang datang, membuatnya menjadi tidak terurus. Andai saja semua dibersihkan dan dibenahi, gedung ini masih layak pakai.
Canowly melewati lorong panjang yang sepi, ia membawa senter kecil untuk menerangi jalannya. Tatapannya waspada, meskipun ia sering ke tempat ini, tetap saja tengah malam bukanlah jam yang aman untuk berkeliaran seorang diri.
Canowly melambatkan kakinya saat mendengar suara langkah kaki berada di sekitarnya. Ia harap-harap cemas sekarang, pikirannya berkecamuk dan khawatir. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari tempat persembunyian jika memang ada orang jahat di sini. Canowly segera berjalan ke salah satu ruangan begitu matanya mendapati sebuah ruangan yang dipenuhi semak. Matanya celingukan menatap ke ruangan itu yang sudah tak berpintu.
"Aku rasa di sini aman." Canowly berbicara pada dirinya sendiri. Ia berjalan masuk, menyingkap semak-semak yang menghalangi jalannya.
"Ternyata sudah ada ruangan yang bersemak seperti ini," gumam Canowly. Ia menjadi teringat cerita salah satu temannya bahwa tempat ini adalah tempat berkumpulnya serigala jadi-jadian.
"Bagaimana mungkin ini tempat serigala jadi-jadian, tempat ini ada di tengah kota. Ada-ada saja." Canowly menggelengkan kepalanya. Ia berjongkok di rimbunan daun-daun sambil mendekap senternya agar tidak menjadi perhatian orang-orang yang berada di sini. Canowly berusaha menetralkan detak jantungnya. Sejujurnya, ia hampir termakan cerita dari temannya itu. Benarkah serigala jadi-jadian itu ada?
Suara telapak kaki yang sedang berlari itu semakin mendekat. Canowly memegang erat senternya. Matanya menyapu sekeliling, meskipun tanpa cahaya penuh, Canowly bisa melihat keadaan di luar dengan masih tetap bersembunyi dengan samar.
Di sisi lain, laki-laki itu yang memiliki nama Niall berlari menyusuri sebuah lorong. Tapakannya melangkah cepat karena sepuluh orang di belakangnya hampir saja menjangkau tubuhnya.
"Yak, berhenti!" Salah satu orang meneriaki Niall yang masih berlari. Niall tidak peduli, ia tetap berlari tanpa melihat ke belakang.
Detak jantung Canowly semakin berpacu saat mendengar suara orang berteriak. "Apa itu?" llirihnya ketakutan.
Niall menaiki anak tangga menuju rooftop, kakinya yang lincah mampu menaiki tiga anak tangga sekaligus. Naill terus berlari dan menaiki bangunan-bangunan runtuh yang berada di rooftop untuk menghindari kejaran.
Pergelangan tangan kanan Niall menyala, membentuk garis segi enam. Niall mendesis, berusaha mengabaikan pergelangan tangannya.
"Kami akan menembakmu jika kau tidak berhenti!" Salah satu orang berteriak lagi. Kesabarannya telah habis. Niall tidak peduli, ia bahkan tidak takut.
Canowly yang sudah merasa aman langsung mengeluarkan dirinya perlahan-lahan tanpa suara. Ia belum berani membuka senternya yang ia tutupi menggunakan telapak tangan. Canowly berharap saat ini benar-benar aman atau yang ia dengar tadi hanyalah ilusi karena takut pulang terlalu larut.
Perempuan itu menghela napas lega begitu sampai di daun pintu, tidak terjadi apa-apa sejauh ini. Ia tersenyum dan meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Canowly mulai melangkahkan kakinya kembali agar segera keluar dari dalam gedung.
Niall berguling untuk menghindari tembakan yang berasal dari orang-orang di belakangnya. Sekitar lima orang menembakinya. Niall mendecih.
"Berhenti kubilang!!!"
Niall menoleh ke belakang, menampilkan senyum remeh yang membuat mereka tampak semakin murka. Garis segi enam yang berada di pergelangan tangannya masih menyala, rambutnya yang semula hitam kini berubah menjadi kuning keemasan.
"Shit!" Niall mengumpat sambil memegang rambutnya yang berubah warna.
Ia tidak bisa seperti ini terus, ia tidak bisa menghindar seperti ini terus, ia harus pergi meloloskan diri. Morgan mencari tangga lain untuk ke lantai bawah.
Dor!!!
"Bedebah!" Niall mengumpat begitu satu peluru mengenai lengan kirinya. Tanpa pikir panjang, ia mengeluarkan peluru itu lalu membuangnya asal. Tak ada gurat rasa sakit di wajahnya.
"Kau kira aku akan mati hanya dengan peluru? Bodoh!" Niall berteriak tanpa menghentikan langkahnya.
Niall menemukan jalan untuk turun di bagian lain, ia segera menapaki kakinya untuk menuruni anak tangga itu. Sebelum benar-benar akan berlari lagi, Niall menutup pintunya agar mengulur waktu bagi sepuluh orang itu yang mengejarnya.
Canowly berjalan pelan sambil melihat sekeliling, entah mengapa di dalam sini begitu terasa dingin dari sebelumnya. Bulu kudu Canowly berdiri.
"Hanya perasaanku saja," gumam Canowly. Ia memantapkan kakinya untuk melangkah.
Suara kelelawar yang tiba-tiba terbang mengagetkannya. Canowly mundur beberapa langkah sambil menelan ludah ketakutan. Ia melihat dengan awas tempat keluarnya para kelelawar itu. Cahaya senternya ia arahkan ke sana. Canowly berusaha untuk menenangkan dirinya.
"Biasanya tidak ada kelelawar, ini apa?" Canowly bergumam. Tangannya gemetar memegang senter.
Canowly ingin menangis di tempat saat kembali mendengar suara langkah kaki yang disusul dengan suara teriakan. Ia membalikkan badannya ke belakang, membuat cahaya senternya menerangi lorong gelap yang di sisi kanan dan kirinya terdapat bangunan runtuh. Kamar hotel yang sudah tidak digunakan lagi.
Canowly berjalan mundur sambil terus menerangi lorong panjang itu. Langkahnya terlihat ragu-ragu saat mundur. Ia ingin tahu ada siapa lagi selain dirinya di sini, ia ingin lebih waspada.
"Berhenti!!!" Suara teriakan kembali terdengar.
Canowly menolehkan badannya ke arah lain, ia memegang erat senternya. Terlihat sebuah pintu yang sudah tinggal setengah di sana. Canowly memantapkan dirinya untuk menjangkau pintu itu. Hanya beberapa meter dan Canowly berharap agar bisa keluar dari gedung ini segera. Canowly bergegas melangkahkan kakinya, ketika telah sampai pada pintu, tiba-tiba ada yang menyentuh bahunya.
Canowly menoleh, ia ingin berteriak saat matanya bertemu pandang dengan mata lain yang berwarna abu-abu menyala. Dengan cepat, orang itu menutup mulut Canowly lalu membawanya pergi.
Canowly hanya bisa menurut saat Niall membekap mulutnya. Niall membawanya ke ruangan lain yang tak kalah gelapnya. Ada semak-semak belukar di ruangan itu, bahkan lebih banyak dari ruangan yang Canowly gunakan bersembunyi pertama kali. Niall berjongkok, menuntut Canowly agar mengikuti apa yang ia lakukan. Canowly ketakutan setengah mati, matanya tidak lepas dari mata Niall yang masih menyala terang.
"Diam di sini dan jangan berisik," bisik Niall tepat di telinga Canowly. Seperti terhipnotis, Canowly hanya mengangguk patuh. Menampilkan sunggingan kecil dari sudut bibir Niall.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Attack
Подростковая литература"Siapa kau sebenarnya?" "Aku Niall Horan." ✍ 14 Februari 2021 -