2.3

864 103 4
                                    


Malam ini, Ludens ramai seperti biasanya. Ratusan orang memenuhi bangunan berlantai tiga tersebut. Beberapa orang sedang menggoyangkan badannya di dance floor, sementara sebagian laginya sedang bercengkrama dengan minuman yang tersaji di hadapan mereka. Orang-orang yang tampak sedang memiliki masalah pun tampak jelas disini, mereka menyendiri dan asik dengan acara minum mereka.

Gun sendiri duduk di salah satu meja yang sudah ia booking sebelumnya. Teman dugemnya, Ohm, Nanon, dan Ciize sudah meninggalkannya ke lantai dansa. Meskipun ingin bergabung bersama mereka, sebisa mungkin lelaki manis itu menahan dirinya. Sabar, Gun. Ini yang terakhir, batinnya.

Usai percakapannya dengan Kit, ia langsung mengirimi Off pesan. Lelaki manis itu meminta Off untuk menemuinya di Ludens malam ini. Ya, anggap saja pria itu tidak sopan karena mengirim pesan ke orang asing jam 2 malam. Mungkin sebagian orang sudah mengutuk perbuatannya, tapi Gun tidak peduli sama sekali. Ia hanya mau masalah ini cepat selesai.

Sebenarnya masih ada tiga puluh menit lagi, sebelum waktu pertemuan mereka tiba. Namun, Gun terlalu bersemangat hingga datang sejam sebelumnya. Percayalah, jika Gun bertekad akan suatu hal, ia akan niat dalam melakukan apapun. Termasuk saat ini.

Menunggu waktu pertemuannya tiba, Gun menyibukkan dirinya dengan ponsel di tangannya. Sesekali senyum muncul di wajahnya saat melihat chat dari New yang tengah marah karena ditinggal ke Ludens. Sambil menunggu balasan sahabatnya, lelaki manis itu menegak minuman di hadapannya. Kini ia tampak sedang asik dengan dunianya.

"Hai, ketemu lagi nih kita."

Suara tersebut mengalihkan atensi Gun. Tanpa tergesa, pria itu menoleh ke asal suara. Tatapan kesal langsung terpancar jelas di matanya saat lelaki manis itu menyadari sosok yang tengah duduk di hadapannya.

Tidak mempedulikan tatapan kesal lelaki yang lebih muda, pria itu tersenyum lebar. "Kenapa? Seneng ya ketemu gue lagi?"

Gun mendengus kesal. Ditatapnya pria itu, menantang. "Masih berani lo nunjukkin muka lo di hadapan gue? Nggak ngerti omongan gue kemaren-kemaren? Apa jangan-jangan gak ngerti bahasa manusia?"

Menahan amarah yang mulai membakarnya, pria itu bangkit dan duduk di samping Gun. Tangannya segera terjulur merangkul pria yang lebih kecil darinya. Sudah cukup ia dipermalukan di lantai dansa beberapa hari yang lalu, malam ini ia tidak akan diam. Dia akan membalas perbuatan lelaki manis itu.

Merasa risih dengan rangkulan pria tersebut, Gun menatap pria di sampingnya tajam. Sebisa mungkin, ia menahan dirinya agar tidak mengamuk malam ini. "Ngapain lo rangkul-rangkul gue? Lepas gak?" ucapnya marah.

"Lo kalau marah-marah gini lucu yah. Gue jadi tambah suka," ucap pria itu tanpa mempedulikan ucapan Gun. Tangannya masih tetap merangkul yang lebih muda, bahkan kini sudah menyentuh punggung dan pinggang Gun.

Merasa tidak bisa ditolerir, Gun bangkit dari tempatnya, berniat untuk meninggalkan pria ini dan melapor pada petugas keamanan. Namun, sedetik kemudian, tangannya di tarik dan membuat badannya limbung sehingga kembali duduk di tempat semula.

"Jangan sok jual mahal. Gue tau lo suka dipegang-pegang gini," ucap pria itu sambil menunjukkan smirk-nya.

Persetan dengan niatnya untuk tidak mengamuk malam ini, lelaki itu segera mendorong pria yang kini sudah berani menyentuh pahanya. "Anjing yah lo. Gue biarin malah makin jadi," ujar Gun marah.

"Jangan sok suci lo. Ke Ludens tiap hari, pasti kerjaan lo nyari patner buat ngewe kan?" balas pria itu tidak kalah kesalnya.

Gun bangkit dari tempatnya dan menatap pria di hadapannya. "Gue bukan lo yang isi otaknya  ngewe semua yah. Mendingan lo pergi sekarang atau gue panggil security?"

Tidak ada pergerakan sama sekali dari pria itu. Kini ia sudah tidak peduli dengan tatapan beberapa orang di sekitarnya. Jika kemarin ia pergi karena malu, hal ini tidak akan terjadi lagi sekarang. Dengan tatapan menantang, pria itu bangkit dan menatap Gun tajam. "Siapa lo nyuruh-nyuruh gue pergi? Gue bayar disini, jadi gue bebas ngapain aja."

Untuk kesekian kalinya, Gun mendengus kesal. "Gue juga bayar disini. Dan sorry banget nih, ini meja gue dan gue udah bayar meja ini. Mendingan lo pergi yang jauh dan ngehambur-hamburin uang lo di tempat lain."

"Kalau gue gak mau?" tantang pria itu.

Merasa teramat kesal, Gun berniat pergi mencari security yang menjaga disini. Bagaimanapun juga menghadapi pria ini benar-benar tidak akan ada habisnya. Hal itu hanya akan menguras emosi dan tenaga. Jadi, ia memutuskan untuk mengalah dan menjalani sisa malam ini dengan damai. Ia masih harus bertemu dengan Off kalau kalian lupa. Masih ada hal yang lebih penting menantinya, dibanding berhadapan dengan pria ini.

Menyadari gelagat Gun, pria ini menahan tangan Gun kencang. Sekeras apapun Gun mencoba melepaskannya, nyatanya pria ini lebih kuat. "Mau kemana lo? Mau kabur?" tanya pria itu.

Sungguh, Gun tidak dapat berkata apa-apa lagi sekarang. Emosinya sudah berada di ujung tanduk. Dari semua hari, kenapa pria ini harus datang sekarang? Selain itu, kenapa bisa ada orang seperti pria di hadapannya? Benar-benar menjengkelkan.

Gun tahu. Tipe orang seperti pria ini bisa saja ia temui di kelab malam. Namun, sungguh, ia tidak menyangka akan berhadapan langsung dengan pria ini. Biasanya pria yang dimarahi oleh Gun akan pergi dan tidak berani menunjukkan batang hidungnya di hadapan lelaki manis ini. Sepertinya, pria ini adalah pengecualian. Sekilas ia teringat ucapan Newwie dan Kit yang menyuruhnya berhati-hati. Namun, tidak ada waktu untuk memikirkan hal itu. Ia harus membereskan kekacauan di hadapannya.

"Lepasin tangan gue selagi gue masih baik," ucap Gun dengan nada mengancam.

Pria itu tertawa meremehkan. "Emang kalau lo lagi nggak baik, lo mau ngapain?" tantang pria itu. "Ngelepas tangan gue aja gak bisa, pake sok-sok ngancem gue."

Hingar bingar Ludens seakan tidak terdengar di sekitar meja Gun. Suasana mencekam menyelimuti tempat tersebut. Beberapa orang bahkan sudah membuat kerumunan kecil untuk melihat pertikaian keduanya. Gun yang tidak dapat bergerak menatap pria dihadapannya kesal, sementara pria di hadapannya memberikan tatapan meremehkan.

"Ada apa nih rame-rame? Lo juga, ngapain megang tangan temen gue?"

Suara tersebut seakan memecah keheningan yang terjadi disana. Beberapa orang kembali melanjutkan aktivitasnya seperti semula, sementara Gun sendiri dengan cepat menoleh ke asal suara, berharap seseorang yang ia kenal membantunya saat ini. Namun, seketika itu pula Gun membeku di tempatnya. Pria dengan mata sipit dan tubuh jangkung melangkah mendekatinya. Kini ia bisa melihat sosok yang sudah ditunggunya beberapa hari ini. Off ada disini. 

Suddenly Love You - OffgunWhere stories live. Discover now