"Kamu pikir apa yang kamu dapat dari kelakuan buruk kamu ini?!" Andre berteriak marah kala memergoki putra semata wayangnya baru pulang pukul empat pagi.
"Balapan, mabok-mabokan, membuat kerusakan. Kamu pikir hebat? Mau jadi apa kamu? Preman? Brandal?" Emosi Andre semakin memuncak. Ia hendak menampar Aksa yang sudah kelewat batas. Segala ucapan Andre tak pernah dituruti.
Aksa tetaplah Aksa, pria misterius yang benci pada aturan. Ia benci jika harus berada dalam kekangan orang tua. Menurutnya, aturan yang orang tua buat itu hanya akan membatasi ruang gerak sang anak. Anak menjadi tidak bebas akibat semua hal yang disukai dilarang oleh orang tua mereka.
Plakk!
Andre menampar Aksa. Dadanya naik turun seiring dengan emosi yang tak terbendung. Lelah sudah menasehati anak berandal di hadapannya itu.
"Kamu itu saya besarkan pakai uang! Apa kamu gak bisa ngehargai uang yang sudah saya habiskan demi membesarkan kamu?!"
Dada Aksa tergores mendengar penuturan Andre barusan. Selalu saja begini, Andre selalu mengungkit pengorbananya menghidupi Aksa. Ya, Aksa tidak punya ibu. Ibunya meninggal ketika melahirkan dirinya. Ia tumbuh bersama sang ayah.
Sesak kala mendengar sang ayah seakan tidak ikhlas membiayai kehidupannya.
"Dengan kamu berkelakuan seperti ini sama dengan kamu menyia-nyiakan uang saya Aksa!"
"CUKUP!" Dada Aksa bergerak naik turun. Sudah cukup ayahnya itu selalu mengungkit semua biaya yang ia keluarkan demi Aksa.
"Apa maksud papa hah? Saat papa mutusin buat nikah dan punya anak, itu tandanya papa udah siap untuk ngeluarin biaya lebih buat ngehidupin anak papa! Kalo papa gak sanggup, ngapain nikah?!"
Plakk!
Satu tamparan lagi mendarat mulus di pipi kanan Aksa. Aksa tersenyum miring melihat kelakuan Andre yang semakin hari semakin kejam saja.
Muak dengan segala drama ini, Aksa memutuskan untuk keluar lagi dari rumah. Mengendarai motornya, menuju ke tempat terindah untuknya. Basecamp Palmora.
***
Cuaca pagi ini sangat cerah. Mentari menampakkan sinarnya dengan bangga. Beriringan dengan kicauan burung yang merdu. Di kawasan pedesaan, lengkap dengan udara segar yang belum tercemar polusi.Dia bangkit dari tempat tidurnya, beranjak menuju kamar mandi lalu berkaca setelah selesai dengan urusannya. Ia menatap pantulan dirinya di cermin.
Tersenyum remeh merasa kasihan pada keadaan dirinya sendiri.
"Buruk." Satu kata terucap dari bibirnya. Tersenyum simpul sebagai penanda bahwa dirinya kuat menghadapi semua ini. Meyakinkan jiwanya bahwa ia bisa melewati semua ini.
Tentang dia yang masih percaya bahwa tuhan itu ada, dan semua akan indah pada waktunya.
BRAKK!
Pintu terbuka lebar. Menampakkan wujud dua orang dengan postur tubuh yang tegap berisi. Oh, dia sudah tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
Kedua orang itu berjalan menghampiri dirinya. Mereka menarik paksa pipi dia hingga membuat nya terkejut seketika. Mereka mengambil tali lalu mengikat dirinya di kepala ranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
INDESTRUCTIBLE
Teen FictionSetelah berhasil menumbangkan geng motor terbesar di Jakarta itu, kejayaan Palmora di bawah pimpinan Aksa menjadi semakin naik daun. Palmora yang semula hanya geng motor biasa mendadak menempati singgasana milik Vonderie, geng yang mereka habisi lal...