2. Postingan

115 8 1
                                    

Satu-satunya yang dekat dengan Ara di kelas hanyalah Kat. Nama lengkapnya Rose Katalina. Ara mengenal perempuan tinggi semampai, berdarah campuran Inggris-Sunda itu saat mengantri mendaftarkan diri di kampus ini. Soal wajah, Kat tidak perlu diragukan kecantikannya. Sejak mondar-mandir bersama, Kat selalu menjadi pusat perhatian. Wajahnya yang cantik dan kentara keturunan campuran, membuatnya mudah dikenal. Belum lagi pernak-pernik yang melekat pada Kat. Semuanya tampak unik dan pantas.

Pernak-pernik kucing. Warna merah muda, hitam dan putih. Seperti namanya, Kat adalah pecinta kucing. Menurut pengakuannya, Kat punya lebih dari dua puluh ekor dari tiga jenis kucing paling populer di dunia. Seperti Maine Coon, Persia dan Siamese. Karena kegemarannya itu, Kat mebuka toko pertamanya yang bernama Kat Shop sejak enam bulan yang lalu.

" Ra, ada yang nawarin gue anakan Ragdoll. Liat deh, menurut lo gimana?" Kat baru saja tiba di kelas, tapi dia langsung heboh. Meletakkan tas di atas meja di sebelah Ara, lalu memberikan ponsel yang menampakkan foto dua ekor anak kucing berbulu tebal, warna abu tua bergaris putih, berbulu tebal, bermata biru.

" Lucu. Ini dua?" Ara mengulas senyum gemas. Gerakan tangannya seolah ingin meremas kucing dalam ponsel Kat jika saja dia tidak ingat itu hanyalah foto.

" Iya dua. Uncle Sam mau main kesini, dia nawarin ini ke gue," jawabnya, sembari berkaca, merapikan rambut yang dicatok curly meski pun masih rapi. Sentuhan terakhir, Kat menyemprotkan parfum beraroma Lili pada beberapa titik bagian tubuhnya.

Sempurna, batin Ara sembari mengembalikan ponsel Kat. Muda, cantik, mudah dikenal, rapi, good looking, punya bisnis. Diam-diam, Ara menciut. Dia merasa seperti upik abu jika dibandingkan dengan Kat. Ara harus memutuskan, perteman yang sudah terjalin selama kurang lebih tiga bulan ini, apakah perlu dilanjutkan?

Semasa sekolah, Ara termasuk salah satu murid yang lumayan berprestasi. Niali-nilainya cukup memuaskan orang tua dan guru-guru. Bahkan Ara mengantongi label sebagai salah satu murid yang dapat diandalkan oleh sekolah untuk mengikuti lomba-lomba akademik mewakili sekolah.

Meski punya otak yang terbilang encer, soal tampang dan penampilan, Ara kalah jauh dengan Kat. Jujur saja, Ara minder jika berjalan bersebelahan dengan Kat. Ara yang punya tinggi seratus lima puluh lima, hanya setinggi bahu Kat. Kulitnya cokelat, khas perempuan Jawa. Ramhutnya sepunggung, lumayan mudah diatur. Yang paling penting, Ara bukanlah tipe yang suka menjadi pusat perhatian, kini sering dilihat orang-orang jika sedang berjalan dengan Kat.

Kat yang punya bisnis sendiri, meski hanya seumur jagung berbalik dengan Ara yang bekerja paruh waktu sebagai penjaga minimarket dekat rumah. Meski minder, seharusnya Ara bersyukur karena dari hasil jerih payahnya menjaga mini market selama setahun terakhir, Ara akhirnya bisa membeli Macbook impiannya.

" Liat deh, Ra," Kat menunjukkan sebuah unggahan foto dari akun Instagram lifeatku kepada Ara. KU sendiri merupakan singkatan dari nama kampusnya, Kingland University.Kali ini bukan foto kucing, melainkan foto dirinya yang sedang berdiri di halte kemarin sore. Bersebelahan dengan lelaki dekil yang banyak bicara itu.

Foto itu tampak jernih dan tampak diambil dengan skill yang tidak kaleng-kaleng. Meski hanya ada dua objek, tapi pengambilan gambarnya sangat bagus. Ara yakin, foto itu diambil menggunakan kamera, bukan dengan ponsel.

" Lo keciduk Ara..."

Suara Kat menyadarkan Ara. Lalu, ia membaca tulisan di bawah foto itu: Mbah Buyut kita, Aksara akhirnya move on juga! Semoga tahun ini lulus, Kak. Jangan ada semester sepuluh, sebelas apa lagi sampai DO. Semangat Kak Aksa!

" Jangan ada semester sepuluh? Emang dia semester berapa, Ra?"

Ara memalingkan muka, " mana gue tau!" jawabnya tak acuh. Sebenarnya Ara ingat kemarin Aksa mengatakan jika dia semester enam. Tapi masa bodo dengan itu, Ara tidak peduli dan tak mau tahu.

" Cerita dong..." Kat penasraan. Ia menggeser kursinya agar lebih dekat dengan Ara.

" Bentar lagi masuk. Gue juga gak kenal itu orang siapa." Ara kian sewot. Padahal Kat bertanya baik-baik.

" Kok lo jadi ngambek sih? Jangan-jangan... lo sama Aksa beneran keciduk Paparazzi?" Kat menahan tawa, mengamati ekspresi Ara yang tampak kesal.

" Paparazzi apaan? Emangnya gue seartis itu apa?"

" Ra..."

" Apa?"

" Gue kepo!"

Ara membuang naps keras-keras, lalu menceritakan apa yang ia alami kemarin pada Kat dengan intonasi yang tetap sewot.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MAAFKAN AKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang