Chapter 1.

2.8K 236 5
                                    

"UnAdmitted Villain" Chapter 1.

###

Aku menatap nyalang pada seorang gadis ditengah reruntuhan bangunan itu. Ia terlihat menunduk, tetes demi tetes air keluar dari matanya. Ia menangis. Menatap tangannya yang kotor dan lebam bekas pertarungan sengit yang baru saja terjadi.

"Semua telah usai?" tanyaku.

"Belum."

###

Aku tersengal bangun dari mimpi aneh yang baru saja aku alami. Tanganku tergerak menyentuh kepalaku yang sakit. Sudah berapa kali aku bermimpi hal yang sama semenjak kehadiran Meira. Akan kujelaskan tentang dia nanti, karena saat ini seseorang didepanku terlihat khawatir.

"Apa kau bermimpi buruk lagi? Tidakkah itu sedikit berlebihan?" Dia William. Dia adalah anak dari teman ayahku, kami tinggal satu atap.

Kedua orang tuanya beserta kedua adiknya meninggal karena kecelakaan saat dirinya menginjak SMA dan hanya dia yang tersisa. Orang tua ku mengajaknya ke rumah kami untuk tinggal di sana. Kamar kami bersebrangan, jadi akan terlihat atau terdengar jelas bila terjadi sesuatu. Sejak saat dia datang kami dididik menjadi saudara, ya ini karena aku juga merupakan anak tunggal.

Ngomong-ngomong tentang aku, Avyanna Etiryas itu namaku, teman-teman sering memanggilku Evi. Aku merupakan anak tunggal yang sangat menyukai novel bergenre fantasi Kerajaan, kamarku penuh dengan buku-buku, namun masih belum cukup untuk dibilang sebagai perpustakaan. Meski menyukai fiksi, logikaku tetap jalan. Entah mengapa, hal-hal yang menjadi firasatku akan selalu menjadi kenyataan. Instingku bukan main.

William sangat tidak percaya akan firasat-firasatku meski sudah beberapa kali terbukti benar. Ia lebih percaya akan logika sains beserta bukunya yang tebal dan bertabur angka itu. Aku selalu ingin mengalahkan William dalam bidang akademi tapi tidak pernah terjadi, dia selalu unggul. Kadang aku iri, tapi ya ini hanya kesalahanku. Tidak seharusnya aku begitu pada saudara, iya kan?

Satu kesalahan lain yang pernah aku buat adalah menyukai William. Itu dimulai saat kelas 2 SMA dulu. Tidak bisa dipungkiri, pesonanya sungguh kuat. Lihatlah mata berwarna hazel miliknya ditambah wajah perpaduan asia eropa.

Suatu hari, saat kedua orang tua ku sedang pergi keluar dan hanya aku juga William yang ada di rumah tersebut. Suatu cahaya muncul dari jendela kamarku. Seseorang keluar dari sana. Bergaun indah, bermata sayu, berkulit mulus, aku sampai tidak percaya dia memang manusia. Maksudku, dia memang manusia, tapi manusia tercantik di dunia ini saja tidak bisa menandinginya.

Sayup sayup aku merasa familiar dengan sosok tersebut. Dia dengan anggunnya turun dari kusen jendela kamarku. Saat aku tersadar dari lamunan, aku sudah menemukan dia sedang duduk di tempat tidurku. Ia meneliti seluruh ruangan, kemudian kami berkontak mata. Aku sedikit terkejut, matanya sangat jernih berwarna biru dengan rambut putih lurus dan senyum manis yang menghangatkan.

Dialah Meira, tokoh utama dalam novel Cinta Sejati Penyihir Cahaya. Dia adalah penyihir Cahaya disebuah dunia dalam novel tersebut. Tapi kenapa bisa dia datang ke dunia modern seperti ini?! Apalagi dia dari dunia novel. Apakah benar, keajaiban berpindah dimensi itu nyata adanya?

Kami berbicara banyak, semenjak aku tahu asal usulnya. Dia juga terkejut, katanya dia tak sengaja menggunakan sihir dan tak sengaja juga sihir cahayanya itu membuatnya menuju ke bumi. Saat sedang asik mengobrol, William tiba tiba datang membuka pintu kamar.

Saat itulah firasatku mengatakan ada hal buruk yang akan terjadi.

###

Huh... hari yang sangat panas. Badanku lelah sepulang sekolah, perutku lapar belum sempat membeli makan siang tadi. Enaknya menjadi William, ia mendapat dispensasi 1 hari karena baru saja mengikuti olimpiade.

Saat hendak memasuki kamar, aku mendengar seseorang tengah tertawa dari arah kamar William. "Oh, hai Evi," sapa Meira dari arah belakangku, dari kamar William. Ini sudah minggu kedua semenjak Meira datang, ia sedang berusaha memperbaiki sihirnya yang terkendala masalah. Semenjak ia datang, sifat William sedikit berbeda, itu sedikit membuatku tidak nyaman. Keganjilan demi keganjilan mulai terjadi, saat kucari novel Cinta Sejati Penyihir Cahaya, novel itu menghilang dari rak buku.

"Hai juga Mei," sapaku balik, memanggilnya dengan sapaan akrabnya di novel. "Sudah dua minggu berlalu, apa kau tak merindukan Halsion?" tanyaku padanya sembari berjalan memasuki kamar William, ikut nimbrung. Sedikit tentang Halsion, Halsion adalah nama sebuah kerajaan besar yang ada di novel, termasuk tempat tinggal Meira.

Senyum di wajah Meira terlihat sedikit memudar. "Apa kau tidak merindukan Riel juga?" tanyaku membuat dirinya seketika menunduk. Apakah aku telah berkata salah?

"Kau ingin mengusir Meira?" ketus William menatapku tajam. Aku tersentak, ku gelengkan kepala. Ini salah paham, aku tidak bermaksud begitu.

"Tidak, aku ti-,"

"Maafkan aku Avyanna, kalau kehadiranku disini membuatmu tidak nyaman. Aku akan pergi sekarang, aku akan mencari seseorang yang mau menerimaku," potong Meira melangkah keluar kamar. William menyusulnya, meninggalkan aku sendiri di kamar itu.

"Tidak, jangan pedulikan Evi, Meira. Kau diterima di sini. Kau tidak membuatku terganggu sama sekali," ujar William menggenggam tangan Meira, bulir air yang keluar dari mata indah Meira diusapnya dengan lembut. Aku melihat semua itu dari atas tangga. Sakit. Aku difitnah.

"Ada apa ini?!" disaat bersamaan kedua orang tua ku datang. Sehari setelah Meira datang, mereka menerimanya, bahkan eksistensiku mulai terlupakan sedikit demi sedikit. Seperti saat ini.

"Kenapa Mei menangis?" tanya ibuku. Sedangkan Meira dengan susah payah menunjukku, dia masih terisak. Aku tersentak, ini tidak seperti yang mereka pikirkan. "Tidak, aku hanya bertanya, itu saja. Aku tidak bermaksud untuk melukai perasaannya," ujarku membela diri.

Tapi, tak ada yang percaya.

Brak!

Bunyi pintu Gudang tertutup dengan keras. Aku menatap pintu kayu lusuh yang sudutnya sudah termakan rayap itu. Ayahku yang dulu humoris, menyayangi putri satu-satunya ini dengan berani mengurungku di gudang. Mata ibu yang selalu menatapku lembut, kini menatapku tajam seolah aku telah melakukan hal yang sangat kejam.

2 minggu semenjak kehadiran Meira. Hal-hal sepele yang aku buat menjadi sangat kejam dimata mereka. Dari awalnya dibentak, dipukul, sekarang aku dikurung. Kadang pikiranku terarah pada satu hal, tidak mungkin Meira memiliki dendam padaku hanya karena aku memiliki nama yang sama dengan tokoh antagonis di novel, Avyanna Re Elgrads?

Sungguh aku lelah, aku tidak kuat. "Aku tidak bersalah," gumamku terus menerus. Aku lapar, aku haus, di sini gelap, aku takut. Kemana semua orang yang aku kenal pergi? Mereka bukan Ayah, Ibu dan William yang aku kenal. Aku menangis cukup lama, hingga alam bawah sadar sudah memanggilku menenangkanku di dalam kegelapan.

###

Eungh...

Di mana ini? Seingatku, aku tengah dikurung oleh ayah karena kesalahpahaman dengan Meira. Apa Ayah sudah memaafkan ku? Apa Ayah yang membawaku ke kamar? Tapi kasurku tak selembut dan seharum ini.

"Nona, air hangatnya sudah siap," suaranya sangat asing, seseorang berkata sambil menarik selimutku. Mataku terbuka perlahan dan....

Ohh aku sangat terkejut! Bagaimana ada orang asing masuk ke dalam kamarku?! 

Tunggu! Ini bukan-

Ka... Mar... Ku....

###

Salam melon🍈

UnAdmitted VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang