ketika kau bukan mentari, bumi, ataupun laut

24 5 0
                                    

Malam hari ini awan-awan tampak menutupi eksistensi sang rembulan. Tapi bagimu, awan-awan tak mampu menutupi pesonanya. Malam ini kau hanya mengisi kegiatanmu dengan menulis. Menulis, menulis, menulis, kau membual perihal sastra, diksi, majas, dan gaya bahasa. Meh! Padahal, tulisanmu saja hanya dibaca oleh dirimu sendiri.

Kau tak pernah mau mendengarkan ocehan itu. Katamu, usaha tak akan mengkhianati hasil. Meski kau pun sesungguhnya meragukan hasil itu.

Tiba-tiba kau teringat akan tugas yang harus kau kumpulkan esok hari.

Persetan.

Kau berhenti menulis ketika tanganmu terasa pegal, kau memutuskan untuk mengecek sosial mediamu. Teman-temanmu terlihat bahagia bersama teman-temannya. Rasa iri mulai terpercik di hatimu. Andai kau adalah seorang yang menyenangkan dan bukan introvert dan tidak sensitif dan punya banyak uang, kau pasti akan melakukan hal yang sama seperti teman-temanmu. Kau mencoba meyakinkan dirimu bila sendiri itu juga tak kalah menyenangkan. Sampai kau tak sengaja melihat sebuah vidio singkat. Rembulanmu.

Kedua matamu lantas saja melotot, kau memekik. Rembulan tengah tersenyum malu-malu di depan kamera yang di pegang seseorang, ia mencoba menutupi wajah teduhnya dengan tangan. Kau berkata dalam hati, kubilang juga apa, awan-awan tak mampu menutupi pesona rembulan. Kau menangkap layar rupa rembulan, menyimpannya agar dapat kau pandangi sebelum terlelap.

Namun tiba-tiba kamera itu berganti menyorot sesosok perempuan cantik. Perempuan itu tersenyum begitu ayu. Kau tetap menunggu kejelasan identitas gadis itu, meski sebuah badai mulai terbentuk di hati dan kepalamu. Sampai suatu fakta yang kau ketahui tentangnya. Dia adalah sang bintang. Bintangnya rembulanmu.

Badai hari akhir tercipta di hati dan kepalamu. Kau membanting ponsel, mencoba menolak fakta yang baru saja kau telan bulat-bulat.

Kau tak menangis, hanya saja merenungkan semua tentang dirimu. Kau merefresentasikan dirimu sebagai matahari---tidak, matahari bersinar dan punya banyak teman dan tidak punya axienty dan introvert sepertimu--tapi ia tak cocok denganmu. Kau merefresentasikan lagi dirimu dengan laut---tidak, laut itu berani dan tidak membosankan seperti dirimu--tapi lagi-lagi kau tak cocok dengan itu. Kau merefresentasikan dirimu dengan dirimu. Gadis pemalas bodoh tak berbakat tak cantik tak memiliki teman tak menyenangkan dan tak-tak lainnya. Ah, andai kau tahu bila semua itu tak benar. Tadi pagi kau baru saja mengkampanyekan Hari Wanita Sedunia. Tapi malam ini kau malah mengutuk dirimu sendiri.

Dirimu ditenggelamkan oleh rasa insecure-mu. Kesepian menggerogoti tubuhmu dari dalam. Juga dirimu yang terus-menerus menyalahkan diri sendiri.

Kau mengecap bila dirimu adalah orang gagal. Kau selalu gagal menjadi cantik meski kau telah mengunduh vidio Ide Berpakaian Ketika Tidak Ada yang Bisa Dipakai, juga mencoba memakainya. Kau juga tak paham dengan tetek bengek riasan; Kau selalu gagal dalam pelajaran, meski hampir semua orang berkata bila pintar tak mementukan kesuksanmu; Kau pun tak pandai dalam 'bakat' sendiri, lebih dari dua tahun kau menulis dan tak ada yang membaca tulisanmu; Kau selalu gagal ketika mencoba menyenangkan, ibarat rasa membosankanmu sudah membeludak dan tak bisa dibendung lagi; Dan terakhir, kau selalu gagal menggapai rembulan meski sudah melakukan usaha-usaha itu.

Malam itu kau menangis. Kau menuntut Tuhan yang membiarkan kau lahir dan hidup. Kalau kau mati saat lahir setidaknya ibumu tak harus mengeluarkan biaya untuk memberi makan dirimu, membelikan baju, menyekolahkan, membelikan buku, dan memberi ongkos setiap harinya. Pasti hidup orang tuamu dan saudara-saudaramu akan lebih baik. Setidaknya pula, kau tak perlu mengotori dirimu dengan dosa-dosa agar orang tuamu dapat masuk surga dengan mudah.

Ah, patah hati ternyata sangat buruk untuk dirimu.

Kau sudah berhenti menangis, hanya isakan-isakan kecil yang masih memantul di dinding kamarmu. Malam semakin naik. Kau kembali merenungi dirimu.

Padahal kau sudah merencanakan kegiatan yang akan kau lakukan bersama rembulan bila kau menjadi bintangnya. Kau akan mengajaknya berpiknik, membuatkannya kue-kue manis dan pancake, kemudian kalian akan berbincang perihal kegiatan seminggu belakangan. Tertawa. Bercanda. Bersukacita. Seperti adegan yang sering kau tulis dalam cerita romansa. Kau juga akan mengajaknya foto di bothphoto seperti yang dilakukan teman-temanmu bersama rembulannya. Kau mungkin juga akan membuatkannya puisi-puisi tentang cinta. Menyenangkan sekali, tapi nyatanya dunia lebih senang kau melihat fakta yang pahit.

Semudah kata, kau bukanlah bintangnya.

Kau pula bukan mentari yang ditakdirkan untuk tidak dapat berjumpa dengan rembulan. Kau bukan laut yang ditakdirkan untuk tidak bersatu dengan rembulan. Kau adalah kau. Gadis yang ditakdirkan untuk tidak bersatu, berjumpa, menggapai, ataupun menjadi bintangnya rembulan.

Kau terisak kembali.

Tapi ketahuilah sesuatu.

Kau tak seburuk itu. Tuhan membiarkanmu hidup sebab tahu bila ada hal-hal menyenangkan yang dapat kau rasakan di dunia. Kau tak sendirian, banyak manusia-manusia yang menyanyangimu tanpa pamrih. Juga, barangkali ada bintang yang ingin menjadikanmu rembulannya. Jadi sudah jangan menangis lagi.

Kau adalah dirimu yang berharga.[]

_________

March 9, 2020

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kisah rembulan, bintang, dan mentari Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang