BAB 2

6 2 0
                                    

"Berhenti! Apa-apaan kalian? Ini bukan hal yang benar! Kamu bisa mencelakakan adik saya!" pekik Elsa mencoba menarik kembali Hana dari genggaman tangan Ray. Namun dengan kasar, Hana langsung menepisnya.
"Kakak bisa diam? Jangan berisik, tolong?" ucap Hana dengan nada datarnya.
Elsa terdiam tak bergeming. Berani sekali Hana mengatakan itu pada kakak kandungnya sendiri. Jangan bilang, bahwa Hana lebih memercayai Ray, daripada Elsa. Kurang ajar! Lelaki itu, dia apakan otak Hana?!
Ray tersenyum lebar, ini terlihat menyenangkan untuknya. "Bisa dilanjutkan, Hana? Tidak usah pedulikan anjing yang menggonggong ini"
Elsa mengeratkan genggaman tangannya. Jika saja bisa, jika saja tak ada Hana disini! Mungkin Ray sudah habis ditendang oleh Elsa.
"Ayo, Hana. Jangan lama-lama, nanti darah aku keburu habis. Kamu gak mau kan aku mati?" ujar Ray mencoba untuk sabar. Otak Hana benar-benar lemot.
Sudah berapa lama, Hana masih bingung dengan apa yang Ray maksud. Apa dia harus meminum darah Ray sungguhan? Namun itu mustahil, Hana bahkan tak pernah merasakan bagaimana rasa darah.
"Ya udah kalau gak mau minum sendiri" Ray memegang pinggang Hana dengan tangan kirinya, kemudian tanpa aba-aba langsung menaruh tangan lainnya tepat dimulut Hana. "Darah aku manis, kan?"
Hana tersentak kaget dengan ungkapan Ray. Darahnya memang terasa manis, seperti gula. Bahkan Hana sangat menikmatinya.
"Udah cukup, kamu keenakan minum darahku, kalau habis aku gimana?" Ray tertawa pelan, kemudian mengusap kepala Hana, pelan. "Gimana, Sa? Darah aku udah mengalir dalam tubuhnya, kan? Apa sekarang kita bisa serumah?"
Elsa menatap wajah licik Ray dengan masam. "Sialan, kalian selalu saja membuat keluarga kami rusak. Saya gak mau lagi kalau Hana yang harus menjadi target berikut kalian. Cukup kak Meri aja, berhenti sampai di situ."
Hana terdiam membeku mendengar nama kakak pertamanya yang disebut. Tidak, mengapa kak Elsa mengatakan itu? Apa hubungannya hal ini dengan keluarga Ray? Tak ada sangkut pautnya! Kak Meri pergi karena keinginannya sendiri, bukan?
"Kamu merasa bingung kan, Hana? Asal kamu tahu, asal mula kakak kita wafat itu karena mereka! Itu semua salah keluarga mereka!" mata Elsa mulai berkaca-kaca. "Kenapa kamu diam? Lihat, tatap wajah kakak! Kamu sadar gak sih apa yang barusan kamu lakuin sama dia? Kamu, meminum darahnya, apa hal itu tidak memalukan untukmu?" Elsa menggelengkan kepalanya tak habis pikir.
Hana masih tak dapat mencerna semua perkataan Elsa. Sebab, ia tak bisa mendengar apapun yang dikatakan oleh kakaknya. Ia hanya bisa terdiam memandangi wajah Elsa yang kini menangis histeris. Baru pertama kali, ini pertama kalinya Hana melihat Elsa menangis. Apakah Hana adalah penyebab hal itu?
"Kakak, ngomong apa? Aku gak denger."
Elsa terdiam menatap wajah adiknya. Kejadian ini seperti terulang lagi, kenapa harus Hana yang menjadi korban? Ia tak tahu apa-apa, tapi kenapa.
"Berengsek! Kamu apain adik saya!" Elsa datang menghampiri Ray, kemudian menampar pipinya dengan keras. "Keluarga sampah!" Elsa merasa jiwanya sudah terbang, melihat adiknya seperti ini hanya karena lelaki kotor seperti Ray.
Semoga kejadiannya tidak terulang lagi! Jangan sampai Hana mengalami hal buruk yang sama seperti, kak Meri. Jika saja Hana tahu, bahwa Elsa sebenarnya sangat menyayanginya. Tapi Elsa tak mau mengatakannya, karena hal itu, hanya akan membuat hidup Hana menjadi dalam bahaya.
"A-apa ini? Kak, tolongin aku! Badan aku gak bisa gerak, kakak!" histeris Hana menumpahkan semua butiran air matanya. Ia tak bisa bergerak, jangan kan untuk berjalan kearah Elsa, menggoyangkan jarinya saja tidak bisa.
"Hana, kamu gak kenapa-napa, kan? Kakak coba hubungi Ayah dulu" Elsa mengambil ponselnya disaku celana. Dengan sigab ia langsung menelepon sang Ayah.
Panggilan Elsa tidak diangkat. Apa-apaan ini! Apa Ayah tidak merasakan hal buruk terjadi pada putri bungsunya? Selalu saja. Mereka tak pernah menyayangi Hana! Walau Elsa juga sering menyakitinya, namun itu demi kebaikan Hana. Elsa tak pernah mempunyai kemanuan untuk melukai adiknya sendiri.
Tangisan Hana mulai mereda. "Maafin aku, kak Elsa. Seandainya saja aku masih bisa memeluk tubuh kakak, pasti aku akan sangat bahagia. Tapi karena sekarang sudah terlambat, sampai jumpa dilain hari"
Tubuh Hana kini tak dapat bergerak lagi. Ia seperti menjadi batu, nyawanya hilang entah kemana. Kejadian yang tertimpa oleh kak Meri, akhirnya benar-benar terjadi lagi pada Hana. Kini Elsa benar-benar sendirian, ia tak mempunyai teman.
"Jangan pergi, Hana. Jangan tinggalin kakak." Elsa terduduk ditanah, membungkukkan tubuhnya. Ia menangis sejadi-jadinya. Kenapa ia harus mengalami hal ini lagi?
Ray tertawa terbahak-bahak melihat wajah kasihan Elsa. Sangat menyenangkan, melihat dua orang saudara harus terpisah karena ulahnya. Sudah berapa orang yang menjadi korbannya?
Semakin waktu terus berjalan, semakin hilang pula takdir mereka sebagai kebahagian dan penderitaan. Kini terlihat sangat berbeda dari sebelumnya, yang jahat selalu memakai topeng, agar terlihat baik, begitu juga sebaliknya. Banyak yang menentang takdir! Semuanya menjadi kacau balau akibat ulah mereka sendiri. Walau seperti itu, ada saatnya karma pasti akan datang menghampiri mereka. 
"Puas kamu, hah? Puas kamu lihat adik saya juga pergi ninggalin saya? Kalau kamu memang ada dendam denganku, tolong lampiaskan saja padaku, jangan pada saudari-saudariku yang tidak tau apa-apa!" Elsa menggenggam tangan adiknya yang terasa sangat kaku. "Maafin aku, Hana."
"Penderitaanmu itu, kebahagiaanku" ujar Ray tersenyum sinis. Di detik kemudian, ia langsung menghilang tak tahu kemana. Hanya tinggal Elsa sendiri disini.
"Selalu saja melawan takdir. Bahkan dia sudah lupa, kalau bebuyutannya pasti masih memperhatikan tingkah laku yang ia perbuat. Menjijikan" ucap seorang lelaki tinggi semampang datang menghampiri Elsa. "Adik kamu menjadi korban lagi, kan?" tanya lelaki tersebut lelirik Elsa.
"Iya, kakak saya juga pernah menjadi korbannya. Saya gak habis pikir dengan marga mereka, sangat kotor. Memang nyatanya, sangat jarang ada seseorang yang ingin melakukan kebaikan. Kebanyakan orang hanya bertingkah munafik." gumam Elsa tersenyum masam. "Ini pasti keturunan dari dewa mereka"
"Berhenti! Yang namanya dewa dan dewi tak akan pernah melakukan kesalahan. Ini bukan hanya tentang marga Dewa Kebahagiaan, namun juga tentang marga Dewi Derita. Kalian itu seperti iblis, tak boleh berbuat baik kepada siapa pun. Namun sayangnya, saya tau persis bahwa kamu ini sangat mencintai saudari-saudarimu. Ini hal yang salah, bukan?" ucapnya membela.
Elsa mendecih kesal mendengar ungkapan lelaki itu. Memangnya siapa dia, ikut campur dalam urusan pribadi Elsa? Dia bukan siapa-siapa! Elsa bahkan baru pertama kalinya melihat orang itu.
"Saya berasal dari marga perantara. Tau untuk apa marga ini dibentuk? Karena suatu saat nanti, pasti akan ada pertempuran antara marga Dewa Kebahagiaan dan Dewi Derita. Dan tugasku adalah, menjadi penegah kalian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AntónimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang