Every time we urinate together

563 80 51
                                    

Seonghwa menghampiri Jongho yang duduk di bangku paling belakang. Ya, sejak awal Jongho pindah kelas, hingga sekarang ia menyukai bangku itu. Bukan yang paling strategis sebenarnya. Karena tidak terletak tepat di belakang Yeosang. Tapi cukup strategis untuk bisa tetap mengawasi lelaki itu. Terlebih Jongho duduk sebangku dengan Yevpraksiyarita Sveshchenkhovsmova. Atau setidaknya demikian nama yang Jongho baca dari bentangan panjang tertulis di atas permukaan buku tulis siswi itu yang terbuka di atas meja. Ya, seorang gadis Rusia yang memiliki wajah sangat mirip dengan Yeosang. Bukan gadis itu yang berwajah Asia. Melainkan Yeosang yang memiliki paras Kaukasia. Sampai semua orang mengira keduanya kembar identik. Sehingga setiap kali Jongho tidak bisa melihat wajah Yeosang, ia bisa memperhatikan wajah gadis itu. Terkadang membuat gadis itu kegeeran. Karena Jongho selalu memperhatikannya sambil senyam-senyum sendiri. Dan ia tidak pernah mengklarifikasi. Karena tidak ingin menyakiti perasaan seorang gadis.

Seonghwa memberikan segulung kertas pada Jongho, omong-omong. Sambil menahan sakit di sudut bibir yang dihiasi darah kering.

Jongho tidak tahu masih ada orang-orang dengan gestur sehiperbolis ini. Ia kira zaman-zaman geng ala Boys Before Flowers sudah lama berakhir?

Perkelahian four on three di hari sebelumnya membuat ketujuh lelaki itu tidak luput dari memar di wajah. Mereka bukan pahlawan super yang bisa tetap memiliki wajah mulus sehabis melawan musuhnya, lagipula. Adu fisik itu tidak menghasilkan apa-apa selain Yunho, Wooyoung, dan Hongjoong yang terluka parah. Tapi setidaknya Jongho hanya ingin menunjukkan bahwa ia layak untuk melindungi Yeosang. Dan AST tidak bisa memberikan ancaman apapun pada Jongho. Mereka adalah lawan yang imbang.

Dengan malas Jongho membuka gulungan kertas itu. Ia langsung saja memperhatikan isinya, tidak begitu peduli dengan segala perniknya.

Dan ya ampun.

Astaga.

Itu adalah sebuah kertas yang sangat panjang. Jika direntangkan pasti sudah mengelilingi seisi kelas ini sebanyak sepuluh kali. Tanda bukti pembayaran dari kassa mall tempat ketiga lelaki itu berbelanja kemarin. Total 1,250,000 Won. Jelas saja. Tiga troli, dan menggunung. Hingga menyentuh langit-langit swalayan.

Baiklah, itu terlalu berlebihan.

"Kemarin Yeosang menyanggupi biaya belanjaan kami, tapi dia melarikan diri. Dan aku tahu penyebabnya adalah kau. Jadi kau yang harus membayarnya."

"Hanya jika kau memenangkan pertaruhan." Dengan menampilkan ekspresi sedingin es, Jongho membalas kata-kata menyebalkan Seonghwa.

"Apakah sebelumnya kita pernah bermufakat soal ini?" Seonghwa bertanya setengah sarkastik, setengah bingung.

Jongho memutar bola matanya persis seperti ekspresi yang dikeluarkan Yeosang kemarin. Dalam hati berkata, tentu tidak, idiot. Untuk bermufakat, kau harus bermusyawarah. Dan kau bahkan tidak meminta pendapatku soal pembayaran tagihan ini, jadi untuk apa aku meminta pendapatmu? Tapi ia lisankan dalam versi pendek, "Tidak, hanya saja barusan ide itu melintas begitu saja dalam benakku. Tapi tidak buruk kan?"

"Apa maumu?" Seonghwa yang berdiri di depan meja Jongho menampakkan wajah kesal, tapi mau tidak mau harus bertanya. Ia tahu akan sia-sia mengancam makhluk satu ini saat ini. Jadi, solusi terbaik adalah melihat permainan apa yang ditawarkan dan mencari celah untuk berlaku curang.

Haha.

"Aku menantangmu dan teman-temanmu berduel dengan Yeosang. Satu persatu. Jika kalian menang, aku akan mengganti biaya tagihan belanjaan kalian. Sepuluh kali lipat."

Seonghwa berpikir, di mana ia bisa menukarkan satu menit waktunya untuk mendapat ganti rugi dari lelucon yang baru saja ia dengar?

Tapi ia tidak tertawa. Itu akan merendahkan dirinya jika ia tertawa pada lelucon makhluk ini.

HARDSHIP 🌷 JongSang [⏹]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang