"Ambil ini." Nana menyodorkan sebuah amplop padaku.Aku mendorong tangannya kembali, menolak amplop yang kutebak berisi uang itu. "Kau sudah membantuku mengemas koper. Aku semakin tidak enak denganmu jika kau juga memberiku uang."
"Simpan saja, aku punya banyak list oleh-oleh." Ucapnya dengan nada bercanda. Aku mendengus saat ia menjejalkan amplop itu dalam koper.
Aku sudah cukup merasa bersalah pada Nana karena mengambil cuti pekerjaan selama 1 bulan. By the way, Nana itu sahabat merangkap bosku di tempat kerja. Aku bekerja padanya sebagai salah satu designer di butiknya, ia punya butik yang cukup ternama di Paris.
"Kenapa memilih New Zealand? Itu jauh sekali."
"Entahlah, ingin mencari suasana baru saja." jawabku.
"Jangan bersedih lagi. Laki-laki jahat itu tidak pantas mendapat air matamu."
"Astaga, sudah kukatakan jika ini tidak ada hubungannya dengan masalah itu. Aku memang ingin liburan saja, mencari inspirasi baru."
"Really?" Nana kembali bertanya meyakinkan dan aku tetap menjawab hal yang sama.
Aku paham jika Nana khawatir padaku. Pasalnya seminggu terakhir, sebelum aku memutuskan untuk berlibur, aku terus mengurung diri di kamar apartemen dan dengan bodohnya menangisi mantan kekasihku. Kamu putus karena ia selingkuh, omong-omong.
"Kau tidak berniat melakukan hal yang aneh, kan, disana?"
Aku mencubit lengan perempuan yang lebih tua beberapa tahun dariku itu, kesal dengan pikirannya. "Melakukan hal aneh apa? Bunuh diri?"
Nana mengangguk dengan tatapan horor.
"Nana! Jangan gila." aku memekik kesal. "Nyawaku terlalu berharga jika dibuang hanya karena patah hati. Lagipula sekarang perasaanku sudah membaik."
Nana beranjak dari duduknya, ia memelukku. "Aku akan merindukanmu, Vi."
Aku tertawa. "Aku hanya pergi satu Minggu." ujarku sembari membalas pelukannya.
"Oh? Aku harus pergi. Aku punya janji dengan Mark." ucapnya sembari melepas pelukannya. Ia berlari dengan tergesa menuju pintu, tapi kemudian berbalik. "Maaf tidak bisa menemanimu makan malam."
Aku tertawa sambil melambai pada Nana, ia sudah seperti ibuku saja.
"Aku akan mengantarmu ke bandara besok. Bye." Nana bicara sambil memasang sepatunya dengan cepat, kemudian berlari pergi.
"Bye."
.
.
.Aku sudah berada di penginapan yang akan kutempati selama dua minggu ini. Aku mengamati kamarku, minimalis tapi tetap cantik dengan beberapa hiasan dindingnya.
Aku membawa koperku ke samping lemari, lalu meninggalkannya begitu saja, nanti saja membereskannya. Tidur sepertinya pilihan tepat, meskipun sekarang masih pukul 2 siang disana.
Aku terbangun sore harinya. Setelah membersihkan diri, aku berjalan menuju pantai di belakang penginapan.
Hembusan angin dan aroma laut menyambutku. Pantainya ramai, mungkin karena sebentar lagi sunset, semua orang tidak ingin melewatkan pemandangan itu. Ada pasangan yang duduk di pasir sembari berpelukan, ada keluarga kecil yang bercengkrama sampai aku bisa mendengat tawa bahagia mereka. Semuanya bersama, hanya aku yang sendiri di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holiday To Remember
KurzgeschichtenAlih-alih mengatakan sampai jumpa lagi, kami lebih memilih kata selamat tinggal. Lebih baik berpisah dan tidak bertemu, daripada mengharapkan pertemuan selanjutnya yang tidak mungkin. Perjalanan singkat ini menyimpan sedikit kisah kita. Kau, aku dan...