Kedua tangan Canowly meremat kuat pakaian Niall untuk melampiaskan rasa takutnya. Ia bingung, untuk apa orang di depannya ini membawanya? Mengapa mereka bersembunyi? Dan harus bersembunyi karena apa? Apa hubungannya dengan Canowly? Pertanyaan-pertanyaan itu hanya bisa Canowly telan sekarang.
Niall mendekap tubuh Canowly agar terus berada di dekatnya. Suara napas dan jantung mereka saling bersahutan. Canowly merasa kakinya sedikit kram, ia pun memutuskan untuk mengangkat sedikit badannya dan bergeser. Belum ada 1 cm ia bergeser, tangan Niall melingkar posesif di pinggangnya, lalu menariknya agar lebih dekat. Canowly yang terkejut oleh tindakan Niall hanya bisa merespon dengan gerakan jatuh ke tubuh Niall. Beruntung, Niall bisa memperkirakan jika Canowly akan menjatuhkan badannya, sehingga Niall sendiri siap menahan tubuh Canowly dan tubuhnya agar tidak terduduk.
"Sudah kukatakan untuk diam," bisik Niall lagi. Nadanya lebih tegas dan dingin dari sebelumnya.
"Maaf." Hanya itu yang bisa Canowly lakukan. Ia tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Ia sendiri tidak mengerti dengan situasi sekarang.
"Kenapa aku harus minta maaf?" batin Canowly.
"Kemana perginya?" teriak seorang laki-laki.
Niall kembali merapatkan tubuh Canowly agar lebih dekat dengannya. Jantung Canowly berpacu dua kali lebih cepat. Ternyata memang ada orang selain dirinya di sini. Canowly ingin sekali berteriak jika Niall tidak lagi membungkam mulutnya.
"Sudah kubilang, kita harus memburunya saat purnama!"
"Ah sudah, jangan saling menyalahkan. Lebih baik kita mencari ke luar gedung, siapa tahu dia masih berada di sekitar sini."
"Ayoo!"
Suara langkah kaki terdengar menjauh dari sekitar Niall dan Canowly. Keduanya mengembuskan napas lega. Tersadar bahwa tangan Niall masih berada di mulut dan pinggang Canowly, ia pun segera melepaskan secara tiba-tiba membuat Canowly kehilangan keseimbangan dan berakhir jatuh dari sandarannya.
"Awwwhhh ...." Canowly merintih pelan. Ia menepuk-nepuk kedua tangannya yang terkena debu, matanya mendelik menatap Niall sebal. Apa-apaan laki-laki di depannya ini.
"Maaf." Niall membantu Canowly untuk berdiri namun gagal, ternyata kaki Canowly masih kram dan sekarang seperti mati rasa akibat terlalu lama berjongkok.
Niall kembali berjongkok di depan Canowly, ia melepaskan sepatu gadis itu lalu memberinya pijatan kecil di bagian telapak kaki. Canowly menatap Niall ragu-ragu, beberapa helai rambut menutupi keningnya sekarang. Mata laki-laki itu tidak seterang tadi, abu-abunya meredup dan Canowly baru menyadari jika rambut laki-laki di depannya berwarna kuning keemasan.
"Sudah, coba berdiri." Niall meraih tangan Canowly. Canowly terkesiap, apa ia ketahuan memandangi wajah laki-laki itu? Ia mengangguk kikuk.
"Iya, sudah bisa digerakkan." Canowly menggerak-gerakkan kakinya. Kepalanya menoleh ke belakang, melihat senternya yang tergeletak dengan sinar cahaya yang masih menyala. Canowly segera mengambil senter itu, hanya benda ini satu-satunya yang bisa mereka gunakan untuk penerangan jalan, melihat Niall tidak membawa apa-apa.
"Baiklah, ayo turun sekarang," pinta Niall. Ia berjalan lebih dulu. Canowly mengekor di belakangnya sambil mengarahkan senternya ke depan.
"Siapa kau?" tanya Canowly begitu mereka menuruni anak tangga terakhir.
Niall mentap Canowly bingung.
"Dan siapa orang-orang tadi? Apa hubungannya denganku? Mengapa kau menarikku?" tanya Canowly bertubi-tubi. Rasa penasarannya sudah tidak bisa ditunda lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Attack
Teen Fiction"Siapa kau sebenarnya?" "Aku Niall Horan." ✍ 14 Februari 2021 -