Dentingan alat di dapur menganggu kenyamanan tidurku. Pasti Laras sedang bergulat dengan eksperimen paginya. Sudah berkali-kali aku mengabaikan suara itu, tapi tetap saja aku tidak bisa melanjutkan tidurku lagi. Terpaksa aku harus menyibakkan selimutku lalu bangun dan merapikan tempat tidurku. Menuju kamar mandi untuk menyegarkan muka bantal dan sikat gigi, Tidak mandi. Aku melangkahkan kakiku menuju dapur dimana ada Laras yang tampak serius dengan eksperimennya. Huft, tidak bisakah aku makan sarapan dengan makanan biasa?
Setiap pagi Laras selalu membuat eksperimen makanan. Gagal maupun sukses dalam eksperimennya, aku sebagai sahabatnya harus memakannya. Bukan karena paksaan atau pasrah, tapi tampilan eksperimen Laras selalu menggugah selera. Perlu di ingat hanya tampilan yang menggugah selera. Soal rasa jangan pernah tanya. Rasa ekperimen sendiri bisa berbeda-beda walaupun hidangannya sama, karena biasanya Laras belum puas dengan rasanya yang belum sempurna alias gagal dengan eksperimennya. Dan jangan tanya kenapa Laras membuat eksperimen selalu di pagi hari.
Aku bediri di samping meja makan sambil melihat Laras yang seperti koki itu. memakai kaos lengan pendek bewarna merah bata dan celana pendek yang menutupi setengah pahanya juga tidak lupa apron yang menghiasi bagian depan tubuhnya. 'Aku hanya ingin menjadi seorang istri idaman'. Itulah jawaban Laras saat aku tanya apakah cita-cita dia sebagai koki. Tunggu, bukannya kemarin bahan dapur dia bilang habis? Terus kenapa Laras bisa bereksperimen?
"Ras, bukannya bahan dapur lagi habis kata lo?"
Laras yang sibuk mengiris bawang menoleh singkat padaku, "Emang, tadi gue cuma beli seadanya di abang-abang depan buat eksperimen gue." Aku menganggukkan kepalaku. "Oh iya, ada kotakkan lagi buat lo."
Hm?
"Lagi?"
Laras mengangguk, "Belum gue buka sih isinya, tapi udah gue taruh di meja ruang tengah." Ucapnya yang langsung membuat aku berjalan menghampiri benda yang dimaksud Laras.
Kotakan ini memang sudah menghantuiku sejak dua minggu berlalu. Kotak misterius ini tidak datang setiap hari, tapi ada selang hari entah itu sehari atau dua hari. Aku mengira bahwa aku di terror seseorang, tapi isi kotakan ini tidak menandakan bahwa aku di terror melainkan aku seperti memiliki secret admirer. Aku dan Laras sudah menebak semua orang yang sekiranya dia adalah pengirim kotakan ini, tapi lagi-lagi tebakan kita tidak ada yang benar. Aku pasrah dan mencoba untuk menerima tanpa tau siapa pengirimnya.
Ini kotak misterius yang keempat, ukurannya lebih kecil dari biasanya. Bukan aku mengharap isinya selalu besar, tapi selama seminggu pula ukuran kotak ini tidak berbeda, tapi isinya yang berbeda.
Coklat? Baru kali ini aku menerima isi berupa makanan dari kotak misteri ini.
Isi kotak misteri yang pertama, aku mendapatkan sebuah buku notes dengan cover yang aku tebak dia mencetak sendiri. Kreatif, pikirku saat itu. Cover itu bergambarkan seseorang yang membawa payung. Tidak terlihat dia cewek atau cowo karena di gambar itu memakai hoodie yang menutup kepalanya dan menghadap samping hanya terlihat hidung yang mancung. Yang kedua, aku mendapatkan satu kotak bolpen dengan kertas yang dituliskan pengirim. Aku tidak bisa menebak itu tulisan siapa karna tulisannya bukan tulisan tangan melainkan ketikan yang di print. Dan yang ketiga aku mendapatkan sekotak penghapus yang besar.
Saat itu aku tertawa terbahak dengan Laras menyambungkan satu persatu isi kotak misterius. Buku-bolpen-penghapus. Apa pengirim ini menyuruh aku menulis di buku atau ingin menghadiahi seseorang tetapi salah sasaran. Sungguh kasihan jika si pengirim salah sasaran.
"Dapet apa?" Tanya Laras yang berjalan menuju ruang tengah dengan semangkuk besar berisi ekperimennya. "Coklat hitam?"
Aku mengangguk dan Laras langsung duduk di sofa sebelah kiriku. "Gue takut di coklat ini ada racunnya."