Jangan pernah bersedih karena diriku. Sebab diriku tak begitu berharga, perjuangan hal yang paling berharga menurutmu dan nanti pasti kamu akan bahagia.
"Aku akan kembali ke Amerika," ucap Zoey mengejutkan Rowoon saat pria itu datang untuk menjemputnya sore ini.
Pulang. kenapa mendadak, apakah ini ada hubungannya denganku?? tentu saja ada, bodoh. Bagaimana ini semua tidak ada hubungannya dengan kamu jika semuanya berawal dari kamu.
"Mwo.. kembali? Apakah aku tak salah dengar?" Rowoon terkejut dan menatap langsung ke arah Zoey yang tengah membereskan bajunya.
"Tidak, kamu memang tak salah dengar. Aku ingin kembali ke Amerika, Woon-ah." Zoey mengeleng.
"Lantas bagaimana sekolah kita?"
"Tidak apa-apa, toh kita bisa pindah lagi," tutur Zoey lagi, memberikan tas berisi pakaiannya ke tangan Arthur.
Rowoon melongo akan sikap yang di tunjukan Zoey sekarang, bukannya dia iri karena sekarang Arthur yang selalu dipercaya gadis itu, tapi lebih merasa tidak nyaman karena biasanya Zoey selalu bercerita tentang apapun, dan dirinya selalu menjadi prioritas utama gadis itu.
Tapi kini Zoey seolah-olah menjauhi dan mulai mendirikan benteng untuknya."Zoey___"
"Aku sudah bicara dengan appa, dan kita akan kembali lusa," kata Zoey lagi.
Zoey seakan-akan tak memberikan kesempatan sedikitpun Rowoon untuk bicara. "Bila ada yang perlu kamu sampaikan kepada sahabat-sahabatmu, ah ani mungkin hanya teman-teman kita, karena kamu tak pernah cerita tentang seorang sahabat padaku, maka sampaikanlah besok pagi. Mungkin sekalian dengan ucapan perpisahan dariku, karena aku tak ingin berangkat ke sekolah, aku hanya ingin mempersiapkan apa yang harus ku bawa pulang nanti," cukup panjang penjelasan dari Zoey membuat Rowoon mengerti, yang pasti dia tau jika Zoey sudah membuat keputusan dan dia tak bisa menolaknya.
"Baiklah," jawab Rowoon dengan lesu.
Ada sedikit perasaan tak rela jika dirinya harus kembali ke Amerika. Apalagi di saat dia baru mengakui pada Hyeyoon bahwa dirinya adalah Seokwoo, setitik air mata menetes di pipinya memikirkan kalau dia harus berpisah lagi dengan gadis mungil itu. Tapi apa boleh buat, ini di luar kehendaknya, di luar kekuasaannya.
Sebagai seorang anak pungut dia hanya bisa mengikuti keinginan orang tua asuhnya, walaupun itu bertolak belakang dengan keinginannya. Buru-buru Rowoon mengusap titik air mata tersebut, sebelum Zoey melihatnya dan merasa terluka.
"Apakah kamu keberatan Woon-ah?" tanya Zoey ketika melihat ekspresi yang Rowoon tunjukan, pria itu bagai gajah yang kehilangan gadingnya.
"Tidak." jawab Rowoon lirih bertolak belakang sekali dengan keinginannya, tapi sekali lagi apa boleh buat, dia tak berhak berbuat seperti itu.
"Baiklah kalau kamu tak keberatan?" Zoey melangkahkan kaki meninggalkan rumah sakit, diikuti Arthur dan Rowoon dari belakang. Gadis itu sebenarnya tau apa yang ada dipikiran Rowoon, tapi dia sengaja mendiamkan dan tak ambil pusing akan hal tersebut. "Kajja, jibbe," ucapnya mengandeng tangan Arthur.
"Eoh," angguk Rowoon manut, matanya menatap pergerakan kecil itu dengan heran, tumben? Apakah gadis itu sudah tak membutuhkan dirinya lagi__ pikirnya.
Dia juga melihat tangan Arthur seperti mengusap-ngusap pungung tangan Zoey seperti memberi gadis itu kekuatan dan menyuruhnya untuk tetap sabar.
Sejak kapan mereka dekat seperti itu? Aku tau bahwa Arthur memang menyukai Zoey, tapi bagaimana dengan gadis itu.
Yakk Woon-ah, cukup sudah memikirkan yang lain, sudah saatnya kamu memikirkan dirimu sendiri, kamu akan segera berpisah dengan Hyeyoon lagi, bisakah kamu menanggungnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Salju di Musim Semi
أدب المراهقين"Aku berharap dapat melihat salju dimusim semi turun dengan dirimu hingga sisa akhir hidupku". Hanya sekedar coretan tangan yang berharap banyak disukai semua orang. Bercerita tentang sepasang anak muda yang selalu ingin menikmati indahnya salju dim...