2

345 31 9
                                    

Flashback on

Sore itu adalah sore yang syahdu. Dengan senja yang semakin pekat dan langit terus menjadi oranye kemerahan. Adalah sepasang manusia yang tengah menikmati kopi dan roti mereka di sebuah beranda apartemen mewah di tengah kota. Mereka masing-masing diam menikmati waktu emas yang menyihir mereka.

"Aku selalu penasaran," Hermione tiba-tiba memecahkan keheningan. Ia menatap Draco yang agak berantakan tapi tetap terlihat tampan. Draco kemudian memalingkan wajahnya untuk membalas tatapan Hermione.

"Apa?" tanyanya.

" Apa yang ada dipikiran pria di depanku ini saat memilihku. Dia yang tampan, kaya, dan segala kesempurnaan yang ada padanya rela bersama seorang perempuan yang tidak cantik, kutu buku, berasal dari keluarga yang biasa saja, dan tentu saja tidak sempurna," jawab Hermione dengan tatapan yang intens. Draco tersenyum. Kelabu matanya menatap lurus iris cokelat milik Hermione. Tatapan yang membuat Hermione yakin Draco benar-benar mencintainya.

"Cause you deserve me and I deserve you," lirih Draco dalam seraya mengusap rambut cokelat milik Hermione.

Sore itu dengan tatapan itu juga senja yang menjadi latarnya pernah membuat Hermione yakin akan Draco dan kini Draco tengah menatapnya dengan tatapan yang sama.

Flashback off

Hermione POV

Entah apa yang dipikirkan pria ini saat melihat dan kemudian menyeretku kembali untuk kemudian duduk bersamanya berhadapan dengan suasana yang sangat canggung dan aku sangat kesal. Tidak. Aku sangat marah. Tapi aku melihatnya, melihat matanya yang menjelaskan alasannya.

"Ada apa?" Tanyaku dengan nada dingin dan acuh. Andai saja aku bisa menunjukkan perasaan rinduku tapi aku juga sangat marah.

"Bagaimana kabarmu?" tanyanya mengacuhkan pertanyaanku. Wajahnya tidak menunjukkan senyum. Ia memang tidak seperti itu.

"Aku baik-baik saja. Tentu saja begitu meski tanpamu," jawabku dengan nada sebal. Ia tersenyum. Senyuman khas yang tampak seperti seringaian. Aku tambah kesal melihat wajahnya yang semakin tampan tapi ia terlihat kurus.

Untuk beberapa saat ia hanya menatapku dan aku tak suka ditatap dengan cara seperti itu terlalu lama. Tatapan itu membuatku ingin memeluknya dan mencurahkan perasaan rindu. Pada orang ini berbagai jenis perasaan bercokol dalam hatiku. Aku rindu sekaligus marah. Aku cinta sekaligus benci. Ingin sekali kupeluk tapi ingin juga kupukul. Perasaan itu semua hanya menjelaskan betapa aku menginginkannya sekaligus aku juga tak menerima perlakuannya.

"Setelah 10 tahun berlalu. Sungguh kau hanya bertanya kabarku? Berengsek!" umpatku kesal dan berdiri tapi lagi-lagi ia menahan tanganku dan aku kembali luluh untuk kembali duduk di hadapannya.

"Hermione ...," Draco tampak ingin mengatakan sesuatu tapi entah apa yah menahannya.

"Kita sudah tidak ada urusan lagi jika tak ada yang ingin kamu ucapkan," Aku memaksa untuk pergi.

"Maaf," ujar Draco lirih seraya menundukkan kepala. Ia tampak kesulitan juga. Tak terasa air mata menggenang di sudut mataku.

"Too late," desisku. aku benar-benar meninggalkannya dengan sedikit berlari. Tak bisa kutahan air mata yang jatuh begitu saja. Dadaku terasa sesak. Ini sungguh bukan yang kuinginkan. Sejak ditinggalkan Draco aku hanya membutuhkan penjelasan dan aku yakin pasti ada sebuah alasan dari apa yang telah dilakukannya. Alih-alih memberi penjelasan, dia malah hanya meminta maaf.

Nafasku terengah-engah dan tak bisa kutahan tangisku. Aku menangis sesenggukan karena menahan banyak emosi dalam hatiku. Setelah cukup lama dalam posisi seperti itu, aku memutuskan untuk menjemput satu-satunya anakku, Scorpius.

Forever My LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang