Epilog

1.1K 97 18
                                    


Mengumpulkan segala keberanian yang ia miliki, Gun mengetuk pelan pintu berwarna hitam di hadapannya. Meskipun sudah beberapa kali mengatur napasnya, sulit rasanya mengabaikan gugup yang ia rasakan. Jantungnya sedari tadi berdetak cepat, seakan ingin keluar dari tempatnya.

Tidak kunjung mendapat jawaban, Gun menoleh ke ujung lorong dengan wajah pesimis dan setengah frustrasi. Disana ketiga temannya sedang mengintip sambil menyemangati Gun untuk terus mengetuk pintunya di hadapannya. Krist bahkan sudah memberi tatapan mengancam agar Gun terus mengetuk pintunya hingga pemilik unit itu membukakan pintu.

Melihat respon ketiga temannya, Gun mau tidak mau pasrah dan kembali mengetuk pintu unit Off. Setelah sesi curhat pagi hari ini, mereka menghabiskan quality time bersama. Obrolan hingga tawa yang sempat absen diantara mereka kini kembali memenuhi ruangan, pertanda selesainya perselisihan di antara keempatnya.

Meskipun demikian, hal itu tidak berlangsung lama. Tepat saat keempatnya ingin bergegas pergi untuk makan malam, New teringat bahwa ia memiliki alamat Off dan menyuruh Gun menghampiri pria itu. Gun yang mendengar ide gila itu, tentu saja menolak mentah-mentah. Namun, sepertinya penolakannya bak angin lalu. Nyatanya, kini pria manis itu berada di sini, setelah ketiga temannya menyeret paksa Gun untuk menghadapi Off.

Setelah menunggu cukup lama, pintu kamar tersebut terbuka. Sesosok pria bertubuh jangkung dengan rambut basah dan pakaian santai keluar dari unitnya dengan handuk yang masih tersampir di lehernya. Seketika itu pula, Gun membeku di tempat. Kata-kata yang sempat ia pikirkan menguap seketika dari kepalanya.

Tidak jauh berbeda dengan Gun, Off tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya. Melihat pria manis itu di depat unitnya tentu membuat Off bertanya-tanya. Meskipun enggan untuk berhadapan dengan yang lebih muda, Off sebisa mungkin menahan keinginannya untuk menutup pintu kamarnya. "Ada apa?" tanya Off akhirnya.

Meskipun nada suara pria di hadapannya tidak sehangat biasanya, tapi anehnya Gun merasa sedikit lega. Setidaknya pria itu tidak mengabaikannya seperti kemarin malam. Mengingat kejadian itu tidak pernah gagal membuat dada Gun sesak. Jika Off mengabaikannya lagi kini, Gun tidak tahu apa yang akan dia lakukan.

"Kalau lo nggak mau ngomong apa-apa, gue mau balik ke dalem," ucap Off, setelah beberapa saat tidak mendapatkan jawaban dari yang lebih muda.

Dengan refleks, Gun melangkah ke arah Off, menahan tangan yang lebih tua agar pria itu tidak meninggalkannya. Off yang memperhatikan gerak-gerik Gun hanya terdiam di tempatnya. "Jadi, lo mau ngomong apa?" tanya pria itu lagi.

"Gue mau minta maaf," ucap Gun pelan.

Jika biasanya, Off akan menatap pria manis itu lembut sambil mengusap rambutnya pelan saat mendengar ucapan lembut Gun. Kali ini, pria itu hanya menghela napas panjang. "Lo nggak salah, Gun. Yang namanya perasaan emang gak bisa dipaksain," ucap Off. "Kalau lo cuma mau ngomong itu, lo gak perlu khawatir. Gue gak marah sama lo. Gue cuma butuh waktu buat lupain lo."

Sontak saja, Gun mengangkat wajahnya dan menatap yang lebih tua dengan tatapan memelas. Kepalanya menggeleng pelan, menandakan Off salah paham akan perkataan Gun. "Off, maksud gue nggak gitu."

"Terus maksud lo gimana?" tanya Off, menuntut kejelasan. "Setelah nolak gue, lo tiba-tiba muncul di depan pintu apartemen gue, bilang minta maaf dan lain-lain. Lo tuh sebenernya mau apa sih, Gun? Kalau lo nolak gue, nggak seharusnya lo bersikap kayak gini. Gue udah bener-bener capek ngehadapin lo."

Mendengar perkataan Off, tentu saja membuat dada Gun sesak seketika. Matanya bahkan sudah berair, menahan air mata yang hendak keluar. Meskipun sudah menduga-duga betapa marahnya Off padanya, tetap saja mendengar pria itu mengatakan langsung di hadapannya benar-benar menyakitkan. Rasanya Gun ingin menghilang di sekarang juga. Kesempatannya sudah habis dan ia sudah tidak memiliki harapan. Namun, entah mengapa kakinya enggan untuk bergerak.

"Gue minta maaf," ucap Gun lagi. Kini kesan putus asa sangat jelas tergambar jelas dalam suaranya. Biarlah, Off merasa muak dengan maaf yang ia lontarkan, tapi ia benar-benar tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain ini. Membayangkan Off yang perlahan pergi dari sisinya membuat pikirannya semakin tidak karuan.

"Gue nyesel banget nolak lo waktu itu. Lo bener soal gue, gue terlalu banyak mikir tentang banyak hal. Gue takut sama hal yang belum pasti Waktu itu bingung harus gimana, lo tau New penting buat gue dan belakangan, gue sadar lo juga sama pentingnya buat gue. Waktu lo ngejauh, semuanya nggak berasa sama lagi," jelas Gun sungguh-sungguh. "Dan soal perasaan gue, gue juga suka sama lo. Jadi, stop bilang gue nggak punya perasaan yang sama kayak lo."

Off yang mendengar penuturan yang lebih muda membeku di tempatnya. Dilihatnya wajah Gun yang memerah, menahan isak tangisnya. Ekspresi wajahnya benar-benar menunjukkan ekspresi menyesal dan terluka. Tidak hanya itu, pria manis itu bahkan menatapnya sedih, berharap agar yang lebih tua memaafkannya.

Panggil saja, Off lemah atau apapun itu, tapi melihat kondisi Gun yang seperti ini membuat hatinya goyah. Dengan perlahan, pria jangkung itu melangkah ke arah yang lebih muda dan memeluk Gun erat, membiarkan pria manis itu menangis di dekapannya. Padahal seminggu terakhir ini, ia sudah meneguhkan hatinya untuk berpaling dari sosok yang lebih muda. Off bahkan sebisa mungkin menahan dirinya untuk tidak menyapa atau mengobrol dengan Gun semalam. Namun, sepertinya usahanya sia-sia. Entah sampai kapapun, Gun merupakan kelemahannya.

Kini tangan Off sudah berada di puncak kepala yang lebih muda dan mengusapnya pelan. Mendengar tangisan Gun tentu saja membuat hatinya teriris. Meskipun demikian, ada sedikit perasaan lega yang dirasakannya. Setelah momen pernyataan cintanya tidak bisa dikatakan berhasil beberapa saat yang lalu, setidaknya kini Gun telah menyatakan perasaannya. Bukankah itu berarti masih ada kesempatan untuk keduanya bersama di masa depan. Bahkan bisa saja ia bisa menanyakan kejelasan hubungan mereka setelah yang lebih muda lebih tenang.

Sementara itu, New, Krist, dan Win hanya menatap keduanya dengan perasaan lega. Setelah susah payah menyeret Gun kesini, setidaknya mereka tahu kalau usaha mereka tidak sia-sia. Merasa kehadiran mereka tidak dibutuhkan lagi, ketiganya segera pergi dari tempat itu dengan perasaan yang lebih ringan. Walaupun tidak dapat mendengar percakapan sepasang pemuda itu dari jauh, mereka percaya hubungan Off dan Gun akan segera diresmikan. Hanya tinggal menunggu hari saja, sahabat mereka tidak sendiri lagi.

SUDDENLY LOVE YOU END

FINALLY, CERITANYA SELESAI JUGA!!
Well, thank you for reading and supporting me until now. I never say it before, but it really means a lot for me. Sorry, if it doesn't fulfill your expectation. Actually, I wanna make a sweet or fluffy epilogue, but I just can't. Skill gue belom sampe titik itu kayaknya.

Other than that, I wanna tell you an information. Well, I gonna make another fanfiction with taynew as the cast. So, if you interested, just check it out! The tittle is "One Click Scene ft. TayNew". I gonna upload it on sunday.

Last but not least, once again, thank you so much for supporting me. See you on my next project!!!

Suddenly Love You - OffgunWhere stories live. Discover now